KONSEP DASAR LOGIKA
A. Pendahuluan
1. Pengertian
logika
Manusia berbeda
dengan binatang, salah satu perbedaannya adalah manusia memiliki bahasa dan
akal pikiran, dengan bahasa dan akal pikirannya itu sehingga ia mampu
mengkomunikasikan dan mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap. Manusia
dalam mengkomunikasikan dan mengembangkan pengetahuannya itu harus didukung
dengan kemampuan penalaran (reasoning)
dan perbincangan (argument). Untuk
itu, diperlukan logika untuk mengetahui sesuatu yang benar. Untuk memahami apa
itu logika? dapat dilihat pada uraian berikut ini.
Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu
logike (kata sifat) dan logos (kata benda), yang berarti “pikiran
atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran, alasan atau uraian”. Dengan demikian,
logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia dalam bernalar untuk
menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu, disebut logica scientia yang berarti ilmu
logika, namun sekarang ini hanya lazim disebut dengan logika saja. Jadi, logika
adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan norma-norma
penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih). Ada yang berpendapat
bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-prinsip dan hukum-hukum
penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu
pengetahuan (science) tetapi sekaligus
merupakan kecakapan atau keterampilan yang merupakan seni (art) untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam hal
ini, ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan
atau keterampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan
pengetahuan ke dalam tindakan. Selain itu,
ada juga ahli yang berpendapat bahwa logika adalah teknik atau metode
untuk meneliti ketepatan berpikir. Jadi logika tidak terlihat selaku ilmu,
tetapi hanyalah merupakan metode. Ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah
ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih
(valid).
Berdasar dari pengertian logika yang
diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa logika merupakan cabang filsafat yang
mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan
formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan
penyimpulan demi pencapaian kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional. Di samping itu, logika juga sebagai sarana ilmu, seperti halnya
dengan matematika dan statistika, karena semua ilmu harus didukung oleh
penalaran logis dan sistematis yang merupakan salah satu syarat sifat ilmiah.
Dengan demikian logika berfungsi sebagai dasar filsafat dan juga sebagai sarana
ilmu pengetahuan lainnya. Logika dapat dibagi dalam dua cabang pokok yaitu
logika deduktif dan logika induktif. Masing-masing dari kedua hal tersebut akan
diuraikan pada subbab yang membahas tentang berbagai jenis logika.
2. Batasan Logika dari Para Ahli
Dewasa ini bidang penalaran logika telah banyak
mendapat perhatian dari para pakar. Diantara sekian banyak pakar itu adalah
sebagai berikut:
a. Surajiyo, dkk. (2009:9) mengutip dari
beberapa buku berbahasa Inggris, yaitu:
-
William
Alston mendefinisikan logika sebagai Logic
is the study of inference, more precisely the attempt to devise criteria for
separating valid from invalid inferencesw (logika adalah studi tentang
penyimpulan, secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran guna
memisahkan penyimpulan yang sah dan yang
tidak sah)
-
Alfred
Cryril Ewing mengatakan: Study of the
different kinds of propositions and the relations between them which
justify inference (studi tentang
jenis-jenis keterangan yang berbeda dan hubungan di antara mereka yang
meembenarkan penyimpulan).
-
Sheldon
Lachman mengemukakan: Logic is the
systematic discipline concerned with the organization and development of the
formal rules, the normative prosedures and the criteria of valid inference
(logika adalah cabang ilmu yang sistematis mengenai penyusunan dan pengemebangan
dari aturan formal, prosedur normatif, dan ukuran-ukuran bagi penyimpulan yang
sah)
b. E. Sumaryono (1999:71) “Logika adalah ilmu
pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir lurus”
c. Jan Hendrik Rapar (1996:10) “Logika adalah
cabang filsafat yang mempelajari,
menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal,
prosedur-prosedur serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional”
d. Louis O. Kattsoff (1987:28) Logika ialah
ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini
menguraikan tentang aturan-aturan serta cara-cara untuk mencapai kesimpulan,
setelah didahului oleh suatu prangkat premise.
e. Bakhtiar (2004:212) Logika adalah sarana
untuk berpikir sistematik, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu,
berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti
setengah tidak boleh lebih besar daripada satu
Dengan memahami beberapa definisi ahli tersebut di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa logika adalah cabang filsafat yang membahas
metode penalaran yang sah dari premis ke konklusi.
3. Unsur-Unsur Logika
Mengkaji dari berbagai literatur, dapat dipahami
bahwa logika mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a. Term, yaitu gagasan atau sejumlah gagasan,
terdiri dari term subjektif (S), term predikat (P), dan term antara (M)
b. Proposisi disebut juga putusan, keputusan,
judgement, pernyataan, kalimat logika. Proposisi ialah kegiatan atau perbuatan
manusia di mana ia mengiakan atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu. Proposisi
menunjuk pada tegasnya pernyataan atau penyangkalan hubungan antara dua buah
pengertian
c. Penarikan simpulan (penyimpulan) disebut
juga dengan penalaran. Ada dua macam penyimpulan atau penalaran, yaitu deduksi
dan induksi. Deduktif yaitu penyimpulan dari hal yang bersifat
umum menjadi kasus bersifat individu. Induktif: penyimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
konklusi yang bersifat umum.
Ketiga
unsur ini akan dibahas lebih terurai pada bab-bab berikutnya. Secara
terpisah.
B. Objek Logika
Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan
dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti
mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek
formal. Objek material dari sesuatu adalah hal yang diselidiki dari sesuatu
itu, mencakup yang konkret dan yang abstrak. Objek formal adalah sudut pandang
dari objek itu disorot sebagai pembeda dengan objek lainnya.
Objek material sesuatu ilmu pengetahuan
mungkin saja dapat sama untuk beberapa ilmu pengetahuan, namun ilmu-ilmu itu
berbeda karena objek formalnya. Sebagai contoh: psikologi, sosiologi, dan
pedagogik memiliki objek material yang sama, yaitu manusia. Akan tetapi, ketiga
ilmu itu berbeda karena objek formalnya yang berbeda. Objek forma psikologi
ialah aktivitas jiwa dan kepribadian
manusia secara individual yang dipelajari lewat
tingkah laku, objek formal sosiologi ialah hubungan antar manusia dalam kelompok dan antar kelompok dalam masyarakat, sedangkan objek formal
pedagogik ialah keegiatan manusia untuk menuntun perkembangan manusia lainnya
ke tujuan tertentu.
Perlu dicatat di sini bahwa yang pantas
menjadi objek material suatu ilmu ialah suatu lapangan, bidang, atau materi
yang benar-benar konkret dan dan dapat diamati. Hal itu perlu ditegaskan karena
kebenaran ilmiah adalah kesesuaian
antara apa yang diketahui dengan objek materialnya. Jika objek material itu abstrak
dan tidak dapat diamati, tentu saja apa yang diketahui (pengetahuan) tidak mungkin dapat dicocokkan dengan
objeknya. Dengan demikian, tidak mungkin dapat dicapai kebenaran yang merupakan kesesuaian pengetahuan dengan
objeknya itu.
Surajiyo, dkk. (2009:11) mengatakan lapangan
dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan
sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki,
merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.
Berpikir adalah objek material logika. Yang
dimaksudkan berpikir di sini adalah
kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan
mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, memban-dingkan
serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Dalam
logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Oleh karena
itu, berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika.
C. Sejarah logika
Sesungguhnya apabila ditelusuri dari awal
keberadaan logika, tidak terlepas dari ahli pikir sebelumnya seperti Thales
(624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan
cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar-dasar berfikir
logis. Bahkan ketika Thales mengatakan air
adalah arkhe (prinsip atau asas
pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif. Bukankah
perkataan Thales ini merupakan kesimpulan yang dimaknai bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa
tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan dan manusia,
sedangkan uap dan es adalah air, maka penalaran induktif (logika) yang
dilakukan Thales adalah sebagai berikut:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan,
air adalah jiwa hewan,
air adalah jiwa manusia,
air jugalah uap, dan
air jugalah es.
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang
berarti, air adalah alam semesta
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak
Thales, sang filsuf pertama itu, logika telah mulai dikembangkan. Semua filsuf
sesudah Thales pun telah berperan serta dalam pengembangan logika kendatipun
istilah logika itu sendiri belum dikenal.
Aristoteles (384 – 322 SM) yang juga belum
menggunakan kata logika, tetapi menggunakan kata analitika dan dialektika.
Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak
dari putusan-putusan yang benar. Sedangkan dialektika untuk penyelidikan
mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau
putusan yang tidak pasti kebenarannya. Aristoteles mewariskan kepada
murid-muridnya enam buku yang oleh murid-muridnya dinamai Organon, yang berarti alat.
Enam buku itu, ialah (1) Categoriae,
menguraikan sesuatu objek dalam jenis-jenis pengertian umum; (2) De interpretatione, membahas mengenai
komposisi keputusan; (3) Analytica priora,
membahas pembuktian; (4) Analytica
posteriora, membahas pembuktian; (5) Topica,
berisi cara berargumentasi atau cara berdebat; (6) De sophhisticis elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan
berpikir. Rapar (1996:13) mengemukakan inti logika Aristoteles ialah silogisme.
Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan
yang terbesar dalam logika.
Perkembangan logika pada pasca Aristoteles banyak
dilanjutkan oleh para murid-muridnya, dan Abad ke 1 sebelum masehi merupakan
abad pertama munculnya logika oleh filsuf Cicero di mana logika masih diartikan
sebagai seni berdebad. Pada permulaan abad ke 3 sesudah masehi oleh Alexander Aphrodisias adalah orang yang
pertama kali menggunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus
tidaknya pemikiran kita
Rapar (1996:14) mengemukakan bahwa sampai abad
kedua belas atau ketiga belas, karya-karya tulis di bidang logika yang masih
digunakan ialah Categoriae dan De interpretatione Aristoteles serta Eisagoge
Porphyrius Pada abad ke sampai abad kelimabelas,
tampillah logika modern dengan tokoh-tokohnya, antara lain, Petrus Hispanus
(1210 – 1278), roger Bacon (1214 – 1292), RYMUNDUS Lullus (1232 – 1315), dan
William Ockham (1285 – 1349)
Kendatipun logika modern telah dikembangkan,
logika Aristoteles diteruskan oleh
Thomas Hobbews (1588 – 1679) dan John Loek
(1632 – 1704). Francis Bacon (1561 – 1626) mengembangkan logika
induktif, sedangkan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 – 1716, George Boole (1815
– 1864), John Venn (1834 – 1923), Dan Gottlob Frege (1848 – 1925) dikenal
sebagai para pelopor logika simbolik. Kemudia, filsuf besar Amerika Serikat,
Charles Sanders Peirce (1839 – 1914)
yang pernah mengajar logika di John Hopking University, melengkapi logika simbolik
lewat karya tulisnya yang sangat banyak. Ia menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of
signs) dan melahirkan dalil yang disebut dalil Peirce (Peirce’s law)
Logika simbolik simbolik mencapai puncaknya lewat karya bersama Alfred North
Whitehead (1861 1947) dan Bertrand
Arthur William Dussel (1872-1970) berjudul Principia Mathematica, berjumlah tiga jilid dan ditulis pada tahun
1910 – 1913. Logika simbolik diteruskan oleh Ludwing Wittgenstein 911889 –
1951), Ruddolf Carnap (1891 – 1970), Kurt Godel (1906 – 1978, dan lain-lain.
A. Kegunaan dan manfaat logika
Rapart, (1996:15), mengemukakan paling
tidak ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:
1. membantu setiap orang yang mempelajari
logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren;
2. meningkatkan kemampuan berpikir secara
abstrak, cermat, dan objektif
3. menambah kecerdasan dan meningkatkan
kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
4. meningkatkan cinta akan kebenaran dan
menghindari kekeliruan serta kesesatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan,
logika merupakan suatu keharusan. Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan
pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran
ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, bapak logika, yaitu logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa mempelajari logika,
sesungguhnya ia telah menggenggam master
key untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk.
(2009:15) mengemukakan bahwa logika juga dapat memberikan manfaat teoritis dan
praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika mengajarkan tentang berpikir
sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir sebagaimana adanya
seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi kemanfaatan
praktis, akal semakin tajam/kritis dalam mengambil putusan yang benar dan
runtut (consisten).
B. Logika dalam Ilmu Pengetahuan
Kaitan dengan ilmu pengetahuan, logika
merupakan suatu keharusan, tidak ada pengetahuan yang tidak didasarkan suatu
logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Aristoteles
mengatakan, logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh pengetahuan (episteme). Karena itu, logika adalah
ilmu bantu terhadap ilmu-ilmu positif
karena tidak akan pernah mencapai suatu kebenaran ilmiah jika tidak
didasarkan dengan logika. Oleh karena itu logika adalah kunci untuk membuka
semua pintu masuk keberbagai disiplin ilmu pengetahuan yang benar
Apabila logika dikaitkan dengan pembagian
cabang ilmu, ternyata logika pada umumnya dipandang sebagai salah satu cabang
filsafat. Ini terbukti dari pembagian filsafat yang banyak dilakukan para ahli
filsafat selalu memasukkan logika termasuk dalam cabang filsafat, diantaranya
sebagai berikut:
Louis O Kattsoff (1987:71) membagi
filsafat dalam dua cabang mata pelajaran yaitu 1) mata pelajaran mengenai alat
(tools studies), 2) mata pelajaran
mengenai bahan (content studies).
Mata pelajaran mengenai alat ialah mata pelajaran yang mengajarkan alat-alat
bagi mata pelajaran lain. Dan hanya ada satu mata pelajaran mengenai alat di
dalam filsafat yaitu logika. Mata pelajaran mengenai bahan atau isi merupakan
mata pelajaran yang mengajarkan fakta-fakta, bahan-bahan atau informasi. Mata
pelajaran semacam ini, sepertinya: metafisika, epistemologi, filsafat biologi,
filsafat antropologi, filsafat sosiologi, etika, estetika, dan filsafat agama.
Poedjawijatna (1987:51) membagi filsafat:
1) ontologi atau metafisika generalis,
2) teologi naturalis atau theodicea,
3) filsafat alam atau kosmologi,
4) filsafat manusia atau antropologi
metafisika,
5) filsafat tingkah laku,
6) filsafat budi atau lgika: logika mayor dan
logika minor.
b. Langeveld (dalam Anshari, 199093) membagi
filsafat atas tiga lingkungan masalah, yaitu:
1) Lingkungan masalah-masalah keadaan
(metafisika manusia, alam dan seterusnya;
2) Lingkungan masalah-masalah pengetahuan
(teori pengetahuan, teori kebenaran, logika);
3) Lingkungan masalah-masalah nilai (teori
nilai, etika, estetika, yang bernilai
berdasarkan religi).
c. Pembagian filsafat dapat juga dibedakan
berdasarkan persoalannya, yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang
pengetahuan, dan persoalan nilai-nilai, maka cabang filsafat adalah sebagai
berikut:
1) Persoalan keberadaan (being) atau eksistensi (existence). Persoalan keberadaan atau
eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu metafisika yang disebut
juga dengan ontologi (yang ada)
2) Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth).
Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang filsafat ,
yaitu epistemologi. Adapun kebenaran ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan
dengan cabang filsafat, yaitu logika.
3) Persoalan nilai-nilai (values).
Nilai-nilai dibedakan menjadi dua, yaitu nilai-nilai kebikan tingkah laku dan
nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaiakan tingkah laku bersangkutan dengan
cabang filsafat, yaitu etika. Nilai-nilai keindahan bersangkutan dengan cabang
filsaafat, yaitu estetika.
d. Pembagian lainnya, yang dewasa ini ada
yang membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Ilmu Pengetahuan Abstrak (The Abstract Sciences), terdiri atas
metafisika, logika, matematika.
2) Ilmu pengetahuan Alam (The Natural Sciences) terdiri atas
fisika, kimia, biologi, geologi, dll.
3) Ilmu Pengetahuan Humanis (The Human Sciences), tyerdiri atas psikologi, sosiologi, antropologi, filologi.
e. Apabila dilihat dari segi fungsi dan
tujuannya, ilmu pengetahuan dapat dibagi ke dalam dua kelompok sebagai berikut
1) Ilmu
Teoritis, terdiri atas:
a) deskriptif (ideografis), yaitu ilmu-ilmu
sejarah, sosiografi, etnografi, dan sebagainya
b) nometetis (eksplanatif), yaitu ilmu-ilmu
kimia, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya
2) Ilmu-ilmu
terapan terdiri atas:
a) normatif, yaitu ilmu-ilmu logika, etika,
hukum, dan sebagainya
b) positif (pragmatis), yaitu ilmu-ilmu
teknik, pertanian, psikiatri, dan sebagainya
Dari uraian pembagian filsafat tersebut di atas,
terlihat bahwa logika adalah suatu ilmu pengetahuan abstrak dalam bidang filsafat,
dan tergolong sebagai pengetahuan mengenai alat untuk bidang pengetahuan lainnya,
dan merupakan ilmu-ilmu terapan yang normatif, mempersoalkan mengenai
kebenaran.
C.
Berbagai jenis logika (The Liang Gie, 1980: )
1. Logika makna luas dan logika makna sempit
2. logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah sistem penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta
kesimpulan yang dihasilakan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya.
Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal, jika
telaah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak
ada kesimpulan lain, maka proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Oleh
karena itu logika deduktif sering disebut pula logika formal, karena yang
dibicarakan hanya bentuknya saja terlepas isi apa yang dibicarakan. Dan sering
juga hanya disebut dengan “Logika”. Jadi jika hanya logika berarti logika
deduktif.
Logikan induktif adalah sistem penalaran yang
menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai
pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut
juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang
bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya
hanyalah kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti
yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti.
Logika induktif merupakan pokok bahasan metodologi ilmiah, atau dengan kata
lain metodologi ilmiah merupakan perluasan dari logika induktif, sehinga logika
induktif disebut juga metode-metode ilmiah.
3. logika formal dan logika material
4. logika murni dan logika terapan
5. logika filsafati dan logika matematik
No comments:
Post a Comment