Powered By Blogger

September 3, 2013

KONSEP DASAR LOGIKA


KONSEP DASAR LOGIKA


A. Pendahuluan

1.   Pengertian logika
Manusia berbeda dengan binatang, salah satu perbedaannya adalah manusia memiliki bahasa dan akal pikiran, dengan bahasa dan akal pikirannya itu sehingga ia mampu mengkomunikasikan dan mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap. Manusia dalam mengkomunikasikan dan mengembangkan pengetahuannya itu harus didukung dengan kemampuan penalaran (reasoning) dan perbincangan (argument). Untuk itu, diperlukan logika untuk mengetahui sesuatu yang benar. Untuk memahami apa itu logika? dapat dilihat pada uraian berikut ini.
Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat) dan logos (kata benda), yang berarti “pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran, alasan atau uraian”. Dengan demikian, logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia dalam bernalar untuk menghasilkan kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu, disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang ini hanya lazim disebut dengan logika saja. Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan norma-norma penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih). Ada yang berpendapat bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat  yang membahas prinsip-prinsip dan hukum-hukum penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu pengetahuan (science) tetapi sekaligus merupakan kecakapan atau keterampilan yang merupakan seni (art) untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan atau keterampilan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Selain itu,  ada juga ahli yang berpendapat bahwa logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan berpikir. Jadi logika tidak terlihat selaku ilmu, tetapi hanyalah merupakan metode. Ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid).
Berdasar dari pengertian logika yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa logika merupakan cabang filsafat yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi pencapaian kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Di samping itu, logika juga sebagai sarana ilmu, seperti halnya dengan matematika dan statistika, karena semua ilmu harus didukung oleh penalaran logis dan sistematis yang merupakan salah satu syarat sifat ilmiah. Dengan demikian logika berfungsi sebagai dasar filsafat dan juga sebagai sarana ilmu pengetahuan lainnya. Logika dapat dibagi dalam dua cabang pokok yaitu logika deduktif dan logika induktif. Masing-masing dari kedua hal tersebut akan diuraikan pada subbab yang membahas tentang berbagai jenis logika.

2.      Batasan Logika dari Para Ahli

Dewasa ini bidang penalaran logika telah banyak mendapat perhatian dari para pakar. Diantara sekian banyak pakar itu adalah sebagai berikut:
a.       Surajiyo, dkk. (2009:9) mengutip dari beberapa buku berbahasa Inggris, yaitu:
-          William Alston mendefinisikan logika sebagai Logic is the study of inference, more precisely the attempt to devise criteria for separating valid from invalid inferencesw (logika adalah studi tentang penyimpulan, secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran guna memisahkan penyimpulan  yang sah dan yang tidak sah)
-          Alfred Cryril Ewing mengatakan: Study of the different kinds of propositions and the relations between them which justify  inference (studi tentang jenis-jenis keterangan yang berbeda dan hubungan di antara mereka yang meembenarkan penyimpulan).
-          Sheldon Lachman mengemukakan: Logic is the systematic discipline concerned with the organization and development of the formal rules, the normative prosedures and the criteria of valid inference (logika adalah cabang ilmu yang sistematis mengenai penyusunan dan pengemebangan dari aturan formal, prosedur normatif, dan ukuran-ukuran bagi penyimpulan yang sah)
b.      E. Sumaryono (1999:71) “Logika adalah ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir lurus”
c.       Jan Hendrik Rapar (1996:10) “Logika adalah cabang filsafat  yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan  demi mencapai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional”
d.      Louis O. Kattsoff (1987:28) Logika ialah ilmu pengetahuan mengenai penyimpulan yang lurus. Ilmu pengetahuan ini menguraikan tentang aturan-aturan serta cara-cara untuk mencapai kesimpulan, setelah didahului oleh suatu prangkat premise.
e.       Bakhtiar (2004:212) Logika adalah sarana untuk berpikir sistematik, valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena itu, berpikir logis adalah berpikir sesuai dengan aturan-aturan berpikir, seperti setengah tidak boleh lebih besar daripada satu
Dengan memahami beberapa definisi ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa logika adalah cabang filsafat yang membahas metode penalaran yang sah dari premis ke konklusi.



3.      Unsur-Unsur Logika

Mengkaji dari berbagai literatur, dapat dipahami bahwa logika mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:
a.       Term, yaitu gagasan atau sejumlah gagasan, terdiri dari term subjektif (S), term predikat (P), dan term antara (M)
b.      Proposisi disebut juga putusan, keputusan, judgement, pernyataan, kalimat logika. Proposisi ialah kegiatan atau perbuatan manusia di mana ia mengiakan atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu. Proposisi menunjuk pada tegasnya pernyataan atau penyangkalan hubungan antara dua buah pengertian
c.       Penarikan simpulan (penyimpulan) disebut juga dengan penalaran. Ada dua macam penyimpulan atau penalaran, yaitu deduksi dan induksi. Deduktif yaitu penyimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus bersifat individu. Induktif: penyimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi konklusi yang bersifat umum.
Ketiga  unsur ini akan dibahas lebih terurai pada bab-bab berikutnya. Secara terpisah.

B. Objek Logika

Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek formal. Objek material dari sesuatu adalah hal yang diselidiki dari sesuatu itu, mencakup yang konkret dan yang abstrak. Objek formal adalah sudut pandang dari objek itu disorot sebagai pembeda dengan objek lainnya.
Objek material sesuatu ilmu pengetahuan mungkin saja dapat sama untuk beberapa ilmu pengetahuan, namun ilmu-ilmu itu berbeda karena objek formalnya. Sebagai contoh: psikologi, sosiologi, dan pedagogik memiliki objek material yang sama, yaitu manusia. Akan tetapi, ketiga ilmu itu berbeda karena objek formalnya yang berbeda. Objek forma psikologi ialah aktivitas jiwa  dan kepribadian manusia secara individual yang dipelajari lewat  tingkah laku, objek formal sosiologi ialah hubungan antar manusia  dalam kelompok dan antar kelompok  dalam masyarakat, sedangkan objek formal pedagogik ialah keegiatan manusia untuk menuntun perkembangan manusia lainnya ke tujuan tertentu.
Perlu dicatat di sini bahwa yang pantas menjadi objek material suatu ilmu ialah suatu lapangan, bidang, atau materi yang benar-benar konkret dan dan dapat diamati. Hal itu perlu ditegaskan karena kebenaran  ilmiah adalah kesesuaian antara apa yang diketahui dengan objek materialnya. Jika objek material itu abstrak dan tidak dapat diamati, tentu saja apa yang diketahui  (pengetahuan) tidak mungkin dapat dicocokkan dengan objeknya. Dengan demikian, tidak mungkin dapat dicapai kebenaran  yang merupakan kesesuaian pengetahuan dengan objeknya itu.
Surajiyo, dkk. (2009:11) mengatakan lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.
Berpikir adalah objek material logika. Yang dimaksudkan  berpikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan mempertimbangkan, menguraikan, memban-dingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Oleh karena itu, berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika.


C. Sejarah logika

Sesungguhnya apabila ditelusuri dari awal keberadaan logika, tidak terlepas dari ahli pikir sebelumnya seperti Thales (624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia meletakkan dasar-dasar berfikir logis. Bahkan ketika Thales mengatakan air adalah arkhe (prinsip atau asas pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif. Bukankah perkataan Thales ini merupakan kesimpulan yang dimaknai bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan dan manusia, sedangkan uap dan es adalah air, maka penalaran induktif (logika) yang dilakukan Thales adalah sebagai berikut:
Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan,
air adalah jiwa hewan,
air adalah jiwa manusia,
air jugalah uap, dan
air jugalah es.
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah alam semesta
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak Thales, sang filsuf pertama itu, logika telah mulai dikembangkan. Semua filsuf sesudah Thales pun telah berperan serta dalam pengembangan logika kendatipun istilah logika itu sendiri belum dikenal.
Aristoteles (384 – 322 SM) yang juga belum menggunakan kata logika, tetapi menggunakan kata analitika dan dialektika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar. Sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi-argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. Aristoteles mewariskan kepada murid-muridnya enam buku yang oleh murid-muridnya dinamai Organon, yang berarti alat. Enam buku itu, ialah (1) Categoriae, menguraikan sesuatu objek dalam jenis-jenis pengertian umum; (2) De interpretatione, membahas mengenai komposisi keputusan; (3) Analytica priora, membahas pembuktian; (4) Analytica posteriora, membahas pembuktian; (5) Topica, berisi cara berargumentasi atau cara berdebat; (6) De sophhisticis elenchis, membicarakan kesesatan dan kekeliruan berpikir. Rapar (1996:13) mengemukakan inti logika Aristoteles ialah silogisme. Dan silogisme itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika.
Perkembangan logika pada pasca Aristoteles banyak dilanjutkan oleh para murid-muridnya, dan Abad ke 1 sebelum masehi merupakan abad pertama munculnya logika oleh filsuf Cicero di mana logika masih diartikan sebagai seni berdebad. Pada permulaan abad ke 3 sesudah masehi oleh  Alexander Aphrodisias adalah orang yang pertama kali menggunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya pemikiran kita
Rapar (1996:14) mengemukakan bahwa sampai abad kedua belas atau ketiga belas, karya-karya tulis di bidang logika yang masih digunakan ialah Categoriae dan De interpretatione Aristoteles serta Eisagoge Porphyrius  Pada abad ke sampai abad kelimabelas, tampillah logika modern dengan tokoh-tokohnya, antara lain, Petrus Hispanus (1210 – 1278), roger Bacon (1214 – 1292), RYMUNDUS Lullus (1232 – 1315), dan William Ockham  (1285 – 1349)
Kendatipun logika modern telah dikembangkan, logika Aristoteles diteruskan  oleh Thomas Hobbews (1588 – 1679) dan John Loek  (1632 – 1704). Francis Bacon (1561 – 1626) mengembangkan logika induktif, sedangkan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 – 1716, George Boole (1815 – 1864), John Venn (1834 – 1923), Dan Gottlob Frege (1848 – 1925) dikenal sebagai para pelopor logika simbolik. Kemudia, filsuf besar Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce  (1839 – 1914) yang pernah mengajar logika di John Hopking University, melengkapi logika simbolik lewat karya tulisnya yang sangat banyak. Ia menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs) dan melahirkan dalil yang disebut dalil Peirce (Peirce’s law) Logika simbolik simbolik mencapai puncaknya lewat karya bersama Alfred North Whitehead  (1861 1947) dan Bertrand Arthur William Dussel (1872-1970) berjudul Principia Mathematica,  berjumlah tiga jilid dan ditulis pada tahun 1910 – 1913. Logika simbolik diteruskan oleh Ludwing Wittgenstein 911889 – 1951), Ruddolf Carnap (1891 – 1970), Kurt Godel (1906 – 1978, dan lain-lain.


A.    Kegunaan dan manfaat logika

Rapart, (1996:15), mengemukakan paling tidak ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:
1.      membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren;
2.      meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif
3.      menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
4.      meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.
Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan. Tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, bapak logika, yaitu  logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka semua pintu masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa logika juga dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika mengajarkan tentang berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir sebagaimana adanya seperti dalam ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi kemanfaatan praktis, akal semakin tajam/kritis dalam mengambil putusan yang benar dan runtut (consisten).


B.     Logika dalam Ilmu Pengetahuan

Kaitan dengan ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan, tidak ada pengetahuan yang tidak didasarkan suatu logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah  mencapai kebenaran ilmiah. Aristoteles mengatakan, logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh pengetahuan (episteme). Karena itu, logika adalah ilmu bantu terhadap ilmu-ilmu positif  karena tidak akan pernah mencapai suatu kebenaran ilmiah jika tidak didasarkan dengan logika. Oleh karena itu logika adalah kunci untuk membuka semua pintu masuk keberbagai disiplin ilmu pengetahuan yang benar
Apabila logika dikaitkan dengan pembagian cabang ilmu, ternyata logika pada umumnya dipandang sebagai salah satu cabang filsafat. Ini terbukti dari pembagian filsafat yang banyak dilakukan para ahli filsafat selalu memasukkan logika termasuk dalam cabang filsafat, diantaranya sebagai berikut:
Louis O Kattsoff (1987:71) membagi filsafat dalam dua cabang mata pelajaran yaitu 1) mata pelajaran mengenai alat (tools studies), 2) mata pelajaran mengenai bahan (content studies). Mata pelajaran mengenai alat ialah mata pelajaran yang mengajarkan alat-alat bagi mata pelajaran lain. Dan hanya ada satu mata pelajaran mengenai alat di dalam filsafat yaitu logika. Mata pelajaran mengenai bahan atau isi merupakan mata pelajaran yang mengajarkan fakta-fakta, bahan-bahan atau informasi. Mata pelajaran semacam ini, sepertinya: metafisika, epistemologi, filsafat biologi, filsafat antropologi, filsafat sosiologi, etika, estetika, dan filsafat agama.
Poedjawijatna (1987:51) membagi filsafat:
1)      ontologi atau metafisika generalis,
2)      teologi naturalis atau theodicea,
3)      filsafat alam atau kosmologi,
4)      filsafat manusia atau antropologi metafisika,
5)      filsafat tingkah laku,
6)      filsafat budi atau lgika: logika mayor dan logika minor.
b.      Langeveld (dalam Anshari, 199093) membagi filsafat atas tiga lingkungan masalah, yaitu:
1)      Lingkungan masalah-masalah keadaan (metafisika manusia, alam dan seterusnya;
2)      Lingkungan masalah-masalah pengetahuan (teori pengetahuan, teori kebenaran, logika);
3)      Lingkungan masalah-masalah nilai (teori nilai, etika,  estetika, yang bernilai berdasarkan religi).
c.       Pembagian filsafat dapat juga dibedakan berdasarkan persoalannya, yaitu persoalan tentang keberadaan, persoalan tentang pengetahuan, dan persoalan nilai-nilai, maka cabang filsafat adalah sebagai berikut:
1)      Persoalan keberadaan (being)  atau eksistensi (existence). Persoalan keberadaan atau eksistensi bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu metafisika yang disebut juga dengan ontologi (yang ada)
2)      Persoalan pengetahuan (knowledge) atau kebenaran (truth). Pengetahuan ditinjau dari segi isinya bersangkutan dengan cabang filsafat , yaitu epistemologi. Adapun kebenaran ditinjau dari segi bentuknya bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu logika.
3)      Persoalan nilai-nilai (values). Nilai-nilai dibedakan menjadi dua, yaitu nilai-nilai kebikan tingkah laku dan nilai-nilai keindahan. Nilai-nilai kebaiakan tingkah laku bersangkutan dengan cabang filsafat, yaitu etika. Nilai-nilai keindahan bersangkutan dengan cabang filsaafat, yaitu estetika.
d.      Pembagian lainnya, yang dewasa ini ada yang membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1)      Ilmu Pengetahuan Abstrak (The Abstract Sciences), terdiri atas metafisika, logika, matematika.
2)      Ilmu pengetahuan Alam (The Natural Sciences) terdiri atas fisika, kimia, biologi, geologi, dll.
3)      Ilmu Pengetahuan Humanis (The Human Sciences), tyerdiri atas  psikologi, sosiologi, antropologi, filologi.
e.       Apabila dilihat dari segi fungsi dan tujuannya, ilmu pengetahuan dapat dibagi ke dalam dua kelompok sebagai berikut
1)   Ilmu Teoritis, terdiri atas:
a)      deskriptif (ideografis), yaitu ilmu-ilmu sejarah, sosiografi, etnografi, dan sebagainya
b)      nometetis (eksplanatif), yaitu ilmu-ilmu kimia, ekonomi, sosiologi, dan sebagainya
2)   Ilmu-ilmu terapan terdiri atas:
a)      normatif, yaitu ilmu-ilmu logika, etika, hukum, dan sebagainya
b)      positif (pragmatis), yaitu ilmu-ilmu teknik, pertanian, psikiatri, dan sebagainya
Dari uraian pembagian filsafat tersebut di atas, terlihat bahwa logika adalah suatu ilmu pengetahuan abstrak dalam bidang filsafat, dan tergolong sebagai pengetahuan  mengenai alat untuk bidang pengetahuan lainnya, dan merupakan ilmu-ilmu terapan yang normatif, mempersoalkan mengenai kebenaran.


C.    Berbagai jenis logika (The Liang Gie, 1980: )

1.      Logika makna luas dan logika makna sempit

2.      logika deduktif dan logika induktif
Logika deduktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta kesimpulan yang dihasilakan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal, jika telaah runtut dan sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain, maka proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Oleh karena itu logika deduktif sering disebut pula logika formal, karena yang dibicarakan hanya bentuknya saja terlepas isi apa yang dibicarakan. Dan sering juga hanya disebut dengan “Logika”. Jadi jika hanya logika berarti logika deduktif.
Logikan induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah kebolehjadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti. Logika induktif merupakan pokok bahasan metodologi ilmiah, atau dengan kata lain metodologi ilmiah merupakan perluasan dari logika induktif, sehinga logika induktif disebut juga metode-metode ilmiah.

3.      logika formal dan logika material

4.      logika murni dan logika terapan

5.      logika filsafati dan logika matematik

No comments:

Post a Comment