Powered By Blogger

September 3, 2013

PENGETAHUAN DAN KEBENARAN


A.    Arti Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) berasal dari kata tahu. Pengetahuan berarti apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Dalam Encyclopedia of Philosophy dideskripsikan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified tru blief). Dalam mengetahui yaitu paham suatu subjek terhadap objek yang dihadapinya. Subjek di sini tentunya manusia yang memiliki akal, perasaan, hatinurani, intuisi, dan pancaindera. Gazalba, (Bakhtiar, 2004:85) mengartikan pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu, atau segenap apa yang diketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, seni, dan agama merupakan suatu pengetahuan.
Pengetahuan dapat diperoleh dengan dua cara: 1) non ilmiah dan 2) ilmiah. Pengetahuan non ilmiah disebut juga dengan pengetahuan prailmiah, yaitu segenap hasil pemahaman manusia terhadap sesuatu objek tertentu yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari sebagai produk dari panca indera, termasuk pemahaman yang diperoleh secara gaib dan secara intuisi.
Pengetahuan ilmiah ialah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar. Ilmu tentang metode disebut dengan metodologi, yaitu suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.  Metode-metode ilmiah ini secara garis besar ada dua macam, yaitu:
1)      metode ilmiah yang bersifat umum, dan 2) metode penyelidikan ilmiah
Metode ilmiah yang bersifat umum masih dapat dibagi dua, yaitu:
a)      metode analitiko-sintesa, (gabungan dari metode analisis dan metode sintesa)
b)      metode non-deduksi. (gabungan dari metode deduksi dan metode induksi)
            Metode penyelidikan ilmiah, juga dapat dibagi dua, yaitu:
a)      metode penyelidikan yang berbentuk daur/metode siklus empirik, dan
b)      metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk garis tegak lurus/metode vertikal atau yang berbentuk garis lempang/metode linier.
Apabila menggunakan metode analisis, maka dalam babak terakhir akan diperoleh pengetahuan analitik. Pengetahuan analitik itu ada dua macam, yaitu: 1) pengetahuan analitik a priori dan 2) pengetahuan analitik a posteriori
Istilah  a prioriadalah sifat bahan berupa hal-hal/pengertian-pengertin yang diperoleh dari pikiran belaka, tidak dilandasi dengan pengelaman inderawi. Jadi, Pengetahuan analitik a priori adalah pengetahuan yang diperoleh tidak didasarkan dengan pengalaman, disebut pengetahuan mutlak atau pengetahuan nonempiris. Sepertinya: kucing “hitam”. Hitam adalah secara mutlak menurut definisinya
Sedangkan istilah “a posterioriversus a  priori yaitu sifat bahan berupa hal-hal/pengertian-pengertian yang diperoleh dengan pengalaman inderawi sebelumnya. Jadi, pengetahuan analitik a posteriori adalah pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman, dan disebut dengan pengetahuan empirik. Sepertinya: kursi adalah perabot kantor/rumah tangga yang khusus disediakan untuk tempat duduk.    Memberikan pengertian kursi setelah ada pengalaman/pengamatan.

B.     Teori Pengetahuan

Bakhtiar (2004:94) mengemukakan ada dua teori untuk mengetahui hakikat pengetahuan itu, yaitu realisme dan idealisme.

1.      Realisme

Teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme  adalah gambaran  atau kopi yang sebenarnya  dari apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada dalam akal  adalah kopi dari yang asli yang ada di luar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran yang terdapat dalam foto. Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah benar dan tepat bila sesuai dengan kenyataan
Ajaran realisme percaya bahwa dengan sesuatu atau lain cara, ada hal-hal yang hanya terdapat di dalam dan tentang dirinya sendiri, serta yang hakikatnya tidak terpengaruh oleh seseorang. Contohnya, fakta menunjukkan, suatu meja tetap sebagaimana adanya, kendati tidak ada orang di dalam ruangan itu yang menangkapnya. Jadi meja itu tidak tergantung kepada gagasan kita mengenalnya, tetapi tergantung pada meja tersebut
Para penganut realisme mengakui bahwa seseorang bisa salah lihat pada benda-benda atau dia melihat terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. Namun, mereka paham ada benda yang dianggap mempunyai wujud tersendiri, ada benda yang tetap kendati diamati. Menurut Rasyidi (1994:17), penganut agama perlu sekali mempelajari realisme dengan alasan:
a.       Dengan menjelaskan kesulitan-kesulitan yang terdapat dalam pikiran. Kesulitan pikiran tersebut adalah pendapat dalam pikiran. Kesulitan pikiran tersebut adalah pendapat yang mengatakan bahwa tiap-tiap kejadian dapat diketahui hanya dari segi subjektif. Menurut Rasyidi, pernyataan itu tidak benar sebab adanya faktor subjektif bukan berarti menolak faktor objektif. Kalau seseorang melihat sebatang pohon, tentu pohon itu memang yang dilihat oleh subjektif. Namun, hal ini tidak berarti meniadakan pohon yang mempunyai wujud tersendiri. Begitu juga ketika orang berdoa kepada Tuhan, bukan berarti Tuhan itu hanya terdapat dalam pikiran, tetapi Tuhan mempunyai wujud tersendiri.
b.      Dengan jalan memberi pertimbangan-pertimbangan yang positif, menurut Rasyidi, umumnya orang beranggapan bahwa tiap-tia benda mempunyai satu sebab. Contohnya: apa yang menyebabkan Ahmad sakit. Biasanya kita puas ketika kita dijawab karena kuman. Sebenarnya, sebab sakit itu banyak karena ada orang yang bersarang kuman dalam tubuhnya, tetapi dia tidak sakit. Dengan demikian, penyakit si Ahmad itu mungkin disebabkan keadaan badannya, iklim, dan sebagainya. Prinsip semacam ini menurut Rasyidi bisa digunakan untuk mempelajari agama karena adanya perasaan yang subjektif tidak berarti tidak adanya keadaan yang objektif.

2.      Idealisme

Teori idealisme menegaskan bahwa  untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan kenyataan adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses-proses mental atau proses psikologi yang bersifat subjektif. Oleh karena itu pengetahuan bagi seorang idealis hanya merupakan gambaran subjektif dan bukan gambaran objektif tentang realitas. Subjektif dipandang  sebagai suatu yang mengetahui, yaitu dari orang yang membuat gambaran tersebut. Karena itu, pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengetahui (subjek)
Kalau realisme mempertajam perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui, idealisme adalah sebaliknya. Bagi idealisme, dunia dan bagian-bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai hubungan seperti organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Dunia merupakan suatu kebulatan bukan kesatuan mekanik, tetapi kebulatan organik yang sesungguhnya yang sedemikian rupa, sehingga suatu bagian darinya dipandang sebagai kebulatan logis, dengan maknan inti yang terdalam.
Premis pokok yang diajukan  oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta. Idealisme tidak mengingkari adanya materi. Nmun materi adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorang yang akan memikirkan ruh atau akal. Jika seseorang ingin mengetahui apakah sesungguhnya materimitu, dia harus meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu, bukannya apakah materi itu
Sebenarnya, realisme dan idealisme memiliki kelemahan-kelemahan tertentu. Realisme ekstrim bida sampai pada monisme materialistik atau dualisme. Seorang pengikut materialisme mengatakan jika demikian halnya, sudah barang tentu dapat juga dikatakan bahwa jiwa adalah materi dan materi adalah jiwa, bahkan jiq2wa dan materi sepenuhnya sama. Lebih lanjut, realisme tidak mementingkan subjek sebagai penilai. Padahal, subjek yang menilai memiliki peran penting dalam menghubungkan antar objek dengan ungkapan tentang objek tersebut.
Idealisme subjektif juga akan menimbulkan kebenaran yang relatiuf karena setiap individu berhak untuk menolak kebenaran yang datang dari luar dirinya. Akibatnya, kebanran yang bersifat universal tidak diakui. Kalau demikian jadinya, aturan-aturan agama dan kemasyarakata hanya bisa benar untuk kelompok tertentu dan tidak berlaku bagi kelompok lain. Lagi pula, idealisme terlalu mengutamakan subjek sebagai si penilai dengan merendahkan objek yang didnilai. Sebab, subjek yang menilai kadangkala berada pada keadaan yang berubah-ubah, seperti sedang marah dan gembira.


C.    Berbagai Kategori dan jenis Pengetahuan

Russel (Hunnex, 2004:8) membuat  kategori pengetahuan, yaitu:
1.      Pengetahuan melalui pengalaman adalah pengertian yang didapatkan dari:
a.       data indrawi
b.      benda-benda memori
c.       keadaan internal
d.      diri kita sendiri
2.      Pengetahuan melalui deskripsi  yaitu pengetahuan yang didapatkan melalui:
a.       orang lain;
b.      benda-benda fisik (merupakan suatu konstruksi bukan data indrawi)
Burhanuddin Salam (Bakhtiar, 2004:87) membedakan pengetahuan dan kebenaran dalam empat kategori, yaitu::
1.      Pengetahuan biasa yaitu pengetahuan yang diperoleh secara  common sense: persepsi lewat indera dan akal, seperti: pil rasanya pahit, gula rasanya manis garam rasanya asing, air jika dipanasi mendidih, dan sebagainya.
2.      Pengetahuan ilmu yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui metode tertentu (ilmiah): induksi, deduksi, dan analitis. Ilmu adalah pengetahuan, namun tidak semua pengetahuan adalah ilmu. Hanyalah pengetahuan yang memiliki kaidah keilmuan yang dapat disebut sebagai ilmu. Jadi, hanyalah sesuatu objek yang diketahui melalui pengkajian secara ilmiah yang dapat disebut sebagai ilmu.
3.      Pengetahuan  filsafat yaitu pengetahuan umum yang merupakan dasar bagi semua ilmu pengetahuan (induk ilmu pengetahuan). Diperoleh dengan perenungan atas ketakjuban dari sesuatu untuk mengetahuinya secara mendalam. Plato (Sudarsono, 1993:2) menyatakan bahwa filsafat dimulai dari ketakjuban. Plato menyatakan: mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal dari filsafat.
4.      Pengetahuan agama yaitu pengetahuan diperoleh dari Tuhan melalui para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama.


D.    Sumber Pengetahuan

Pada dasarnya manusia memperoleh pengetahuan dari dua sumber, 1) pengetahuan berasal dari perenungan manusia itu sendiri, 2) pengetahuan berasal dari pencipta manusia dan alam semesta yaitu wahyu Tuhan. Bagi manusia yang tidak mempercayai adanya Tuhan seperti materialisme tidak mempercayai jenis pengetahuan ini. Filsafat sebagai ilmu pengetahuan termasuk jenis pengetahuan yang disebut pertama karena manusialah yang berfilsafat sehingga timbullah pengetahuan. Kendatipun pengetahuan diperoleh dari dua sumber yang disebutkan diatas, manusia memperoleh pengetahuan yang benar, didasarkan atas: rasio, pengalaman, intuisi, dan wahyu.

1.      Rasionalisme

Menurut aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek. Jadi dalam hal ini aliran rasionalisme itu secara umum dibandingkan atau bahkan dilawankan dengan aliran epirisme. Muhammad Baqir Ash-shadr (1993:37) mengatakan bahwa dalam pandangan kaum rasionalis, pengetahuan manusia terbagi menjadi dua. Pertama, pengetahuan yang mesti, atau intuitif, yaitu akal mesti mengakui suatu proposisi tertentu tanpa mencari dalil atau bukti kebenarannya. Kedua, akal tidak akan mempercayai kebenaran beberapa proposisi, kecuali dengan pengetahuan-pengetahuan “pendahulu”. Penilaian atas proposisi-proposisi tersebut  bergantung pada proses pemikiran dan penggalian kebenaran dari kebenaran-kebenaran  yang lebih dahulu dan lebih pasti darinya, seperti:
- “bumi itu bulat”, 
- “gerak adalah sebab terjadinya panas”,
- “gerak mundur tak terbatas adalah mustahil”,
- “benda-benda logam itu memuai oleh panas”



2.      Empirisme

Kata empirisme berasal dari kata Yunani empirikos, artinya pengalaman. Menurut aliran empirisme manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya yang konkret, yaitu pengalaman inderawi. Misalnya, manusia tahu es dingin dan api panas karena ia menyentuhnya, gula manis, pil pahit karena ia mencicipinya. Jadi pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar, dan metode penelitian  yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode ekperimen.
John Locke (1632-1704), bapak empiris Britania mengemukakan teori tabularasa (sejenis buku catatan yang kosong). Maksudnya ialah bahwa manusia lahir bagaikan kertas yang kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannyalah mengisi jiwa yang kosong itu, sehingga ia memiliki pengetahuan. Makin banyak pengalaman maka makin banyaklah pengetahuan yang dimilikinya. Pepatah mengatakan: jauh perjalanan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasakan.

3.      Intuisi

Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu.  Menurut Henri Bergson (Bakhtiar, 1859:107) intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Ahmad Tafsir (ibid) menegaskan bahwa pengembangan kemampuan intuisi memerlukan suatu usaha, Kattsoft (ibid) juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.
Selanjutnya Kattsoft, mengatakan intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis. Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisis atau pengetahuan yang diperoleh lewat pelukisan tidak dapat menggantikan hasil pengenalan intuisi.
Suriasumantri (1998:53) mengemukakan instuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun pengetahuan secara teratur, intuisi tidak dapat diandalkan. Juga Salam (2000:131) bahwa pengetahuan intuisi dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan . Kegiatan intuisi dan analisis bisa bekerja  saling membantu dalam menemukan kebenaran. Bagi Nietzchen intuisi merupakan “inteligensi yang paling tinggi” dan bagi Maslow intuisi merupakan “pengalaman puncak” (peak experience)

4.      Wahyu

Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutusnya. Para nabi memperoleh pengatahuan dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah, tanpa memerlukan waktu untuk memperolehnya. Kemudian pengikutnya menerimahnya dengan keyakinan. Berdasarkan keyakinan inilah merupakan titik tolak dalam agama dan lewat pengkajian selanjutnya dapat meningkatkan atau menurunkan kepercayaan itu. Disinilah letak perbedaan agama dengan ilmu pengetahuan, agama dimulai dengan rasa percaya dan lewat pengkajian selanjutnya kepercayaan itu bisa meningkat atau menurun. Pengetahuan lain umpamanya ilmu yang dimulai dari rasa tidak percaya dan mengkaji dengan  riset, pengalaman, dan percobaan untuk sampai kepada kebenaran yang faktual.


E.     Sifat dan Kriteria Kebenaran

1.      Sifat Kebenaran

Hunnex (2004:18) mengenalkan empat sifat kebenaran, yaitu: sifat deskriptif, sifat instrumental, sifat substantif, dan sifat eksistensial.
a.       Kebenaran dapat bersifat deskriptif, terdapat dalam sebuah pernyataan, preposisi, atau keyakinan yang (a) bersifat mesti, yakni secara analisis ia benar, seperti  “Jika p menyiratkan q, dan p adalah kasus maka q juga adalah kasus.” Atau (b) bersifat kemungkinan, yakni secara empiris ia benar, misalnya: “Bumi itu bulat” “Kebenaran” berfungsi sebagai kata sifat, seperti keyakinan yang benar.
b.      Kebenaran dapat bersifat instrumental, yang terdapat dalam suatu keyakinan yang menjadi pembimbing bagi pemikiran dan tindakan untuk meraih kesuksesan, misalnya bertindak dengan keyakinan bahwa sifat  api membakar, dapat mencegah seseorang dari kebakaran. “Kebenaran”  berfungsi sebagai kata keterangan (adverb), yakni seseorang memiliki keyakinan  dengan benar
c.       Kebenaran dapat bersifat substantif atau ontologi, didasarkan pada kenyataan seperti “Tuhan adalah kebenaran.” Jadi, kebenaran berfungsi sebagai kata benda.
d.      Kebenaran bersifat eksistensial, yakni didasarkan pada salah satu jalan hidup atau komitmen puncak. Seseorang hidup lebih baik dari sekedar mengetahui kebenaran. Jadi “kebenaran” berfungsi sebagai kata kerja.

2.      Kriteria Kebanaran

Secara tradisional dikenal dua teori kebenaran, yaitu: teori kebenaran koherensi, dan teori kebenaran  korespondensi. Michael Williams (Muhajir, 1998:13) mengenalkan 5 teori kebenaran, yaitu: kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik, dan  kebenaran proposisi. Muhajir (ibid) menambahkannya dengan  kebenaran paradigmatik, dan  Bakhtiar (2004:121) mengemukakan bahwa agama juga sebagai teori kebenaran.

a.       Kebenaran Koherensi

Kebenaran koherensi disebut juga dengan kebenaran konsistensi/harmoni, yaitu sesuatu pernyataan dikatakan benar apabila di dalamnya terkandung ide-ide lain yang saling berhubungan secara konsisten mengenai barang sesuatu itu. Ukuran konsistensi atau koherensi ada dua, yaitu:
1)      kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan yang sudah lebih dahulu diketahui, terima dan akui sebagai benar
2)      suatu putusan diangap benar apabila mendapat penyaksian oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui, diterima, dan diakui kebenarannya. – teori penyaksian (justifikasi)
Bahtiar (ibid) menegaskan bahwa suatu teori itu dianggap benar apabila tahan uji (testable). Artinya, suatu teori yang sudah dicetuskan oleh seseorang kemudian teori tersebut diuji oleh orang lain, tentunya dengan mengkomparasikan dengan data-data baru. Oleh karena itu, apabila teori itu bertentangan dengan data yang baru, secara otomatis teori pertama gugur atau batal (refutability). Sebaliknya, kalau data itu cocok dengan teori lama, teori itu semakin kuat (corroborational)

b.      Kebenaran Korespondensi

Kebenaran korespondensi yaitu sesuatu dikatakan benar apabila ada kesesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Jadi,  kebenaran ada pada realita obyektif ( obyective reality). Ukuran dari teori ini ada dua hal, yaitu:
1)      pernyataan, dan 2) kenyataan. Dikatakan benar apabila pernyataan sesuai dengan kenyataan. Misalnya: Makassar adalah Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan (benar) - pernyataan dan kenyataan sesuai. Kalau Pare-pare adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan (salah) - pernyataan tidak sesuai dengan kenyataan, karena  Pare-pare bukan  ibu kota provinsi.

c.       Kebenaran performatif

Kebenaran performatif yaitu sesuatu dikatakan benar apabila memang dapat diaktualkan dalam tindakan. Jadi, sebagai ukuran kebanaran, yaitu kemungkinan dapat dikerjakan (workability). Apa bila sesuatu yang tidak mungkin dapat dikerjakan, maka teori performatif menyatakan hal yang tidak benar (salah). Misalnya: menyiapkan komputer untuk proses pembelajaran di daerah yang tidak tersedia tenaga listrik. Hal ini tidak benar (salah) karena komputer tersebut tidak dapat dioperasikan

d.      Kebenaran pragmatik

Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani pragma artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Menurut teori kebenaran pragmatis, sesuatu dikatakan benar jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu bersifat fungsional. Artinya: mempunyai kegunaan praktis atau mendatangkan manfaat (utility) bagi kehidupan manusia. Sebaliknya dikatakan salah jika pernyataan itu tidak mendatangkan manfaat.
Kriteria paragmatisme ini juga dipergunakan oleh ilmuan dalam menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu. Secara hitoris maka pernyataan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat paragmatis: selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar. Sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan. Demikian pula suatu pernyataan mungkin benar ditempat itu, tetapi ditempat lain dinyatakan tidak benar. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran berdasarkan pada keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu.

e.       Kebenaran proposisi

Kebenaran proposisi yaitu suatu kebenaran yang dilihat dari segi persyaratan formal suatu proposisi. bukan materialnya. Misal:



Kosong
 
    ½ a = ½ b. Jadi a = b
   ½  gelas isi = ½ gelas kosong     

Isi
 
    Jadi,  isi = kosong



f.       Kebenaran paradigmatik

Kebenaran Struktural Paradigmatik adalah perkembangan dari kebenaran korespondensi sebagai akibat dari rekonstruksi rasional menjadi suatu paradigma yaitu suatu kebenaran jika ada hubungan struktural antar berbagai sesuatu yang konstan.

g.      Kebenaran Agama

Kebenaran Agama, berbeda dengan teori kebenaran lainnya yang mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia. Kebenaran agama lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari Tuhan.  Sesuatu yang benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

No comments:

Post a Comment