S I LOG I S M E
A.
Konsep Dasar Silogisme
1. Pengertian Silogisme
Silogisme dapat didefinisikan sebagai proses
menggabungkan tiga proposisi, dua sebagai premis menjadi dasar penyimpulan
disebut premis I dan premis II, satu menjadi simpulan yang ditarik (konklusi).
Jadi, dalam silogisme selalu ada tiga proposisi,
yakni premis mayor, premis minor, dan akhirnya konklusi. Premis adalah
proposisi-proposisi yang digunakan untuk penarikan konklusi. Konklusi ialah
proposisi yang menyatakan hasil inferensi yang dilakukan berdasarkan
proposisi-proposisi yang menjadi premis-premsi suatu inferensi.
Proposisi-proposisi yang menjadi premis-premis dalam suatu silogisme disebut antesedens, sedangkan proposisi yang
menjadi konklusi disebut konsekuensi.
Predikat konklusi disebut term mayor
[P], dan subjek konklusi disebut term
minor [S]. Disebut demikian karena ekstensi predikat konklusi senantiasa
lebih luas dari subjeknya. Premis yang mengandung term mayor disebut premis mayor, sedangkan premis yang
mengandung term minor disebut premis
minor. Term yang tidak terdapat pada
proposisi konklusi tetapi ada di kedua premis sebagai pembanding disebut term pembanding, atau term antara/term tengah (terminus medius)
[M]
Contoh: Semua binatang makan. Sapi
adalah binatang. Jadi, sapi makan.
Dalam contoh tersebut:
-
Term
minor [S]: sapi
-
Term
mayor [P]: makan
-
Term
pembanding [M]: binatang
-
Premis
mayor: semua binatang makan
-
Premis
minor: sapi itu binatang
-
Simpulan
atau konklusi: sapi makan
2. Berbagai Jenis Silogisme
Mappeati Nyorong, (1978:52) membedakan silogisme
dalam dua jenis, yaitu: silogisme murni dan silogisme campuran berdasarkan
unsur-unsur proposisinya. Jika proposisi-proposisinya sama hubungannya,
silogisme itu dinamai silogisme murni, dan jika proposisi-proposisinya berbeda hubungannya
dinamai silogisme campuran. Selanjutnya dikemukakan bahwa kedua silogisme ini dapat
diklasifikasi lagi, yaitu: Silogisme murni dapat dibagi atas: silogisme murni
kategori, silogisme murni hipotetis, dan slogisme murni disjungtif berdasarkan
proposisi-proposisi pembentunknya. Sedangkan silogisme campuran dibagi pula
atas tiga jenis, yaitu: Silogisme hipotetis kategoris, Disjungtif kategoris,
dan Dilemma.
Sumaryono (1999:90) juga membedakan silogisme
dalam dua kategori, yaitu: silogisme kategoris dan silogisme hipotetis.
1. Silogisme kategoris ialah silogisme
Rapar (1996:66) membagi silogisme ke dalam
beberapa jenis, sebagai berikut:
a. Silogisme sempurna - silogisme yang
terdiri atas tiga proposisi, yaitu dua premis dan satu simpulan (conclution)
b. Silogisme kategoris - silogisme yang
proposisi pertamanya merupakan proposisi kategoris
c. Silogisme
hipotetis - silogisme yang proposisi pertamanya merupakan proposisi
hipotetis,
d. Silogisme tidak sempurna adalah silogisme
yang proposisinya kurang atau lebih dari tiga
Klasifikasi secara visualisasi seperti gambar 4.1
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
Gambar 4,1 Klasifikasi Silogisme (Rapar, 1996:66)
Untuk lebih mendalami setiap jenis silogisme
tersebut diuraikan pada subbab-subbab berikutnya
3. Prinsip-prinsip Silogisme
Rapar (1996:47) mengemukakan ada dua prinsip
silogisme (canons of syllogisme),
yaitu prinsip kesesuaian, dan prinsip ketidaksesuaian
a. Prinsip Kesesuaian (principium convenientiae). Prinsip
kesesuaian menegaskan bahwa apabila dua buah term yang ternyata sama dan sesuai
dengan term ketiga, kedua term itu sama. Contoh: o = q; p = q; maka o = p
b. Prinsip Ketidaksesuaian (principium discrepantiae). Prinsip ini menegaskan bahwa apabila ada dua
buah term dan term yang satu sama dengan term yang ketiga, kedua term itu tidak
tidak sama atau tidak sesuai satu dengan yang lainnya. Contoh: o = q; p ≠ q;
maka o ≠ q
Kedua prinsip tersebut harus dikaitkan pula dengan
diktum Aristoteles yang terkenal: Diktum
de omni et nullo (diktum tentang
semua dan tidak satu pun). Diktum itu berkaitan dengan term berdistribusi dan
term yang tidak berdistribusi.
a. Dictum
de omni menyatakan bahwa
apa yang berlaku bagi sebuah term
berdistribusi, berlaku pula bagi semua yang tercakup dalam ekstensi dari
term tersebut
Contoh:
Semua sarjana adalah lulusan perguruan tinggi
Toar adalah sarjana
Toar adalah lulusan perguruan tinggi
|
b. Dectum
de nullo menyatakan bahwa
apabila sebuah term berdistribusi dinegasi, tidak satu pun dari yang tercakup
dalam ekstensi term tersebut yang tidak dinegasi.
Contoh:
Manusai
adalah buka kera
Toar
adalah manusia
Toar
adalah buka kera
|
B.
Silogisme Kategoris
- Pengertian Silogisme Kategoris
Sebagaimana sudah disebutkan terdahulu
pengertian Silogisme adalah proses menggabungkan tiga proposisi, dua sebagai
premis menjadi dasar penyimpulan disebut premis I dan premis II, satu menjadi simpulan
yang ditarik (konklusi). Silogisme kategoris berarti argumen yang terdiri atas
tiga proposisi kategoris yang saling berkaitan, dua menjadi dasar penyimpulan
disebut premis I (mayor) dan premis II (minor), satu menjadi konklusi. Silogisme
kategoris berarti konklusi deduktif yang menggunakan mediasi, terdiri atas tiga
proposisi kategoris yang saling berkaitan. Dua proposisi pertama sebagai premis
menjadi dasar konklusi. Sedangkan yang ketiga menjadi konklusi. Sebagai contoh
yang sederhana:
Premis I (mayor): Semua mahasiswa bercita-cita tinggi
Premis II (minor): Beberapa diantaranya kuliah dengan rajin
Konklusinya : Jadi, beberapa yang rajin kuliah
bercita-cita tinggi
- Unsur-unsur Silogisme kategoris
Pada uraian pengertian silogisme kategoris di
atas, ada dua unsur-unsur penting yang terdapat dalam sebuah silogisme
kategoris, yaitu:
a. Tiga buah proposisi, yaitu premis mayor,
premis minor, dan konklusi
b. Tiga buah term, yaitu term subjektif (S), term
predikat (P), dan term antara (M)
- Aksioma dan Kaidah Silogisme
Kategoris.
a.
Aksioma Logis dalam Silogisme Kategoris
Setiap silogisme kategoris pada dasarnya
menyatakan kesesuaian atau ketidaksesuaian antara term minor [S] dan term mayor
[P] atas dasar sesuai tidaknya kedua term tersebut dengan term antara [M].
Proses berpikir semacam ini memiliki empat aksioma logis, sebagai berikut:
1) Prinsip Identitas Timbal Balik. Jika dua
term cocok atau identik dengan term ketiga, maka kedua term tersebut identik
satu sama lain.
Contoh:
Semua mahasiswa [M] adalah warga masyarakat
akademis [P]
Teman-teman saya [S] adalah mahasiswa [M]
Jadi, teman-teman saya [S] adalah warga masyarakat akademis [P]
2) Prinsip Berbeda secara Timba Balik. Jika
di antara dua term hanya satu yang cocok
dengan term ketiga, sementara yang lain tidak cocok, maka kedua term pertama
tersebut tidak coco satu sama lain
Contoh:
Mahasiswa [P] adalah kaum intelektual [M]
Pedagang sayur [S] bukan kaum
intelektual [M]
Jadi, pedagang sayur [S] bukan
mahasiswa [P]
3) Prinsip Dictum de Omni. Apa yang diakui
tentang suatu kelas logis tertentu diakui pula tentang bagian-bagian logisnya.
Dengan kata lain, apa yang diakui tentang suatu term tertentu diakui pula
tentang term-term lain yang menjadi bawahannya.
Contoh:
Setiap manusia adalah makhluk mortal
Amad adalah manusi
Jadi, Ahmad adalah makhluk
mortal.
4) Prinsip Dictum de Nullo (Hukum
Kemustahilan). Apa yang diingkari tentang suatu kelas logis tertentu dingkari
juga tentang bagian-bagiannya (secara logis),. Dengan kata lain, apa yang
secara universal diingkari teentang suatu term diingkari juga tentang
masing-masing contoh objek penjabaran term tersebut.
Contoh:
Bangsa Indonesia bukan bangsa Belanda
Orang Bugis adalah bagian dari
bangsa Indonesia
Jadi, orang Bugis bukan bangsa
Belanda
b.
Kaidah silogisme yang didasarkan pada term
Pada umumnya literatur menyatakan bahwa ada empat
kaidah/hukum yang didasarkan pada term dalam penyusunan silogisme kategoris,
sehingga dapat diperoleh suatu konklusi yang benar, yaitu:
1) Sebuah silogisme yang benar tidak boleh
mengandung kurang atau lebih dari 3 (tiga) term (minor, mayor, dan menengah)
Untuk memperoleh konklusi yang tepat, sebuah
silogisme harus terdiri atas tiga term saja, yaitu term mayor, term minor, dan
term antara yang masing-masing disebut
dua kali dalam silogisme tersebut. Ketiga term tersebut tidak boleh memiliki
arti rangkap karena akan mengakibatkan kesesatan ekuivokasi. Jika term mayor
yang memiliki arti rangkap, akan terjadi kesalahan ambiguis mayor; jika term
minor yang memiliki arti rangkap, akanterjadi kesalahan ambiguis minor; dan
jika term antara yang memiliki arti rangkap , akanterjadi kesalahan ambiguis
antara. Tewrm-term yang memiliki arti rangkap, antara lain, apel (apel bendera
atau buah apel), kambing hitam (kambing berwarna hitam atau orang yanag
dipersalahkan tetapi sebenarnya tidak bersalah), gabus (ikan air tawar atau
kayu yang lunak), dan sebagainya.
2) Term antara (pembanding) harus berada
dalam premis dan bukan dalam konklusi
Term antara
adalah pembanding antara term minor dan term mayor dalam premis-premis.
Perbandingan itu dimaksudkan untuk menemukan sesuai tidaknya antara term subjek
[S] dan term predikat [P]. Jadi, sudah semestinya bahwa term antara [M] terdapat
pada kedua premis. Jika term ini muncul kembali di dalam kesimpulan, maka dapat
diartikan bahwa dalam proses penalaran ini tidak terjadi proses konklusi
Contoh:
Siapa orang dapat tertawa
Setiap orang dapat menangis
Jadi, setiap oran dapat tertawa sambil
menangis
Jika proses penalarannya terjadi seperti contoh di
atas, maka sebenarnya proses tersebut bukan ssilogisme sebab dalam penalaran
tersebut tidak terdapat kebenaran baru
yang seharusnya muncul di dalam konklusi. Konklusi adalah titik akhir yang
hendak dicapai/dinyatakan oleh premis-premisna.
3) Term Subjek dan predikat dalam kesimpulan
tidak boleh lebih luas dari term dalam premis.
Apabila suatu term tertentu dalam premis tidak
mempunyai luas universal, janganlah menurunkannya dalam kesimpulan dengan luas
universal. Jadi, apabila suatu term tertentu dalam premis adalah partikular,
tidak boleh menurunkannya dalam kesimpulan dengan luas universal.
Contoh:
Semua burun mempunyai saya
Beberapa binatang adalah burung
Jadi, semkua binatang mempunyai sayap.
Dari contoh ini terlihat bahwa luas term subjek
sebagai term minor (binatang) dalam
kesimpulan lebih besar daripada luas
term tersebut dalam premis minor. Kesimulan seharusnya berbunyi ‘Beberapa
binatang mempunyai sayap.’
4) Term antara (pembanding) harus
sekurang-kurangnya satu kali muncul sebagai term/pengertian universal.
Referent (objek) dari term antara
sekurang-kurangnya identik (atau tidak identik) dengan referent (objek) dari
term minor atau dari term mayor. Jika term antara digunakan dua kali secara
partikular di dalam premis-premisnya, ini berarti bahwa term minor hanya sesuai dengan bagian tertentu dari term
antara.Dalam hal ini, kita tidak tahu
pasti apakah term minor [S] dan term mayor [P] dapat sesuai dengan
bagian term antara tersebut, sebab di dalam premis tidak dinyatakan secara
eksplisit apakah bagian dari term antara yang cocok dengan term minor itu cocok
juga dengan term mayor.
Contoh:
Tikus mempunyai ekor
Ikan mempunyai ekor
Jadi, tikus sama dengan ikan
Faktanya memang benar bahwa tikus dan ikan
mempunyai cciri umum yaitu memiliki
ekor. Namun, ini tidak berarti bahwa keduanya lalu ideentik satu sama lain. Ada
ciri lain yang justru membedakan keduanya. Kedua jenis binatang tersebut hanya
identik dalam salah satu bagian tubuhnya saja, bukan secara keseluruhan mirip
satu sama lain
c.
Kaidah silogisme yang didasarkan pada
premis
Sumaryono (1999:97) mengemukakan ada empat kaidah
atau aturan silogisme yang didasarkan pada premis, sehingga dapat diraih
konklusi yang benar, yaitu:
1) Apabika kedua premis positif maka kesimpulannya
harus positif
2) Kedua premis tidak boleh negatif, karena
tidak bisa melahirkan suatu kesimpulan
3) Kedua premis tidak boleh partikular,
setidak-tidaknya salah satu harus universal
4) Kesimpulan harus mengikuti premis yang
paling lemah
Rapar (1997:50) menambahkan tiga sehingga menjadi
tujuh kaidah/hukum yang didasarkan pada premis dalam penyusunan silogisme,
yaitu:
1) Sebuah silogisme hanya memiliki dua premis
dan satu konklusi
Silogisme yang sempurna memiliki dua premis yang
tgerdiri atas premis mayor dan premis minor. Dari premis mayor dan premis minor
itulah konklusi dapat diambil. Semua itu telah dijelaskan dalam definisi
mengenai silogisme
2) Premis-premis dalam sebuah silogisme tidak
boleh kedua-duanya
Premis negatif menunjukkan bahwa predikat
proposisi menyangkal/menegasi subjeknya. Hal itu berarti bahwa tidak ada
hubungan antara subjek dan predikat. Apabila kedua premis negatif, semua term
dari kedua premis itu tidak memiliki hubungan satu dengan lainnya karena tidak
ada yang menghubungkan term-term tersebut. Jika demikian, dengan sendirinya
tidak ada hubungan antara premis mayor dan premis minor sehingga tidak mungkin
memperoleh konklusi dari dua premis yang tidak memiliki hubungan apa pun juga.
Contoh:
Semua hakim bukan polisi
Semua polisi bukan jaksa
Jadi, ................................
3) Apabila kedua premis afirmatif,
konklusinya pun afirmatif
Dua buah premis afirmatif yang term-term dalam
proposisinya dihubungkan oleh sebuah term (term M) yang sama dengan term-term tersebut
akan mengakibatkan term-term tersebut pun sama. Karena term-term itu saling
mengafirmasi, konklusinya pun afirmasi
Contoh:
Semua manusia adalah ciptaan Tuhan
Semua petani adalah manusia
Jadi, semua petani adalah ciptaan Tuhan
4) Jika salah satu premis negatif, konklusi
pun negatif
Apabila salah satu premis negatif, berarti bahwa
ada term yang mengingkari/menegasi term
lainnya dalam premis. Akibatnya, konklusi pun negatif karena apa yang diingkari
dalam premis akan didindgkari pula dalam konklusi..
Contoh:
Semua manusia bukan kera
Adam adalah manusia
Adam buka kera
5) Premis tidak boleh kedua-duanya partikular
Silogisme
adalah bentuk formal penalaran deduksi. Karena penalaran deduktif adalah
dari umum (universal) ke khusus (partikular), konklusi tidak mungkin dapat
diambil dari dua premis partikular.
Contoh:
Bebarapa
manusia adalah penipu
Beberapa manusia adalah
pemberontak
Jadi,
...............................................
6) Konklusi tidak dapat diambil dari premis
mayor partikular dan premis minor
negatif. Apabila premis minor negatif, premis mayor haruslah afirmatif dan
konklusinya pun negatif. Jika konklusi negatif, term mayor harus berdistribusi.
Apabila premis mayor partikular, berarti tidak satu pun term dalam proposisi
premis mayor itu yang berdistribusi.
Jadi, konklusi tidak dapat diambil dari premis mayor partikular dan premis
minor negatif.
Contoh:
Sebagian mahasiswa adalah wanita
Kartono bukan wanita
Jadi, ...................................................
7) Apabila satu premis partikular, konklusi
pun harus partikular.
Proses penalaran deduktif ialah dari universal ke
partikular. Oleh karena itu, apabila dalam premis ada proposisi partikuar,
konklusi pun harus partikular. Tidak mungkin konklusi universal apabila ada
premis yang partikular
Contoh:
Semua
filsuf adalah manusia
Plato
adalah filsuf
Jadi,
Plato adalah manusia
- Pola Silogisme Kategoris
Yang dimaksud dengan pola atau bentuk dan ada pula
yang menyebutnya dengan figura silogisme adalah tatanan yang benar dari letak
term pembanding [M] dalam hubungannya dengan term minor [S] dan term mayor [P]
dalam premis. Surajiyo, dkk. (2009:67) membedakan ada empat kemungkinan pola atau
bentuk silogisme kategoris, yakni sebagai berikut:
a. Silogisme
Sub-Pre. Suatu pola
silogisme yang term pembandingnya dalam premis pertama sebagai subjek dan dalam
premis kedua sebagai predikat
Polanya: M
= P, S = M, Jadi,
S = P
Contoh:
Semua “manusia” akan mati [M = P]
Socrates adalah “manusia” [S = M]
Jadi, Socrates akan mati [S = P]
b. Silogisme
Bis-Pre. Suatu pola
silogisme yang term pembandingnya menjadi predikat dalam kedua premis.
Polanya: P = M
S = M Jadi, S = P
Contoh:
Semua orang yang berjasa terhadap negara adalah “pahlawan” [P = M]
Soekarno adalah “pahlawan” [S = M]
Jadi, Soekarno adalah orang yang berjasa terhadap negara [S = P]
c. Silogise
Bis-Sub. Suatu pola
silogisme yang term pembandingnya menjadi subjek dalam kedua premis.
Polanya: M
= P M = S Jadi, S = P
Contoh:
“Manusia” adalah berbudaya [M = P]
“Manusia” itu juga berakal budi [M = S]
Jadi, semua yang berakal budi adalah
berbudaya [S = P]
d. Silogisme
Pre-Sub. Suatu pola
silogisme yang term pembandingnya dalam
premis pertama sebagai predika dan dalam premisw kedua sebagai subjek
Polanya: P = M M = S
Jadi, S = P
Contoh:
Semua influenza adalah “penyakit” [P
= M]
Semua “penyakit” adalah mengganggu
kesehatan [M = S]
Jadi, sebagian yang mengganggu kesehatan
adalah influenza [S = P]
- Metode Praktis Penyimpulan Silogisme Kategoris
Surajiyo, dkk. (2009:73) mengemukakan ada lima
jenis proposisi kategoris yang diolah secara silogisme, yaitu sebagai berikut:
a. Proposisi Universal Afirmatif Equivalen
Misal: semua siku-siku sudutnya 90 derajat
Diagram simbol dan diagrfam humpunanya adalah:
![]() |
S P
(S = P)
b. Proposisi Universal Afirmatif Implikasi
Contoh: Semua bangsa Indonesia tidak berhaluan
komunis
Diagram
simbol dan diagram himpunannya adalah:
![]() |
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
(S P)
c. Proposisi
Universal Negatif
Contoh: Semua bangsa Indonesia tidak berhaluan
komunis
Diagram simbol dan diagram himpunannya adalah
![]() |
![]() |
S P
(S Ø P)
d. Proposisi Partikular Afirmatif Inklusif
Contoh: Sebagian politikus adalah sarjana hukum
Diagram simbol dan diagram himpunannya adalah
![]() |
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
c. Proposisi Partikular Afirmasi Implikasi
Contoh: sebagian bangsa Indonesia ada Pulau
Sulawesi
Diagram simbol dan diagram himpunannya adalah
![]() |
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image012.gif)
(S
P)
Selanjutnya Surajiyo, dkk. (ibid) mengemukakan
bahwa proposisi partikular negatif inklusif dan proposisi partikular negatif
implikasi, jika dibuat dalam diagram himpunan, bentuknya sama dengan proposisi
partikular afirmatif inklusif dan implikasi. Oleh karena itu, praktisnya ada lima
proposisi yang diolah dalam silogisme.
Apabila silogisme bisa disimpulkan secara pasti
atau tidak, dapat diterapkan 2 (dua) metode praktis, yaitu sebagai berikut:
a. Suatu silogisme dapat disimpulkan secara
pasti, apabila dilukiskan dalam diagram himpunan hanya ada satu bentuk.
Kesimpulan dalam silogisme sebenarnya hanyalah menarik dari suatu proposisi
yang sudah termuat dalam premis.
Misalnya:
Semua binatang akan mati,
Burung adalah binatang,
Jadi, burung akan mati.
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.gif)
A B
Simbol tersebut kalau dibuat dalam diagram
himpunan, maka
![]() |
b. Suatu silogisme tidak dapat diambil simpulan
secara pasti, apabila dilukiskan dalam diagram himpunan, ada beberapa bentuk.
Contoh:
Sebagian mahasiswa berasal dari orang Pare-pare
Sebagian orang Pare-Pare adalah jualan cakar
Jadi, .........
Contoh tersebut kalau dibuat dalam diagram simbol
maka:
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.gif)
?
Kalau dibuat dalam diagram himpunan maka
ada beberapa diagram, yaitu:
![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image019.gif)
![]() |
|||||
![]() |
|||||
|
C.
Silogisme Hipotetis
- Pengertian Silogisme Hipotetis
Silogisme hipotetis adalah silogisme yang
premis mayornya adalah proposisi hipotetis. Silogisme hipotesis berbeda dengan
silogisme kategorik, yaitu: Proposisi hipotesisnya tidak terdiri atas subjek
dan predikat yang dihubungkan dengan kopula. Sebagai contoh:
Premis mayor : Jika rusak, maka harus diperbaiki, - hipotetis
Premis minor : Mesin ketik saya rusak,
Kesimpulannya: Jadi, mesin ketik saya harus diperbaiki
- Jenis-jenis Silogisme Hipotetis
Sudah dikemukakan terdahulu dalam Bab III,
proposisi hipotesis dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu: proposisi
kondisional (conditional proposition), proposisi disjungtif, (disjunctive
proposition), dan proposisi
konjungtif (conjunctif proposition)
Proposisi kondisional – proposisi yang teridiri atas
dua bagian yang digandengkan dengan menggunakan kata-kata: “Apabila ... Maka ...” Boleh juga menggunakan
kata-kata: “Jikalau/jika ... Maka ...” Misalnya: “Jika ia pergi, maka kita
tidak dapat menemuinya”. Bagian proposisi yang diawali dengan kata
“jika/jikalau” atau “apabila” disebut
anteseden, sedangkan bagian yang diawali dengan kata “maka” disebut konsekuen.
Proposisi
disjungtif – proposisi yang
subjek atau predikatnya terdiri atas
bagian-bagian yang saling
menyisihkan
Contohnya: “Saya berjalan lambat atau cepat”;
“Anda atau saya yang benar”
Proposisi
konjungtif – proposisi yang
memiliki dua predikat yang biasanya dihubungkan oleh kata “dan” yang tidak
mungkin benar dalam waktu yang bersamaan jia dikenakan kepada subjek yang sama
Contohnya:
“Papan tulis itu tidak mungkin hitam dan sekaligus putih”
Rapar (1996:67) mengemukakan ketiga jenis
proposisi hipotesis itulah yang membentuk ketiga jenis silogisme hipotesis
berikut: silogisme hipotetis kondisional, silogisme hipotesis disjungtif, dan silogisme
hipotesis konjungtif.
- Silogisme hipotetis kondisional
Silogisme kondisional ialah silogisme yang memiliki
premis mayor berupa proposisi kondisional, sementara premis minor dan
kesimpulannya berupa proposisi kategoris.
Contoh:
Jika
ada uang, maka ada barang
Uang
ini ada
![]() |
Jadi,
ada barang
Rapar (ibid), mengemukakan silogisme kondisional
dapat dibedakan atas tiga jenis berikut ini
1) Silogisme kondisional yang memiliki relasi
kausal satu arah
2) Silogisme kondisional yang memiliki relasi
kausal timbal balik (dua arah)
3) Silogisme kondisional yang memiliki relasi
kausal probabilitas.
- Silogisme hipotetis disjungtif
Silogisme disjungtif ialah silogisme yang memiliki
premis mayor dalam bentuk proposisi disjungtif, sedangkan premis minor dan
kesimpulannya berupa proposisi kategoris.
Contoh:
Dekan
FIS akan keluar Negeri atau ke Daerah (premis
mayor)
Ia
ternyata ke Daerah (premis
minor)
![]() |
Jadi,
Dekan FIS tidak keluar Negeri
- Silogisme hipotetis konjungtif
Silogisme konjungtif ialah silogisme yang memiliki
premis mayor dalam bentuk proposisi konjungtif, sementara premis minor dan
kesimpulannya berupa proposisi kategoris. Proposisi konjungtif adalah proposisi
yang memiliki dua predikat yang bersifat kontraris, yakni tidak mungkin
sama-sama memiliki kebenaran pada saat yang bersamaan.
Contoh:
Air
tidak dapat dirasakan panas “dan” dingin pada saat yang bersamaan
Air
ini panas
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image024.gif)
Jadi,
air ini tidak dingin
D.
Silogisme Tidak Sempurna
Silogisme kategorik yang telah diuraikan
merupakan silogisme sempurna atau disebut juga dengan silogisme beraturan atau
silogisme lengkap yang terdiri atas dua proposisi yang berupa premis mayor dan
premis minor, dan sebuah konklusi. Acap kali hanya konklusi yang disebut, atau
hanya premis mayor dan konklusi atau
premis minor dan konklusi, atau hanya .premis mayor dan premis minor saja
karena yang tidak diungkapkan dianggap telah diketahui oleh pembaca atau oleh
pendengar. Silogisme yang digunakan dengan cara demikian disebut silogisme
tidak sempurna.
Silogisme yang tidak sempurna antara lain:
enthymema, epicheirema, polisilogisme, sorites, dilema, dan paradoks. Semua ini akan dibicarakan satu
persatu secarad jelas.
1. Enthymema,
Istilah yang sama dengan enthymema adalah
silogisme berantai, yaitu ssilogisme di mana premis minornya dihlangkan karena
dianggap telah diketahui oleh semua orang sehingga tidak perlu disebut lagi.
Sumaryono (1999:107) mengemukakan ada empat macam Enthymema
a. premis mayor tidak disebutkan, namun dapat
dimengerti
Contoh:
Socrates
adalah manusia, maka ia dapat mati
Premis mayor yang tidak disebutkan adalah semua manusia dapat mati
b. premis minor tidak disebutkan, namun dapat
dimengerti
Contoh:
Siapa saja yang menjadi kepala negara
memiliki kekuasaan
Jadi, ia memiliki kekuasaan
Premis minor yang tidak disebutkan adalah Ia adalah seorang kepala negara
c. Konklusi tidak disebutkan, namun
pengertiannya dapat dimengerti
Contoh:
Semua tindakan kejahatan akan dikenakan
sanksi hukum
Korupsi adalah tindak kejahatan
Konklusi
yang tidak disebutkan adalah Jadi, tindak
korupsi akan dikenai sanksi hukum
d. Hanya konklusi yang disebutkan, namun
pengertiannya dapat dimengerti
Contoh:
Socrates tidak sempurna
Premis mayor dan premis minir tidak
disebutkan, yaitu:
Tidak seorang pun manusia yang sempurna (premis mayor)
Socrates adalah manusia (premis minor)
2. Epicheirema
Epicheirema adalah silogisme (kategoris) di mana salahsatu atau kedua
premisnya sudah dilengkapi dengan pembuktiannya, nyaitu berupa penjelasan yang
biasanya menyatakan anak kalimat kausal yang dalam susunannya didahului dengan
term-term karena, sebab, bilamana, jika, sejauh, dan sebagainya
Contoh:
Manusia
dapat berpikir sebab ia memiliki akal budi
Mario
Kempes adalah manusia
Jadi,
Mario Kempes dapat berpikir
Untuk mengetahui validitas sebuah
epicheirema, proses penalarannya harus dapat dikembalikan pada seluruh
persyaratan dan aturan penyusunan silogisme.
3. Polisilogisme
Polisilogisme adalah silogisme yang terdiri
atas rangkaian silogisme yang disusun sebagai berikut: Konklusi silogisme
pertama menjadi premis mayor dari silogisme berikut, dan demikian pula
seterusnya. Bakry (2001:147) mengartikan polisilogisme sebagai suatu bentuk
penyimpulan berupa perkaitan silogisme , sehingga kesimpulan silogisme
sebelumnya menjadi premis pada silogisme berikutnya.
Bentuk penalaran polisilogisme pada
dasarnya merupakan uraian terperinci bentuk sorites, yang tiap tahap diberi
kesimpulan tersendiri, sehingga merupakan silogissme bertumpuk ataun silogisme
berkaitan, yaitu silogismenya bertumpuk atau berkaitan bukan premisnya seperti
sorites. Dari uraian tersebut dapat ddikemukakan perbedaan pokok antara
polisilogisme dengan sorites, yaitu: Dalam penalaran bentuk polisilogisme yang
berkaitan adalah silogismenya, sedang sorites yang berkaitan adalah premisnya.
Contoh:
Semua manusia tidak sempurna
Semua raja adalah manusia
Semua raja tidak sempurna
La Patiroi adalah seorang raja
Jadi, La Patiroi tidak sempurna
4. Sorites
Sorites adalah silogisme yang berantai
yang susunannya berbeda dengan polisilogisme, yaitu sorites premisnya yang
berkaitan. Rapart (1996:81) dan Bakry (2001) membagi dua jenis, yaitu sorites
progresif dan sorites regresif.
a. Sorites progresif berasal dari
Aristoteles, maka sering disebut sorites Aristotelian, yaitu suatu perbincangan
mengarah maju dari term yang tersempit sampai pada yang terluas, disusun
sebagai berikut: Predikat proposisi pertama, menjadi subjek proposisi kedua,
predikat proposisi kedua menjadi subjek pada proposisi ketiga dan demikian
selanjutnya hingga pada akhirnya ditarik konklusi yang subjeknya adalah subjek
proposisi pertama dan predikatnya adalah predikat proposisi terakhir.
Contoh:
Jiwa manusia adalah rasional
Apa yang rasional adalah spiritual (rohani)
Apa yang spiritual tidak akan mati
Jadi, jiwa manusia tidak akan mati
b. Sorites regresif berasal dari Goclenius
dan sering disebut sorites Goclenian, yaitu suatu perbincangan mengarah balik
dari term yang terluas menuju yang tersempit, sedang konklusinya merupakan
perpaduan antara subjek dari premis terakhir dengan predikat dari premis
pertama.
Contoh:
Setiap hal yang dikaruniai naluri mempunyai reaksi spontan,
Setiap
hewan dikaruniai naluri,
Semua
manusia adalah hewan,
Saddam
Husain adalah seorang manusia.
Jadi,
Saddam Husain mempunyai reaksi spontan
5. Dilema
Dilema adalah suatu silogisme yang terdiri
atas dua pilihan yang serba salah. Jika ada tiga pilihan serba salah disebut
trilema, dan jika ada empat pilihan serba salah disebut quadrilema, selanjutnya
jika terdapat banyak pilihan serba salah disebut polilema.
Sumaryono (1999:108 mengartikan dilema
adalah sebuah bentuk yang memiliki premis yang terdiri dari proposisi
disjungtif, dan premis minornya menunjukkan bahwa setiap bagian pilihan
disjungtif manapun akan selalu tidak benar. argimentasi Dalam sebuah dilema
kedua pilihan yang disodorkan sama buruknya sehingga sulit untuk mengambil
putusan karena yang mana pun yang dipilih, akan tetap salah.
Surajiyo (2009:99) membedakan dilema dalam
dua macam yaitu: dilema konstruktif dan dilema destruktif. Rapar (1996:83)
membedakan dalam empat jenis dilema, di mana dilema konstruktif dan dilema
destruktif masing-masing dibedakan dalam dua jenis, yaitu: konstruktif sederhana
dan konstruksi pelik, destruktif sederahana dan destruktif pelik.
a. Dilema Konstruktif Sederhana (Simple Constructive Dilemma)
Contoh:
Jika mahasiswa absen ketika harus belajar di
kelas, itu berarti bahwa ia lalai, dan jika
ia masuk kelas tetapi tertidur, itu pun berarti bahwa ia lalai. Mahasiswa
itu absen atau tertidur
Konklusinya:
Mahasiswa itu lalai (yang
mana pun yang dipilih konklusinya tetap sama)
b. Dilema Konstruktif Pelik (Complex Constructive Dilemma)
Contoh:
Jika
belajar bahasa Inggris di perguruan tinggi, akan memakan waktu yang terlampau
lama, dan jika belajar di
kursus-kursus bahasa, mutunya kurang baik.
Belajar
bahasa Inggris hanya mungkin diperguruan tinggi atau di kursus-kursus bahasa
Konklusinya: Belajar bahasa Inggris
yang memakan waktu yang terlampau lama atau
yang mutunya kurang baik
c. Dilema Destruktif Sederhana (Simple Destructive Dilemma)
Contoh:
Jika
ia benar-benar pintar, ia akan berhasil meraih peringkat pertama, dan Jika ia benar-benar pintar, ia akan
memperoleh hadiah kejuaraan yang dijanjikan
Ia
tidak berhasil meraih peringkat pertama,
atau ia tidak memperoleh hadiah kejuaraan yang dijanjikan
Konklusinya:
Ia tidak pintar
d. Dilema Destruktif Pelik (Complex destruktive Dilemma)
Contoh:
Jika ia pergi ke Bandung dengan menumpang
pesawat terbang, ia akan tiba dua jam sebelum acara, dan jika ia menumpang bis
umum, ia akan terlambat satu jam
Ia tidak tiba ddua jam sebelum acara ,
atau ia tidak terlambat satu jam.
Konklusinya:
Jadi, ia tidak pergi dengan menumpang pesawt terbang atau bis umum
6. Paradoks
Rapar (1996:85) mengemukakan paradoks
adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis yang diakui kebenarannya
yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada konklusi yang mengandung
konflik atau kontradiksi. Paradoks disebut juga antinomi karena melanggar principium
contradictionis (law of contradiction)
atau hukum kontradiksi yang
menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu itu pada waktu yang sama adalah sesuatu
itu dan bukan sesuatu itu.. Yang dimaksudkan ialah mustahil ada hal yang
bertentangan pada sesuatu pada waktu yang bersamaan.
Paradoks yang tertua dan sangatg terkenal
ialah paradoks pembohong (liar paradox), sebagai berikut: Epimenides si orang Kreta mengatakan bahwa semua orang Kreta adalah pembohong.
Apakah pernyataan itu benar?
Ikutilah rangkaian premis berikut yang
akan tiba pada dua konklusi yang bertentanga:
Jika
yang dikatakan Epiminides benar, ia bukan pembohong.
Jika
Epimenides bukan pembohong, apa yang diakatakannya tidak benar
Jika
apa yang dikatakannya tidak benar, ia pembohong
Jadi,
ia adalah pembohong dan bukan orang bjujur (konklusi pertama);
Jika
yang dikatakan Epimenides tidak benar, ia adalah pembohong
Jika
ia pembohong, apa yang dikatakannya tidak benar
Jika
apa yang dikatakannya tidak beenar, itu berarti bahwa ia adalah orang jujur
Jadi,
ia adalah orang jujur dan bukan pembohong (konklusi kedua)
Apa yang dikatakan Epimenides sesungguhnya
secara serentak mengandung kebohongan dan kebenaran. Jika kebohongan, ia
benar-benar pembohong, dan juga kebenaran, ia adalah seorang yang jujur.
Sama seperti dilema, paradoks bisa
digunakan dalam perdebatan untuk mematahkan argumentasi lawan dengan
menempatkannya ke dalam situasi yang sulit dan serba salah.
No comments:
Post a Comment