Powered By Blogger

September 3, 2013

PENALARAN


PENALARAN

A. Hakikat Penalaran

      1.   Pengertian Penalaran

Manusia memiliki akal dan perasaan, dengan akal dan perasaannya itu, sehingga ia merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber dari pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan merasa dan berpikir. Pengetahuan yang diperoleh dengan merasa disebut dengan  “pengetahuan perasaan” atau “pengetahuan seni”. Pengetahuan perasaan disebut juga dengan  “pengetahuan intuisi” yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir non-analitik
Pengetahuan yang diperoleh dengan dasar berpikir disebut dengan  “pengetahuan penalaran.” Penalaran yaitu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu (logis dan analitik) untuk menemukan kebenaran. Penalaran sebagai kegiatan berpikir merupakan proses berpikir untuk menarik suatu simpulan berupa peryataan baru berdasar dari beberapa pernyataan lain  yang telah diketahui. Karena itu disebut juga dengan “pengetahuan berpikir konklusif” Oleh Rapar menyebutnya dengan “inferensi”- suatu proses penarikan konklusi dari satu atau lebih proposisi.
Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu berpikir logis dan berpikir analitis. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas yang disebut logika. Ciri kedua yaitu suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis penalaran ilmiah dengan menggunakan logika ilmiah. Berdasarkan kriteria penalaran ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analitis. Atau lebih jauh dapat disimpulkan: cara berpikir yandg tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitik. Dengan demikian maka dapat dibedakan  secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan perdasarkan penalaran.


      2.   Pernyataan Sebagai Dasar Penalaran

Dasar adalah pokok atau pangkal dari sesuatu pendapat. Bagian pokok dari penalaran yang kedudukannya sebagai bagian langsung dari bentuk penalaran adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang digunakan dalam pengolahan dan perbandingan. Pernyataan dirumuskan dengan simbol-simbol untuk memudahkan menangkap bentuk hubungan dari pernyataan satu dengan pernyataan lain dalam struktur penalaran.
Pernyataan dalam kebahasaan adalah kalimat berita atau disebut juga dengan kalimat deklaratif yang digunakan dalam logika sebagai penilaian benar atau salah yang dihubungkan dengan situasi yang ditunjuk. Jika sesuai berarti benar dan jika tidak sesuai berarti salah.
Bakry, (2001:40-41) mengemukakan pernyataan atau kalimat deklaratif, jika ditinjau berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: pernyataan analitik dan pernyataan sintetik.
1)      Pernyataan analitik ialah suatu kalimat deklaratif yang predikatnya telah mengandung dalam subjek, yakni isinya hanya menyajikan arti yang memang telah terkandung dalam suatu pengertian dari subjek, pernyataan analitik ini selalu benar, misal semua lingkaran adalah bulat.
2)      Pernyataan sintetik ialah suatu kalimat deklaratif yang predikatnya tidak terkandung dalam subjek, yakni predikatnya menyatakan sesuatu tentang subjek pernyataan yang artinya tidak terkanddung pada subjek, pernyataan sintetik ini belum tentu benar, misal: anak itu terpelajar.
Pernyataaan (statemen) dalam logika ditinjau dari segi bentuk hubungan makna yang dikandungnya, pernyataan itu disamakan juga dengan proposisi, walaupun ada sedikit perbedaan namun pada umumnya sama. Oleh karena itu dalam logika kedua istilah itu tidak dibedaka. Proposisi atau pernyataan ini berdasarkan bentuk isinya dibedakan antara tiga macam, yakni proposisi tunggal, proposisi kategorik, dan proposisi majemuk.
1)      Proposisi tunggal, ialah pernyataan sederhana yang hanya terdiri atas satu konsep atau satu pengertian sebagai unsurnya, Misal: sekarang hari Minggu, ini bukan logika, Indonesia merdeka, semua peserta kuliah logika, kesenian Indeonesia modern, semua rakyat Indonesia, berlaku untuk setiap warga negara Indonesia.
2)      Proposisi kategorik ialah pernyataan yang terdeiri atas hubungan dua konsep sebagai subjek dan predikat, misal: bangsa Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa, rakyat Indonesia tidak boleh mengikuti ajaran komunis, sebagian rakyat Indodnesia keturunan asing, beberapa rakyat Indonesia ada yang tidak berketuhanan yang Maha Esa.
3)      Proposisi majemuk ialah pernyataan yang terdiri atas hubungan dua bagian yang dapat dinilai benar atau salah, misal: barangsiapa malsu uang atau menyimpan uang palsu akan dituntut di muka hakim. Bung Karno adalah seorang proklamator dan presiden pertama. Republik Indonesia, jika hujan turun jalan menjadi basah.
Tiga macam proposisi atau pernyataan di atas yang sebagai dasar penalaran adalah proposisi kategorik untuk penalaran kategoris, dan proposisi majemuk untuk penalaran majemuk. Adapun proposisi tunggal atau proposisi simpel hanya merupakan bagian dari proposisi majemuk, tidak dapat diadakan penalaran secara terperinci, hanya dalam pengolahan sederhana, seperti negasi, misal: “ini buku logika” dinegasikan menjadi “ini bukan buku logika”. Di samping itu juga diadakan pengolahan pernyataan tunggal berbentuk oposisi sederhana, yakni dalam penalaran kategorik, yang sifat penalarannya sederhana sekali. Jadi proposisi tunggal ini pengolahannya dapat masuk dalam penalaran kategorik dan dapat juga masuk dalam penalaran majemuk, tidak dibahas dalam bentuk penalaran sendiri.


B.     Berbagai Prinsip Penalaran

Prinsip sering diartikan dengan “kaidah” atau “hukum” Dalam KBBI (1996:788) prinsip yaitu: asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dsb.); dasar;  suatu pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Pernyataan yang sudah terbukti dengan sendirinya disebut dengan prinsip dasar (aksioma).
Contoh:
“Suatu keseluruhan lebih besar dari bagian”

Aristoteles (dalam Mappeaty, 1978:32) mengemukakan tiga kaidah pokok sebagai dasar dalam membuat kesimpulan. Ketiga kaidah itu sesungguhnya lebih merupakan patokan pikir yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian  lebih lanjut, karena itu ada ahli logika yang menyebutkan sebagai patokan pikir penyimpulan, dan dalam Bakry, (2001:43) disebut sebagai prinsip penalaran, yaitu: 1) prinsip  identitas (principium identitatis), 2) prinsip non kontradiksi (principium contradictionis), 3) prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii). George Leibniz (ibid, 2001: 47) menambahkannya jadi empat prinsip penalaran yaitu: 4) prinsip cukup alasan. Keempat prinsip penalaran tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

1)      Prinsip  identitas (principium identitatis)

Prinsip identitas - principium identitatis (Law of identity) yaitu sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri. Sesuatu benda adalah benda itu sendiri, tidak mungkin yang lain: dirumuskan dalam bentuk simbol (p = p) di baca: p sama dengan atau identik dengan p.  Atau dapat dinyatakan bahwa predikat hanya mempunyai dua modus yaitu “mengiakan” atau “menidakkan.”

Term
Benda
Modus
Buku
Buku
Buku
Kertas
Ya (mengiayakan)
Tidak (menidakkan)

Sebagai diagram adalah sebagai berikut:

Sesuatu x yang disebut sebagai p adalah identik dengan p itu sendiri
 
 






2)      Prinsip non kontradiksi (principium contradictionis)

Prinsip non kontradiksi – principium contradictionis (Low of contradiction) “sesuatu keterangan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan nilai salah pada saat yang bersamaan. Dirumuskan dalam bentuk simbol -(p ^ -p) dibaca: tidaklah demikian bahwa p dan sekaligus non p. Prinsip ini menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin ada pada suatu benda dalam waktu dan tempat yang sama. Misal: benda x tidak mungkin dalam waktu yang sama
dinyatakan “hidup” dan juga “tidak hidup”
Sebagai diagram adalah sebagai berikut:
 

Sesuatu x merupakan anggota p jelaslah tidak mungkin sekaligus anggota non p
 
p
 
 -p
x
 
 




3)      Prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii)

Prinsip eksklusi tertii – “principium exclusi tertii” (law of excluded meddle): prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah. Disimbolkan (p ^ -p) dibaca: sesuatu mestilah hanya p atau non p saja. Sesuatu hal yang mutlak bertentangan (a dengan b), jika bukan a dan juga bukan b tidak akan mungkin jalan tengah dengan c
Sebagai diagram adalah sebagai berikut:


Sesuatu x hanya sebagai anggota p atau anggota non p saja, tidak mungkin ada di antara keduanya
 
 







4)      Prinsip Cukup Alasan (principium rationis sufficientis)

Prinsip cukup alasan – principium rationis sufficientis (law of sufficientis reason): “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba.
Misal: jika suatu benda jatuh ke tanah, alasannya ialah
            karena adanya daya tarik bumi, sedangkan benda
            itu tidak ada yang menahannya.
Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai tambahan bagi prinsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda mestilah tetap tidak berubah, artinya tetap sebagaimana benda itu sendiri, tetapi jika kebetulan terjadi suatu perubahan, maka perubahan itu mesti ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai penyebab perubahan.

C. Jenis-Jenis Penalaran

Penalaran di dalam logika pada umumnya dibedakan dalam dua cara berpikir atau cara menarik konklusi yang bertolak dari hal-hal yang sudah diketahui (pengetahuan lama) menuju ke pengetahuan baru atau dari sesuatu data tertentu ke hal lain yang berhubungan atau ada hubungan dengan data tersebut. Dua cara berpikir tersebut adalah penyimpulan langsung dan penyimpulan tidak langsung. Kedua jenis penalaran ini  dideskripsikan secara lengkap sebagai berikut:
a.      Penyimpulan langsung (inferensi langsung) adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan berupa hubungan dua pernyataan atas dasar pengolahan term-term yang sama. Sumaryono (1999:77) mengemukakan penyimpulan langsung sifatnya terbatas, yaitu hanya tentang sebuah proposisi baru dan bukan tentang sebuah kebenaran baru. Atas dasar kebenaran atau ketidak benaran sebuah proposisi, kita menyimpulkan kebenaran atau ketidakbenaran proposisi yang lainnya. Jadi, jika dikatakan bahwa Orang Indonesia bukan orang Amerika, maka dapat disimpulkan (langsung) bahwa Orang Amerika bukan orang Indonesia.Penyimpulan semacam ini disebut Pembalikan atau konversi. Demikian juga bila dikatakan Semua orang Jawa adalah orang Indonesia adalah benar, ini berarti pernyataan Tidak ada satu pun orang jawa yang adalah orang Indonesia adalah salah.
b.      Penyimpulan tidak langsung (inferensi silogistik) adalah suatu bentuk penyimpulan atas dasar perbandingan dua proposisi atau lebih  yang didalamnya terkandung adanya term sebagai pembanding sehingga mewujudkan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Penyimpulan ini merupakan proses akal budi  membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-proposisi yang lama. Inilah yang disebut penalaran dalam arti yang sempit. Penalaran ini bermula dari sebuah kebenaran tertentu menuju pada kebenaran yang baru yang berbeda dari yang lama, tetapi tetap mendasaarkan diri pada kebenaran yang lama tersebut.
Contoh:
Semua orang Jepang berasal dari bangsa Ainu
Hayashi adalah orang Jepang
               Jadi, Hayashi adalah keturunan bangsa Ainu.
Model penyimpulan tidak langsung,  Sumaryono (1999:77) membedakan ada dua macam, yaitu deduksi dan induksi. Surajiyo (2005:59) membedakan ada tiga macam, yakni induksi, deduksi, dan penyimpulan kausal. Dalam penyimpulan deduktif, proses penalaran bertolak dari pengetahuan yang bersifat universal menuju pengetahuan yang sifatnya partikular konkret. Dalam penyimpulan induktif kita bergerak (melalui akal budi kita) dari dua premis atau lebih menuju kesimpulan yang bersifat lebih umum bila dibandingkan dengan salah satu atau kedua premisnya. Poedjawijatna (2004:7) membedakan dua macam induksi, yaitu:
1) induksi sempurna – putusan umum merupakan penjumlahan dari putusan khusus, dan
2)   induksi tidak sempurna – putusan umum yang bukan merupakan penjumlahan dari yang khusus kepada yang umum.
Adapun model penyimpulan kausal banyak digunakan baik dalam perenungan filsafat maupun dalam penelitian ilmiah, yaitu penarikan kesimpulaan yang didasarkan atas hubungan sebab akibat. Karena yang pertama kali menemukan model ini adalah filsuf Inggris John Stuart Mill (1806-1873), sehingga metode ini sering disebut dengan Metode Mill. Surajiyo (2005:64) membedakan model penyimpulan kausal menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut:
1)      Metode Persesuaian (Methods of Agreement) disebut juga Metode Persamaan
Yaitu jika dua peristiwa atau lebih dari suatu gejala tertentu memiliki satu faktor yang sama, faktor tersebut dapat dianggap sebagai sebab dari gejala itu. Dirumuskan:
ABC   =>  Z
CDE   =>  Z
--------------
C   =>  Z
Contoh:
Premis 1    : Di daerah A pada umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anaka muda ke arah positif, serta kurang sekali adanya pendidikan moral agama sehinggas kenakalan remaja makin meningkat.
Premis 2    :  Di daerah B kurang sekali adanya pendidikan moral agama, dibentuk adanya karang taruna, bahkan sering diadakan juga ceramah kepemudaan, terdapat juga kenakalan remaja makin meningkat.
Kesimpulan: Dari dua daerah dengan gejala yang sama tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama yang menyebabkan kenakalan remaja.

2)      Metode perbedaan (method of difference)
Yaitu jika terdapat dua peristiwa, yang satu berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan yang lain tidak, sedangkan pada peristiwa yang satu terdapat sebuah unsur dan pada peristiwa yang lainnya tidak terdapat maka unsur itulah yang merupakan sebab dari gejala tersebut. Dirumuskan

ABC  => Z
AB-C => Z
--------------
C   =>   Z

Contoh:
Premis  1      : Di daerah A pada umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anak muda ke arah positif, serta kurang bsekali adanya pendidikan moral agama sehinggas kenakalan remaja makin meningkat
Premisa 2      : Di daerah C juga umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anak muda ke arah positif, tetapi pendidikan agama banyak disampaikan, sehingga kenakalan remaja Makin berkurang
Kesimpulan  :  Dari gejala dua daerah ini dapat disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama yang mengakibatkan kenakalan remaja meningkat.

3)      Metode gabungan persesuaian dan perbedaan (Joint method of    agreement and difference)
Jika di dalam dua peristiwa atau lebih terjadi gejala tertentu yang mempunyai satu unsur yang sama, sedangkan di dalam dua atau lebih peristiwa tidak terjadi gejala tertentu dan tidak mempunyai persamaan kecuali tidak adanya unsur itu, unsur yang semata-mata membuat dua peristiwa itu berbeda merupakan akibat atau sebab dari gejala tersebut. Dirumuskan:

ABC  =>   Z
BCE  =>   Z
ABD  => -Z
            --------------
            C   =>   Z

            Contoh:
Premis 1       : A makan nasi gudeg dan telur serta minum the dalam botol, akibatnya sakit perut.
Premis 2       : B makan telur, minum the dalam botol serta makan nasi goreng juga sakit perut.
Premis 3       : C makan nasi gudeg dan telur serta minum es jeruk tidak sakit perut.
Kesimpulan  :  Dapat disimpulkan bahwa minum the dalam botol itulah yang mengakibatkan sakit perut.

4)      Metode Sisa (method of residus)
Yaitu jika terdapat beberapa gejala sebab akibat dari beberapa faktor dan dengan pengurangan faktor dapat mengurangi gejala tersebut, sisa dari gejala itu merupakan akibat dari sebab-sebab selebihnya. Dirumuskan:

ABC  => XYZ
 AB    => XY
------------------
C     =>    Z


5)      Metode perubahan seiring (method of concomitant variations)

Yaitu di antara dua peristiwa akan berubah jika adanya perubahan unsur peristiwa kedua, dan sebaliknya unsur peristiwa kedua tidak mengalami perubahan jika unsur pada peristiwa pertama tidak berubah maka dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan sebagai sebab akibat. Dirumuskan:
           
            ABC   => XYZ
            ABC1 => XYZ1
            ABC2 => XYZ2
            --------------------
                C     =>    Z

            Contoh:
Premis 1       : Tanaman padi di sawah dirawat dengan teratur oleh petani, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu, ternyata hasilnya meningkat sedikit
Premis 2       : Tanaman padi di sawah  di rawat dengan teratur, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu dilebihkan sedikit, terbukti hasilnya meningkat banyak.
Premis 3       : Tanaman padi di sawah dirawat dengan teratur, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu lebih banyak lagi, terbukti hasilnya meningkat lebih banyak.
Kesimpulan  :  Maka dapat disimpulkan bahwa pupuk kandang dapat meningkatkan hasil tanaman padi.
Model penyimpulan tidak langsung dengan menggunakan silogisme. Silogisme akan dibahas dalam bab tersenri.



D.    Penalaran Langsung (Inferensi Langsung)

Rapar (1996:40) mengemukakan ada lima jenis penalaran langsung, yaitu inversi, konversi, obversi, kontraposisi, dan oposisi. Bakry (2001:87) menyatakan penalaran eduksi ada tiga macam, yaitu: konversi, inversi, dan kontraposisi. Sumaryono (1999:83) mengelompokkan jenis-jenis penyimpulan langsung ke dalam dua kelompok besar, yaitu oposisi (perlawanan) dan eduksi. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Sumaryono sudah mencakup dari keseluruhannya, maka yang menjadi materi bahasan di sini adalah: penalaran eduksi dan penalaran perlawanan (oposisi).




  1. Penalaran Eduksi

Penalaran eduksi adalah proses penyimpulan di mana akal budi kita bergerak dari sebuah proposisi ke sebuah proposisi lain tanpa harus mengganti atau mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Surajiyo (2009:51) dan Bakry (2001:87) membedakan tiga macam penalaran eduksi, yaitu konversi, inversi, dan kontraposisi. Sumaryono (2001:83), penalaran eduksi meliputi antara lain konversi (pembalikan), inversi, obversi (pemberian makna semu), posibilitas serta aktualitas. Karena itu, penalaran edukasi mencakup: inversi, konversi, kontraposisi, obversi, aktualitas dan posibilitas.
a. Inversi. Pengertian inversi ialah penalaran langsung dengan cara menegasinya subjek proposisi premis dan menegasikan atau tidak menegasikan predikat proposisi premis. Proposisi premis disebut inverted dan proposisi konklusi disebut inverse. Bakry (2001:89) membedakan dua macam inversi, yaitu inversi penuh dan inversi sebagian. Jika inversi dilakukan dengan menegasikan baik subjek maupun predikat proposisi premis, maka inversi itu disebut inversi penuh (lengkap). Apabila invensi dilakukan dengan menegasikan subjek proposisi premis, sedangkan predikatnya tidak dinegasikan, maka inversi itu disebut inversi sebagian. Harper (1996:40), langkah yang ditempuh sangat sederhana
Ø  Untuk memperoleh inversi lengkap negasikanlah subjek dan predikat inverted lalu ubahlah pembilang subjek dari universal menjadi partikular.
Ø  Untuk memperoleh inversi sebagian, negasikanlah subjek inverted, sedangkan predikatnya tetap dipertahankan (tidak berubah), lalu ubahlah pembilang subjek dari universal menjadi partikular.
Oleh karena hanya subjek yang memiliki pembilang universal yang dapat diinversi, itu berarti bahwa hanya proposisi A dan E yang dapat diinversikan, sedangkan proposisi I dan O tidak dapat diinversikan.
Contoh-contoh:
1)      Inversi Proposisi A
Inversi Lengkap:
Invertend        : Semua filsuf adalah manusia (A)
Inverse                        : Sebagian bukan-filsuf adalah bukan-filsuf (I)
            Inversi Sebagian:
            Invertend        : Semua filsuf adalah manusia (A)
            Inverse                        : Sebagain bukan-filsuf adalah manusia (I)
2)      Inversi Proposisi E
Inversi Lengkap
Investend        : Semua filsuf bukan kera (E)
Inverse                        : Sebagian bukan-filsuf bukan bukan-kera (O)
Inverse Sebagian
Investend        : Semua filsuf bukan kera (E)
Inverse                        : Sebagian bukan-filsuf buka kera. (O)
Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelas terlihat inversi proposisi A hasilnya ialah proposisi I, baik untuk inversi lengkap maupun untuk inversi sebagian. Demikian pula proposisi E, jika diinversi akan menjadi proposisi O, baik untuk inversi lengkap maupun untuk inversi sebagian

a.      Konversi. Pengertian konversi disebut juga dengan pembalikan yaitu sebuah bentuk penyimpulan langsung dengan cara menukar kedudukan subjek dan predikat tanpa mengubah makna. Proposisi sebagai premis yang asli disebut konvertend dan proposisi kesimpulannya disebut konverse.
Contoh:
                  Konverted: Tidak ada anjing yang disebut kucing
                  Konverse  : Tidak ada kucing yang disebut anjing
Konversi atau Pembalikan dibedakan atas dua macam, yaitu pembalikan sederhana dan pembalikan aksidental. Pembalikan sederhana adalah pembalikan di mana subjek dan predikat ditukar tempatnya tanpa mengurangi ataupun mengubah kuantitas masing-masing. Proposisi yang dapat mengalami pembalikan semacam ini hanyalah proposisi E dan I
Contoh:
       Mahasiswa bukan siswa  SMU        E: Siswa SMU bukan mahasiswa.
       Ada orang bisu-tuli                           I: Ada yang bisu-tuli yang disebut orang
Pembalikan aksedental yang sering disebut juga dengan pembalikan sebagian, pembalikan parsial, dan pembalikan tidak sempurna atau pembalikan terbatas. Pembalikan semacam ini adalah pembalikan di mana subjek dan predikatnya mengalami tukar tempat, namun kuantitas salah satunya mengalami pengurangan. Pembalikan semacam ini dapat terjadi pada proposisi A        I atau E        O 
Contoh:
A : Semua advokat adalah penegak hukum
I  : Ada penegak hukum yang disebut advokat
E : Semua pria tidak feminin
O : Beberapa yang feminin bukan pria
      Kaidah-kaidah konversi, yaitu:
-          Jika proposisi A dikonversikan, maka hasilnya ialah proposisi I
-          Jika proposisi E ddikonversikan, maka hasilnya tetap proposisi E
-          Jika proposisi I dikonversikan, maka hasilnya tetap proposisi I
-          Proposisi O tidak dapat dikonversikan.
Contoh-contoh:
1)      Konversi Proposisi A
      Premis    : Semua filsuf adalah manusia (A)
      Konklusi : Sebagian manusia adalah filsuf (I)
2)      Konversi Proposisi E
      Premis    : Tak seorang pun filsuf adalah kera (E)
      Konklusi : Tak satu pun kera adalah filsuf (E)
3)      Konversi Proposisi I
      Premis    : Beberapa anggota ABRI adalah sarjana (I)
      Konklusi : Beberapa sarjana adalah anggota ABRI (I)
4)      Konversi Proposisi O: Tidak dapat dikonversikan

b.      Kontraposisi. adalah jenis penyimpulan langsung dengan cara menukar kedudukan subjek dan predikat serta menegasikannya. Proposisi semula  sebagai premis tetap disebut premis, sedangkan proposisi sebagai kesimpulan disebut kontrapositif. Dalam kontraposisi, jelas terlihat bahwa sesungguhnya arti atau makna proposisi premis. Adapun langkah-lankah yang ditempuh dalam proses kontraposisi ialah sebagai berikut.
a.                                                                                                                                                                                                       Negasikanlah term subjek dan term predikatnya
b.                                                                                                      Konversikanlah term subjek dan term predikat yang telah dinegasikan  itu.
Dengan kontraposisi, hanya ada dua proposisi yang memiliki kontraposisi. Dengan kata lain, hanya ada dua jenis proposisi yang dapat dikontraposisikan.
i.                                                                                                                                                                                                                                          Proposisi A dapat dikonversikan
ii.                                                                                                                                                                                                                                          Proposisi E tidak dapat dikonversikan
iii.                                                                                                                                                                                                                                          Proposisi I tidak dapat dikonversikan
iv.                                                                                                                  Proposisi O dapat  dikontraposisikan
Contoh-contoh:
1)      Kontraposisi  Proposisi A
      Premis : Semua filsuf adalah manusia
      Konklusi    : semua buka – manusia adalah bukan-filsuf.
2)      Kontraposisi Proposisi E
      Tidak dapat dikontraposisikan
3)      Kontraposisi Proposisi I
      Tidak dapat dikontraposisikan
4)      Konversi Proposisi O:
      Premis : Sebagian demonstrasi bukan mahasiswa
      Konklusi    :  sebagian bukan-mahasiswa bukan bukan-demontran

c.       Obversi. Beberapa istilah disebut obversi, yaitu: equipollence, infinitum, dan permutasi, ialah penalaran langsung yang konklusinya menunjukkan perubahan kualitas proposisi kendatipun maknanya tetap dan tidak boleh berubah. Adapun kuantitas obvertend  (proposisi yang menjadi premis) dan obverse (proposisi yang menjadi konklusi) juga harus tetap sama. Proses yang ditempuh untuk melakukan obversi adalah sebagai berikut:
a.       Jika proposisi afirmatif, ubahlah menjadi negatif, dan jika proposisi premis negatif, ubahlah menjadi afirmatif.
b.      Negasikan term predikatnya.
Oleh karena proses yang ditempuh melalui dua kali negasi, prinsip penarikan konklusi ini disebut prinsip negasi ganda (double negation). Dan oleh karena proposisi afirmatif diubah menjadi negatif, dan proposisi negatif menjadi afirmatif, maka:
Ø  Jika proposisi A diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi E;
Ø  Jika proposisi E diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi A;
Ø  Jika proposisi I diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi O;
Ø  Jika proposisi O diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi I;
Contoh-contoh:
1)      Obversi Proposisi A
      Premis    : Semua presiden adalah manusia (A)
      Konklusi : Semua presiden  bukan bukan-manusia (E)
2)      Obversi Proposisi E
      Premis    : Semua serigala  bukan  manusia (E)
      Konklusi : Semua serigala adalah bukan-manusia (A)
3)      Obversi Proposisi I
      Premis    : Sebagian  manusia  adalah pemikir (I)
      Konklusi : Sebagian  manusia bukan bukan-pemikir (O)
4)      Obversi Proposisi O
      Premis    : Sebagian manusia bukan  pelawak (O)
      Konklusi : Sebagian manusia adalah  bukan-pelawak (I)
d.      Aktualitas dan Posibilitas. Sumaryono (2001:87) mendeskripsikan aktualitas adalah gagasan yang menyatakan tentang kesempurnaan yang saat ini dimiliki oleh sebuah proposisi. Artinya, aktualitas menyatakan gambaran tentang kondisi, situasi, atau status keberadaan tertentu atas suatu hal. Contoh, bahwa saat ini dan di sini Anda sedang duduk mendengarkan kuliah dalam kondisi, situasi, serta status keberadaan Anda di ruang kelas ini, itu adalah sebuah aktualitas
Berbeda dengan aktualitas, posibilitas justru menyatakan gambaran bahwa kesempurnaan saat ini dan di sini belum dimiliki sebuah proposisi. Posibilitas juga mengungkapkan kondisi, situasia, serta status keberadaan suatu hal, namun sifat dari ketiga faktor penunjang kesempurnaan tersebut adalah “mungkin”, jadi secara rilil belum ada/terjadi. Contoh: bila indeks prestasi Anda sangat bagus, mungkin predikat kelulusan Anda akan cum laude.
Perbedaan aanara aktualitas dan posibilitas dapat digaambarkan dalam hukum-hukumnya sebagai berikut:

Hukum 1 : Akuntabilitas tidak boleh disimpulkan dari posibilitas.
Sebabnya, suatu hal yang masih berstatus  “mungkin” tidak haruas diartikan sebagai “ada”
Contoh:
Ia dapat menyelesaikan studinya dengan segera
Proposisi semacam ini tidak boleh langsung disimpulkan identik dengan proposisi Ia menyelesaikan studinya dengan segera. Jika hal ini dipkasakan, maka penyimpulannya tidak sah (invalid)

Hukum 2 : Posibilitas boleh disimpulkan dari aktualitas.
Contoh:
Beberapa orang menikah. Jadi, pernikahan adalah hal  yang mungkin

Hukum 3 :    Kemustahilan tidak boleh disimpulkan dari hal yang belum terjadi (nonaktual)
Contoh:
Ada mahasiswa yang belum lulus ujian pendadaran skripsi.
Ini bukan berarti bahwa Ia tidak akan lulus ujian pendadaran. Jika dipaksakan  juga, maka proses penyimpulannya tidak sah

Hukum 4 : Yang tidak aktual dapat disimpulkan dari yang mustahil
Artinya, jika suatu hal mustahil ada, maka kita dapat berkesimpulan bahwa hal tersebut tidak pernah aktual (tidak pernah ada)
Contoh:
Lingkaran mustahil berbentuk segi empat
Maka, kesimpulannya, kita juga tidak mungkin akan menemukan sebuah lingkaran yang berbentuk segi empat.


  1. Penalaran Oposisi.

a.   Pengertian dan Jenis Oposisi

Penalaran oposisi atau penalaran perlawanan, dalam logika diartikan dengan pertentangan yang terdapat di antara dua proposisi yang mempunyai subjek dan predikat yang sama tetapi berbeda dalam kuantitas dan/atau kualitasnya. Oposisi Sumaryono (1999:78) dan Surajiyo, dkk. (2009:47), juga Rapar (1996:45) membedakan ada empat macam oposisi dalam logika, yakni: kontraris, kontradiktoris, subkontraris, dan subalternasi. Untuk jelasnya perhatikan gambar berikut ini.

Kontraris
 
 



                          

Subaltenasi
 
Kontradiktoris
 
Subalternasi
 
I
 
O
 
 





Sebagian pendiddik adalah guru
 
Sebagian pendidik bukan guru
 
Subkontraris
 
                                                                                       


Gambar 3.1 Jenis Penalaran Oposisi dal Logika
(Rapar, 1996:45)

Oposisi kontraris adalah perlawanan yang terdapat di antara proposisi-proposisi universalm yang berbeda kualitasnya , yaitu yang satu affirmatif dan yang lain negatif (antara A dan E)
Oposisi kontradiktoris adalah perlawanan antara dua proposisi yang berbeda baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu aantara propsisi afirmatif universal A dan proposisi negatif partikular O atau antara proposisi negatif universal E dan profosisi affirmatif partikular I

Oposisi subkontraris adalah perlawanan antasra dua propsisi partikular yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara I dan O)
Oposisi subalternasi adalah perlawanan antara dua premis yang berbeda kuantitasnya, yaitu yang satu universal dan yang lainnya partikular  (antara A dan I atau antara E dan O),


b.      Hukum-hukum Oposisi/Perlawanan

Hukum-hukum  Penalaran oposisi  atau penalaran perlawanan, yaitu:
1)   Perlawanan kontradiktoris adalah perlawanan antara dua proposisi yang berbeda baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu antara proposisi afirmatif universal A dan proposisi negatif partikular O atau antara proposisi negatif universal E dan proposisi afirmatif I  (antara A dan O atau antara E dan I)
Ø  Jika proposisi A benar, proposisi O salah
Ø  Jika proposisi O benar, proposisi A salah
Ø  Jika proposisi I benar, proposisi E salah
Ø  Jika proposisi E benar, proposisi I salah.
Contoh Penalaran kontradiktoris:
Jika diketahui bahwa ‘semua mahasiswa masuk kelas’ dinyatakan benar, maka kontradiksinya adalah ‘ sebagian mahasiswa tidak masuk kelas’ berarti salah
Jika pernyataan ‘semua pejabat tidak korupsi’ dinyatakan salah, maka kontradiksinya ‘sebagian pejabat korupsi’ dinyatakan benar.

2) Perlawanan kontraris adalah perlawanan yang terdapat di antara proposisi-proposisi universal yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara A dan E)
a.       Jika proposisi A benar, proposisi E salah
b.      Jika proposisi E benar, proposisi A salah
Contoh penalaran kontraris
Jika pernyataan ‘semua karyawan tidak kerja’ dinyatakan benar, maka pernyataan ‘semua karyawan kerja berarti salah.
Jika pernyataan ‘semua TNI membawa senjata’ dinyatakan salah, maka pernyataan ‘semua TNI tidak membawa senjata’  bisa benar dan bisa salah.

3)   Perlawanan subkontraris adalah perlawanan antara dua proposisi partikular yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara I dan O)
Ø  Tidak mungkin kedua-duanya salah
Ø  Bisa pula kedua-duanya benar
Contoh penalaran subkontraris:
Jika pernyataan ‘sebagian warga Makassar adalah NU’ dinyatakan benar, maka pernyataan ‘sebagian warga Makassar bukan NU’ bisa benar dan juga bisa salah
Jika ‘sebagian Pegawai Kantor Gubernur adalah sarjana APDN’ dinyatakan salah, maka pernyataan ‘sebagian Pegawai Kantor Gubernur adalah bukan sarjana APDN’ pasti benar

4)   Perlawanan Subalternasi adalah perlawanan antara dua premis yang berbeda kuantitasnya, yaitu yang satu universal dan yang lainnya partikular (antara A dan I atau antara E dan O).
Ø  Jika proposisi A benar, proposisi I pun benar
Ø  Jika proposisi I benar, belum tentu proposisi A benar
Ø  Bila proposisi E benar, proposisi O pun benar
Ø  Bila proposisi O benar, belum tentu proposisi E benar
Contoh penalaran Subalternasi:
Jika pernyataan sebagian pejabat adalah politikus dinyatakan benar, maka pernyataan ‘semua pejabat adalah politikus’ bisa benar dan juga bisa salah
Jika ‘semua pegawai tidak mendapat THR’ dinyatakan benar’ maka pernyataan ‘sebagian pegawai tidak mendapat THR’ juga benar


c.       Validitas penyimpulan melalui perlawanan

Sumaryono  (1999:81) memberi uraian jika beberapa buah apel berwarna merah benar, maka benar pula bila dikatakan Ada beberapa buah apel yang tidak berwarna merah. Apakah kedua proposisi tersebut memang benar, hari ini masih perlu kita ragukan terlebih dahulu. Perhatikan diagram berikut ini,



                                      (?) A                       E (?)
 

                                                       X
                                                               X

Text Box: T                                                                           O (T)
                                        I

Diketahui  I : Beberapa buah apel berwarna merah (Benar)
Maka        A: Semua apel berwarna merah, (Tidak diketahui/belum tentu)
                 E : Semua apel tidak ada yang berwarna merah (Tidak diketahui)
                 O : Beberapa buah apel tidak berwarna merah (Benar)

Validitas       : dari I ke A valid,
                        dari I ke E tidak valid
                        dari I ke O tidak valid

Keterangan:
Nilai T menunjukkan bahwa penalaran dimulai dar titik ini, yaitu proposisi I (sebagai proposisi yang dinyatakan benar). Kebenaran proposisi I ini mengandaikan kebenaran pada proposisi O, namun nilai kebenaran A dan E tetap belum diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa “Jika I benar, maka O juga benar”, sementara A dan E tidak diketahui (?)
Jika dilihat dari sudut hukum-hukum penyimpulan oposisional, sebetulnya telah terjadi penggunaan hukum subkontraris dan hukum kontradiktorias secara paksa. Ini tampak pada dalil bahwa “jika I benar, maka O juga benar”. Namun, hukum ini menyatakan kepada kita bahwa salah satu proposisi kontraris benar, proposisi yang lainnya dapat juga benar (tetapi dalam status “belum tentu benar”) Hukum tersebut tideak menyatakan bahwa kedua proposisi dalam kualitas subkontraris sama-sama benar. Keduanya hanya dinyatakan “dapat kedua-duanya benar”.
Selebihnya, proses penyimpulannya menunjukkan bahwa jika O benar, proposisi kontradiktorisnya (E) masih berstatus “meragukan”. Namun, hukum kontradiktoris menunjukkan bahwa kedua proposisi yang kontradiktoris tidak dapat sama-sama benar. Artinya, jika yang satu benar, maka yang lainnya pasti salah. Oleh karenanya, dalam hukum ini terdapat ide yang ddipaksakan. Sebagai akibatnya, penyimpulan dengan model ini dianggap tidak valid.
Meskipun demikian, penyimpulan yang dapat ditarik menyatakan bahwa jika I benar, maka subalternant A bersifat “meragukan” (belum tentu). Jadi, hukum subaltern tidak perlu menentukan kebenaran proposisi yang universal, dan penyimpulan dengan mempergunakan hukum ini dinyatakan valid.

No comments:

Post a Comment