PENALARAN
A. Hakikat
Penalaran
1.
Pengertian Penalaran
Manusia memiliki akal dan perasaan, dengan
akal dan perasaannya itu, sehingga ia merupakan makhluk yang berpikir, merasa,
bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber dari pengetahuan yang
diperoleh dari kegiatan merasa dan berpikir. Pengetahuan yang diperoleh dengan
merasa disebut dengan “pengetahuan
perasaan” atau “pengetahuan seni”. Pengetahuan perasaan disebut juga
dengan “pengetahuan intuisi” yaitu
pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir non-analitik
Pengetahuan yang diperoleh dengan dasar
berpikir disebut dengan “pengetahuan
penalaran.” Penalaran yaitu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik
tertentu (logis dan analitik) untuk menemukan kebenaran. Penalaran sebagai
kegiatan berpikir merupakan proses berpikir untuk menarik suatu simpulan berupa
peryataan baru berdasar dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui. Karena itu disebut juga
dengan “pengetahuan berpikir konklusif” Oleh Rapar menyebutnya dengan “inferensi”- suatu proses penarikan
konklusi dari satu atau lebih proposisi.
Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka
penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu berpikir logis dan berpikir analitis.
Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas yang disebut
logika. Ciri kedua yaitu suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada
suatu analisis penalaran ilmiah dengan menggunakan logika ilmiah. Berdasarkan
kriteria penalaran ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir
bersifat logis dan analitis. Atau lebih jauh dapat disimpulkan: cara berpikir
yandg tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak
analitik. Dengan demikian maka dapat dibedakan
secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir
yang bukan perdasarkan penalaran.
2. Pernyataan
Sebagai Dasar Penalaran
Dasar adalah pokok atau pangkal dari
sesuatu pendapat. Bagian pokok dari penalaran yang kedudukannya sebagai bagian
langsung dari bentuk penalaran adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang
digunakan dalam pengolahan dan perbandingan. Pernyataan dirumuskan dengan
simbol-simbol untuk memudahkan menangkap bentuk hubungan dari pernyataan satu
dengan pernyataan lain dalam struktur penalaran.
Pernyataan dalam kebahasaan adalah kalimat
berita atau disebut juga dengan kalimat deklaratif yang digunakan dalam logika sebagai
penilaian benar atau salah yang dihubungkan dengan situasi yang ditunjuk. Jika
sesuai berarti benar dan jika tidak sesuai berarti salah.
Bakry, (2001:40-41) mengemukakan pernyataan
atau kalimat deklaratif, jika ditinjau berdasarkan isinya dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu: pernyataan analitik dan pernyataan sintetik.
1) Pernyataan analitik ialah suatu kalimat
deklaratif yang predikatnya telah mengandung dalam subjek, yakni isinya hanya
menyajikan arti yang memang telah terkandung dalam suatu pengertian dari
subjek, pernyataan analitik ini selalu benar, misal semua lingkaran adalah
bulat.
2) Pernyataan sintetik ialah suatu kalimat
deklaratif yang predikatnya tidak terkandung dalam subjek, yakni predikatnya
menyatakan sesuatu tentang subjek pernyataan yang artinya tidak terkanddung
pada subjek, pernyataan sintetik ini belum tentu benar, misal: anak itu
terpelajar.
Pernyataaan (statemen) dalam logika
ditinjau dari segi bentuk hubungan makna yang dikandungnya, pernyataan itu
disamakan juga dengan proposisi, walaupun ada sedikit perbedaan namun pada
umumnya sama. Oleh karena itu dalam logika kedua istilah itu tidak dibedaka.
Proposisi atau pernyataan ini berdasarkan bentuk isinya dibedakan antara tiga
macam, yakni proposisi tunggal, proposisi kategorik, dan proposisi majemuk.
1) Proposisi tunggal, ialah pernyataan
sederhana yang hanya terdiri atas satu konsep atau satu pengertian sebagai
unsurnya, Misal: sekarang hari Minggu, ini bukan logika, Indonesia merdeka,
semua peserta kuliah logika, kesenian Indeonesia modern, semua rakyat
Indonesia, berlaku untuk setiap warga negara Indonesia.
2) Proposisi kategorik ialah pernyataan yang
terdeiri atas hubungan dua konsep sebagai subjek dan predikat, misal: bangsa
Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa, rakyat Indonesia tidak boleh mengikuti
ajaran komunis, sebagian rakyat Indodnesia keturunan asing, beberapa rakyat
Indonesia ada yang tidak berketuhanan yang Maha Esa.
3) Proposisi majemuk ialah pernyataan yang
terdiri atas hubungan dua bagian yang dapat dinilai benar atau salah, misal:
barangsiapa malsu uang atau menyimpan uang palsu akan dituntut di muka hakim.
Bung Karno adalah seorang proklamator dan presiden pertama. Republik Indonesia,
jika hujan turun jalan menjadi basah.
Tiga macam proposisi atau pernyataan di atas yang
sebagai dasar penalaran adalah proposisi kategorik untuk penalaran kategoris,
dan proposisi majemuk untuk penalaran majemuk. Adapun proposisi tunggal atau
proposisi simpel hanya merupakan bagian dari proposisi majemuk, tidak dapat
diadakan penalaran secara terperinci, hanya dalam pengolahan sederhana, seperti
negasi, misal: “ini buku logika” dinegasikan menjadi “ini bukan buku logika”.
Di samping itu juga diadakan pengolahan pernyataan tunggal berbentuk oposisi
sederhana, yakni dalam penalaran kategorik, yang sifat penalarannya sederhana
sekali. Jadi proposisi tunggal ini pengolahannya dapat masuk dalam penalaran
kategorik dan dapat juga masuk dalam penalaran majemuk, tidak dibahas dalam
bentuk penalaran sendiri.
B.
Berbagai Prinsip Penalaran
Prinsip sering diartikan dengan “kaidah”
atau “hukum” Dalam KBBI (1996:788) prinsip yaitu: asas (kebenaran yang menjadi
pokok dasar berpikir, bertindak, dsb.); dasar; suatu pernyataan yang mengandung kebenaran
universal. Pernyataan yang sudah terbukti dengan sendirinya disebut dengan
prinsip dasar (aksioma).
Contoh:
“Suatu
keseluruhan lebih besar dari bagian”
Aristoteles (dalam Mappeaty, 1978:32) mengemukakan
tiga kaidah pokok sebagai dasar dalam membuat kesimpulan. Ketiga kaidah itu
sesungguhnya lebih merupakan patokan pikir yang diterima kebenarannya tanpa
pembuktian lebih lanjut, karena itu ada
ahli logika yang menyebutkan sebagai patokan pikir penyimpulan, dan dalam Bakry,
(2001:43) disebut sebagai prinsip penalaran, yaitu: 1) prinsip identitas (principium
identitatis), 2) prinsip non kontradiksi (principium contradictionis), 3) prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii). George
Leibniz (ibid, 2001: 47) menambahkannya jadi empat prinsip penalaran yaitu: 4)
prinsip cukup alasan. Keempat prinsip penalaran tersebut dideskripsikan sebagai
berikut:
1)
Prinsip
identitas (principium identitatis)
Prinsip identitas - principium identitatis (Law of identity) yaitu sesuatu hal adalah
sama dengan halnya sendiri. Sesuatu benda adalah benda itu sendiri, tidak
mungkin yang lain: dirumuskan dalam bentuk simbol (p = p) di baca: p sama
dengan atau identik dengan p. Atau dapat
dinyatakan bahwa predikat hanya mempunyai dua modus yaitu “mengiakan” atau
“menidakkan.”
Term
|
Benda
|
Modus
|
Buku
Buku
|
Buku
Kertas
|
Ya (mengiayakan)
Tidak (menidakkan)
|
Sebagai diagram adalah sebagai berikut:
![]() |
|||
|
|||
2)
Prinsip non kontradiksi (principium contradictionis)
Prinsip non kontradiksi – principium contradictionis
(Low of contradiction) “sesuatu keterangan tidak mungkin mempunyai nilai
benar dan nilai salah pada saat yang bersamaan. Dirumuskan dalam bentuk simbol
-(p ^ -p) dibaca: tidaklah demikian bahwa p dan sekaligus non p. Prinsip
ini menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak
mungkin ada pada suatu benda dalam waktu dan tempat yang sama. Misal: benda x
tidak mungkin dalam waktu yang sama
dinyatakan “hidup” dan juga “tidak hidup”
Sebagai diagram adalah sebagai berikut:
![]() |
|
|
|
3)
Prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii)
Prinsip eksklusi tertii – “principium exclusi
tertii” (law of excluded meddle): prinsip penyisihan jalan tengah
atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. “sesuatu jika dinyatakan sebagai
hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang
merupakan jalan tengah. Disimbolkan (p ^ -p) dibaca: sesuatu mestilah hanya p
atau non p saja. Sesuatu hal yang mutlak bertentangan (a dengan b), jika
bukan a dan juga bukan b tidak akan mungkin jalan tengah
dengan c
Sebagai diagram adalah sebagai berikut:
![]() |
|
|||
4)
Prinsip Cukup Alasan (principium rationis sufficientis)
Prinsip cukup alasan – principium rationis
sufficientis (law of sufficientis reason): “suatu perubahan yang
terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak
mungkin tiba-tiba.
Misal: jika suatu benda jatuh ke tanah, alasannya ialah
karena adanya daya tarik
bumi, sedangkan benda
itu tidak ada yang
menahannya.
Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai
tambahan bagi prinsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa
sesuatu benda mestilah tetap tidak berubah, artinya tetap sebagaimana benda itu
sendiri, tetapi jika kebetulan terjadi suatu perubahan, maka perubahan itu
mesti ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai penyebab perubahan.
C. Jenis-Jenis
Penalaran
Penalaran di dalam logika pada umumnya
dibedakan dalam dua cara berpikir atau cara menarik konklusi yang bertolak dari
hal-hal yang sudah diketahui (pengetahuan lama) menuju ke pengetahuan baru atau
dari sesuatu data tertentu ke hal lain yang berhubungan atau ada hubungan
dengan data tersebut. Dua cara berpikir tersebut adalah penyimpulan langsung
dan penyimpulan tidak langsung. Kedua jenis penalaran ini dideskripsikan secara lengkap sebagai
berikut:
a.
Penyimpulan langsung (inferensi
langsung) adalah suatu bentuk penarikan kesimpulan berupa hubungan dua
pernyataan atas dasar pengolahan term-term yang sama. Sumaryono (1999:77) mengemukakan
penyimpulan langsung sifatnya terbatas, yaitu hanya tentang sebuah proposisi
baru dan bukan tentang sebuah kebenaran baru. Atas dasar kebenaran atau ketidak
benaran sebuah proposisi, kita menyimpulkan kebenaran atau ketidakbenaran proposisi
yang lainnya. Jadi, jika dikatakan bahwa Orang Indonesia bukan orang Amerika,
maka dapat disimpulkan (langsung) bahwa Orang Amerika bukan orang
Indonesia.Penyimpulan semacam ini disebut Pembalikan atau konversi. Demikian
juga bila dikatakan Semua orang Jawa adalah
orang Indonesia adalah benar, ini berarti pernyataan Tidak ada satu pun orang jawa yang adalah orang Indonesia adalah
salah.
b.
Penyimpulan tidak langsung (inferensi
silogistik) adalah suatu bentuk penyimpulan atas dasar perbandingan dua
proposisi atau lebih yang didalamnya
terkandung adanya term sebagai pembanding sehingga mewujudkan proposisi lain
sebagai kesimpulannya. Penyimpulan ini merupakan proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar
penggabungan proposisi-proposisi yang lama. Inilah yang disebut penalaran dalam
arti yang sempit. Penalaran ini bermula dari sebuah kebenaran tertentu menuju
pada kebenaran yang baru yang berbeda dari yang lama, tetapi tetap mendasaarkan
diri pada kebenaran yang lama tersebut.
Contoh:
Semua orang Jepang berasal dari bangsa Ainu
Hayashi adalah orang Jepang
Jadi,
Hayashi adalah keturunan bangsa Ainu.
Model penyimpulan tidak langsung, Sumaryono (1999:77) membedakan ada dua macam,
yaitu deduksi dan induksi. Surajiyo (2005:59) membedakan ada tiga macam, yakni
induksi, deduksi, dan penyimpulan kausal. Dalam penyimpulan deduktif, proses penalaran
bertolak dari pengetahuan yang bersifat universal menuju pengetahuan yang
sifatnya partikular konkret. Dalam penyimpulan induktif kita bergerak (melalui
akal budi kita) dari dua premis atau lebih menuju kesimpulan yang bersifat
lebih umum bila dibandingkan dengan salah satu atau kedua premisnya. Poedjawijatna (2004:7) membedakan dua macam
induksi, yaitu:
1) induksi sempurna – putusan umum merupakan
penjumlahan dari putusan khusus, dan
2) induksi
tidak sempurna – putusan umum yang bukan merupakan penjumlahan dari yang khusus
kepada yang umum.
Adapun model penyimpulan kausal banyak digunakan
baik dalam perenungan filsafat maupun dalam penelitian ilmiah, yaitu penarikan
kesimpulaan yang didasarkan atas hubungan sebab akibat. Karena yang pertama
kali menemukan model ini adalah filsuf Inggris John Stuart Mill (1806-1873),
sehingga metode ini sering disebut dengan Metode Mill. Surajiyo (2005:64)
membedakan model penyimpulan kausal menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut:
1)
Metode Persesuaian (Methods of Agreement)
disebut juga Metode Persamaan
Yaitu jika dua peristiwa atau lebih dari suatu
gejala tertentu memiliki satu faktor yang sama, faktor tersebut dapat dianggap
sebagai sebab dari gejala itu. Dirumuskan:
ABC
=> Z
CDE
=> Z
--------------
C
=> Z
Contoh:
Premis 1 : Di
daerah A pada umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya
kurang memerhatikan kegiatan anaka muda ke arah positif, serta kurang sekali
adanya pendidikan moral agama sehinggas kenakalan remaja makin meningkat.
Premis 2 : Di
daerah B kurang sekali adanya pendidikan moral agama, dibentuk adanya karang
taruna, bahkan sering diadakan juga ceramah kepemudaan, terdapat juga kenakalan
remaja makin meningkat.
Kesimpulan: Dari dua daerah dengan gejala yang sama
tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama yang
menyebabkan kenakalan remaja.
2)
Metode perbedaan (method of difference)
Yaitu jika terdapat dua peristiwa, yang satu
berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan yang lain tidak, sedangkan pada
peristiwa yang satu terdapat sebuah unsur dan pada peristiwa yang lainnya tidak
terdapat maka unsur itulah yang merupakan sebab dari gejala tersebut. Dirumuskan
ABC
=> Z
AB-C => Z
--------------
C
=> Z
Contoh:
Premis 1 : Di daerah A pada umumnya orang tua kurang
perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anak muda
ke arah positif, serta kurang bsekali adanya pendidikan moral agama sehinggas
kenakalan remaja makin meningkat
Premisa 2 : Di
daerah C juga umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya
kurang memerhatikan kegiatan anak muda ke arah positif, tetapi pendidikan agama
banyak disampaikan, sehingga kenakalan remaja Makin berkurang
Kesimpulan : Dari
gejala dua daerah ini dapat disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama
yang mengakibatkan kenakalan remaja meningkat.
3)
Metode gabungan persesuaian dan perbedaan (Joint
method of agreement and difference)
Jika di dalam dua peristiwa atau lebih terjadi
gejala tertentu yang mempunyai satu unsur yang sama, sedangkan di dalam dua
atau lebih peristiwa tidak terjadi gejala tertentu dan tidak mempunyai
persamaan kecuali tidak adanya unsur itu, unsur yang semata-mata membuat dua
peristiwa itu berbeda merupakan akibat atau sebab dari gejala tersebut.
Dirumuskan:
ABC
=> Z
BCE
=> Z
ABD
=> -Z
--------------
C =>
Z
Contoh:
Premis 1 : A makan nasi gudeg dan telur serta minum
the dalam botol, akibatnya sakit perut.
Premis 2 : B
makan telur, minum the dalam botol serta makan nasi goreng juga sakit perut.
Premis 3 : C makan nasi gudeg dan telur serta
minum es jeruk tidak sakit perut.
Kesimpulan : Dapat
disimpulkan bahwa minum the dalam botol itulah yang mengakibatkan sakit perut.
4)
Metode Sisa (method of residus)
Yaitu jika terdapat beberapa gejala sebab
akibat dari beberapa faktor dan dengan pengurangan faktor dapat mengurangi
gejala tersebut, sisa dari gejala itu merupakan akibat dari sebab-sebab
selebihnya. Dirumuskan:
ABC
=> XYZ
AB => XY
------------------
C
=> Z
5)
Metode perubahan seiring (method of
concomitant variations)
Yaitu di antara dua peristiwa akan berubah jika
adanya perubahan unsur peristiwa kedua, dan sebaliknya unsur peristiwa kedua
tidak mengalami perubahan jika unsur pada peristiwa pertama tidak berubah maka
dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan sebagai sebab akibat.
Dirumuskan:
ABC => XYZ
ABC1 => XYZ1
ABC2 => XYZ2
--------------------
C
=> Z
Contoh:
Premis 1 : Tanaman padi di sawah dirawat dengan
teratur oleh petani, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan
takaran tertentu, ternyata hasilnya meningkat sedikit
Premis 2 : Tanaman
padi di sawah di rawat dengan teratur,
hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu
dilebihkan sedikit, terbukti hasilnya meningkat banyak.
Premis 3 : Tanaman
padi di sawah dirawat dengan teratur, hama dicegah dengan baik, dan diberi
pupuk kandang dengan takaran tertentu lebih banyak lagi, terbukti hasilnya
meningkat lebih banyak.
Kesimpulan : Maka
dapat disimpulkan bahwa pupuk kandang dapat meningkatkan hasil tanaman padi.
Model penyimpulan tidak langsung dengan
menggunakan silogisme. Silogisme akan dibahas dalam bab tersenri.
D.
Penalaran Langsung (Inferensi Langsung)
Rapar (1996:40) mengemukakan ada lima
jenis penalaran langsung, yaitu inversi, konversi, obversi, kontraposisi, dan
oposisi. Bakry (2001:87) menyatakan penalaran eduksi ada tiga macam, yaitu:
konversi, inversi, dan kontraposisi. Sumaryono (1999:83) mengelompokkan
jenis-jenis penyimpulan langsung ke dalam dua kelompok besar, yaitu oposisi (perlawanan)
dan eduksi. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Sumaryono sudah mencakup dari
keseluruhannya, maka yang menjadi materi bahasan di sini adalah: penalaran
eduksi dan penalaran perlawanan (oposisi).
- Penalaran Eduksi
Penalaran eduksi adalah proses
penyimpulan di mana akal budi kita bergerak dari sebuah proposisi ke sebuah
proposisi lain tanpa harus mengganti atau mengubah makna yang terkandung di
dalamnya. Surajiyo (2009:51) dan Bakry (2001:87) membedakan tiga macam
penalaran eduksi, yaitu konversi, inversi, dan kontraposisi. Sumaryono (2001:83),
penalaran eduksi meliputi antara lain konversi (pembalikan), inversi, obversi
(pemberian makna semu), posibilitas serta aktualitas. Karena itu, penalaran
edukasi mencakup: inversi, konversi, kontraposisi, obversi, aktualitas dan
posibilitas.
a. Inversi. Pengertian inversi ialah penalaran langsung dengan cara
menegasinya subjek proposisi premis dan menegasikan atau tidak menegasikan
predikat proposisi premis. Proposisi premis disebut inverted dan proposisi konklusi disebut inverse. Bakry (2001:89) membedakan dua macam inversi, yaitu
inversi penuh dan inversi sebagian. Jika inversi dilakukan dengan menegasikan
baik subjek maupun predikat proposisi premis, maka inversi itu disebut inversi penuh
(lengkap). Apabila invensi dilakukan dengan menegasikan subjek proposisi
premis, sedangkan predikatnya tidak dinegasikan, maka inversi itu disebut
inversi sebagian. Harper (1996:40), langkah yang ditempuh sangat sederhana
Ø Untuk memperoleh inversi lengkap
negasikanlah subjek dan predikat inverted lalu ubahlah pembilang subjek dari
universal menjadi partikular.
Ø Untuk memperoleh inversi sebagian,
negasikanlah subjek inverted, sedangkan predikatnya tetap dipertahankan (tidak
berubah), lalu ubahlah pembilang subjek dari universal menjadi partikular.
Oleh karena hanya subjek yang memiliki pembilang
universal yang dapat diinversi, itu berarti bahwa hanya proposisi A dan E yang
dapat diinversikan, sedangkan proposisi I dan O tidak dapat diinversikan.
Contoh-contoh:
1) Inversi Proposisi A
Inversi
Lengkap:
Invertend :
Semua filsuf adalah manusia (A)
Inverse :
Sebagian bukan-filsuf adalah
bukan-filsuf (I)
Inversi Sebagian:
Invertend : Semua filsuf adalah manusia (A)
Inverse : Sebagain bukan-filsuf
adalah manusia (I)
2) Inversi Proposisi E
Inversi Lengkap
Investend :
Semua filsuf bukan kera (E)
Inverse :
Sebagian bukan-filsuf bukan
bukan-kera (O)
Inverse Sebagian
Investend :
Semua filsuf bukan kera (E)
Inverse :
Sebagian bukan-filsuf buka kera. (O)
Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelas
terlihat inversi proposisi A hasilnya ialah proposisi I, baik untuk inversi
lengkap maupun untuk inversi sebagian. Demikian pula proposisi E, jika
diinversi akan menjadi proposisi O, baik untuk inversi lengkap maupun untuk
inversi sebagian
a.
Konversi. Pengertian konversi disebut juga dengan pembalikan yaitu sebuah
bentuk penyimpulan langsung dengan cara menukar kedudukan subjek dan predikat
tanpa mengubah makna. Proposisi sebagai premis yang asli disebut konvertend dan proposisi kesimpulannya
disebut konverse.
Contoh:
Konverted: Tidak ada anjing yang disebut kucing
Konverse : Tidak
ada kucing yang disebut anjing
Konversi atau Pembalikan dibedakan
atas dua macam, yaitu pembalikan sederhana dan pembalikan aksidental.
Pembalikan sederhana adalah pembalikan di mana subjek dan predikat ditukar
tempatnya tanpa mengurangi ataupun mengubah kuantitas masing-masing. Proposisi
yang dapat mengalami pembalikan semacam ini hanyalah proposisi E dan I
Contoh:
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
Contoh:
A : Semua advokat adalah penegak hukum
I
: Ada
penegak hukum yang disebut advokat
E : Semua pria tidak feminin
O : Beberapa yang feminin bukan pria
Kaidah-kaidah konversi,
yaitu:
-
Jika proposisi A dikonversikan,
maka hasilnya ialah proposisi I
-
Jika proposisi E
ddikonversikan, maka hasilnya tetap proposisi E
-
Jika proposisi I dikonversikan,
maka hasilnya tetap proposisi I
-
Proposisi O tidak dapat
dikonversikan.
Contoh-contoh:
1)
Konversi Proposisi A
Premis :
Semua filsuf adalah manusia (A)
Konklusi :
Sebagian manusia adalah filsuf (I)
2)
Konversi Proposisi E
Premis :
Tak seorang pun filsuf adalah kera (E)
Konklusi :
Tak satu pun kera adalah filsuf (E)
3)
Konversi Proposisi I
Premis :
Beberapa anggota ABRI adalah sarjana
(I)
Konklusi :
Beberapa sarjana adalah anggota ABRI
(I)
4)
Konversi Proposisi O: Tidak dapat dikonversikan
b.
Kontraposisi. adalah jenis penyimpulan langsung dengan cara menukar kedudukan
subjek dan predikat serta menegasikannya. Proposisi semula sebagai premis tetap disebut premis,
sedangkan proposisi sebagai kesimpulan disebut kontrapositif. Dalam kontraposisi, jelas terlihat bahwa sesungguhnya
arti atau makna proposisi premis. Adapun langkah-lankah yang ditempuh dalam
proses kontraposisi ialah sebagai berikut.
a.
Negasikanlah term subjek dan
term predikatnya
b.
Konversikanlah term subjek dan
term predikat yang telah dinegasikan
itu.
Dengan kontraposisi, hanya ada dua proposisi yang memiliki
kontraposisi. Dengan kata lain, hanya ada dua jenis proposisi yang dapat
dikontraposisikan.
i.
Proposisi A dapat dikonversikan
ii.
Proposisi E tidak dapat dikonversikan
iii.
Proposisi I tidak dapat dikonversikan
iv.
Proposisi O dapat dikontraposisikan
Contoh-contoh:
1)
Kontraposisi Proposisi
A
Premis : Semua filsuf adalah manusia
Konklusi : semua buka – manusia adalah bukan-filsuf.
2)
Kontraposisi Proposisi E
Tidak dapat
dikontraposisikan
3)
Kontraposisi Proposisi I
Tidak dapat dikontraposisikan
4)
Konversi Proposisi O:
Premis : Sebagian demonstrasi bukan mahasiswa
Konklusi : sebagian bukan-mahasiswa bukan bukan-demontran
c.
Obversi. Beberapa istilah disebut obversi, yaitu: equipollence, infinitum, dan permutasi, ialah penalaran langsung
yang konklusinya menunjukkan perubahan kualitas proposisi kendatipun maknanya
tetap dan tidak boleh berubah. Adapun kuantitas obvertend (proposisi yang
menjadi premis) dan obverse
(proposisi yang menjadi konklusi) juga harus tetap sama. Proses yang ditempuh
untuk melakukan obversi adalah
sebagai berikut:
a.
Jika proposisi afirmatif,
ubahlah menjadi negatif, dan jika proposisi premis negatif, ubahlah menjadi
afirmatif.
b.
Negasikan term predikatnya.
Oleh karena proses yang ditempuh melalui dua kali negasi, prinsip
penarikan konklusi ini disebut prinsip negasi ganda (double negation). Dan oleh karena proposisi afirmatif diubah
menjadi negatif, dan proposisi negatif menjadi afirmatif, maka:
Ø Jika proposisi A diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi E;
Ø Jika proposisi E diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi A;
Ø Jika proposisi I diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi O;
Ø Jika proposisi O diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi I;
Contoh-contoh:
1)
Obversi Proposisi A
Premis :
Semua presiden adalah manusia (A)
Konklusi :
Semua presiden bukan bukan-manusia (E)
2)
Obversi Proposisi E
Premis :
Semua serigala bukan manusia (E)
Konklusi :
Semua serigala adalah bukan-manusia
(A)
3)
Obversi Proposisi I
Premis :
Sebagian manusia adalah
pemikir (I)
Konklusi :
Sebagian manusia bukan bukan-pemikir (O)
4)
Obversi Proposisi O
Premis :
Sebagian manusia bukan pelawak (O)
Konklusi :
Sebagian manusia adalah bukan-pelawak (I)
d.
Aktualitas dan Posibilitas. Sumaryono (2001:87) mendeskripsikan aktualitas adalah gagasan yang
menyatakan tentang kesempurnaan yang saat ini dimiliki oleh sebuah proposisi.
Artinya, aktualitas menyatakan gambaran tentang kondisi, situasi, atau status
keberadaan tertentu atas suatu hal. Contoh, bahwa saat ini dan di sini Anda
sedang duduk mendengarkan kuliah dalam kondisi, situasi, serta status
keberadaan Anda di ruang kelas ini, itu adalah sebuah aktualitas
Berbeda dengan aktualitas, posibilitas justru menyatakan gambaran
bahwa kesempurnaan saat ini dan di sini belum dimiliki sebuah proposisi.
Posibilitas juga mengungkapkan kondisi, situasia, serta status keberadaan suatu
hal, namun sifat dari ketiga faktor penunjang kesempurnaan tersebut adalah
“mungkin”, jadi secara rilil belum ada/terjadi. Contoh: bila indeks prestasi
Anda sangat bagus, mungkin predikat kelulusan Anda akan cum laude.
Perbedaan aanara aktualitas dan posibilitas dapat digaambarkan dalam
hukum-hukumnya sebagai berikut:
Hukum 1 : Akuntabilitas tidak
boleh disimpulkan dari posibilitas.
Sebabnya, suatu hal yang masih berstatus “mungkin” tidak haruas diartikan sebagai
“ada”
Contoh:
Ia dapat
menyelesaikan studinya dengan segera
Proposisi semacam ini tidak boleh langsung disimpulkan identik
dengan proposisi Ia menyelesaikan
studinya dengan segera. Jika hal ini dipkasakan, maka penyimpulannya tidak
sah (invalid)
Hukum 2 : Posibilitas boleh
disimpulkan dari aktualitas.
Contoh:
Beberapa orang
menikah. Jadi, pernikahan adalah hal yang mungkin
Hukum 3 : Kemustahilan tidak boleh disimpulkan dari hal
yang belum terjadi (nonaktual)
Contoh:
Ini bukan berarti bahwa Ia
tidak akan lulus ujian pendadaran. Jika dipaksakan juga, maka proses penyimpulannya tidak sah
Hukum 4 : Yang tidak aktual
dapat disimpulkan dari yang mustahil
Artinya, jika suatu hal mustahil ada, maka kita dapat berkesimpulan
bahwa hal tersebut tidak pernah aktual (tidak pernah ada)
Contoh:
Lingkaran
mustahil berbentuk segi empat
Maka, kesimpulannya, kita juga tidak mungkin akan menemukan sebuah
lingkaran yang berbentuk segi empat.
- Penalaran Oposisi.
a. Pengertian dan Jenis Oposisi
Penalaran oposisi atau penalaran
perlawanan, dalam logika diartikan dengan pertentangan yang terdapat di antara
dua proposisi yang mempunyai subjek dan predikat yang sama tetapi berbeda dalam
kuantitas dan/atau kualitasnya. Oposisi Sumaryono (1999:78) dan Surajiyo, dkk.
(2009:47), juga Rapar (1996:45) membedakan ada empat macam oposisi dalam logika,
yakni: kontraris, kontradiktoris, subkontraris, dan subalternasi. Untuk
jelasnya perhatikan gambar berikut ini.
![]() |
![]() |
||||
|
|||||
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image009.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image011.gif)
|
|
|
||||||||||
|
|
|
|
|
Gambar 3.1 Jenis Penalaran Oposisi dal Logika
(Rapar, 1996:45)
Oposisi kontraris adalah perlawanan yang
terdapat di antara proposisi-proposisi universalm yang berbeda kualitasnya ,
yaitu yang satu affirmatif dan yang lain negatif (antara A dan E)
Oposisi kontradiktoris adalah perlawanan
antara dua proposisi yang berbeda baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu
aantara propsisi afirmatif universal A
dan proposisi negatif partikular O
atau antara proposisi negatif universal E
dan profosisi affirmatif partikular I
Oposisi subkontraris adalah perlawanan
antasra dua propsisi partikular yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu
afirmatif dan yang lain negatif (antara I
dan O)
Oposisi subalternasi adalah perlawanan
antara dua premis yang berbeda kuantitasnya, yaitu yang satu universal dan yang
lainnya partikular (antara A dan I atau antara E dan O),
b.
Hukum-hukum Oposisi/Perlawanan
Hukum-hukum Penalaran oposisi atau penalaran perlawanan, yaitu:
1) Perlawanan kontradiktoris
adalah perlawanan antara dua proposisi yang berbeda baik kualitas maupun
kuantitasnya, yaitu antara proposisi afirmatif universal A dan proposisi negatif partikular O atau antara proposisi negatif universal E dan proposisi afirmatif I (antara A dan O atau antara E dan I)
Ø Jika proposisi A benar, proposisi O
salah
Ø Jika proposisi O benar, proposisi A salah
Ø Jika proposisi I benar, proposisi E
salah
Ø Jika proposisi E benar, proposisi I
salah.
Contoh Penalaran kontradiktoris:
Jika
diketahui bahwa ‘semua mahasiswa masuk kelas’ dinyatakan benar, maka
kontradiksinya adalah ‘ sebagian mahasiswa tidak masuk kelas’ berarti salah
Jika
pernyataan ‘semua pejabat tidak korupsi’ dinyatakan salah, maka kontradiksinya
‘sebagian pejabat korupsi’ dinyatakan benar.
2) Perlawanan kontraris adalah perlawanan yang
terdapat di antara proposisi-proposisi universal yang berbeda kualitasnya,
yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara A dan E)
a. Jika proposisi A benar, proposisi E
salah
b. Jika proposisi E benar, proposisi A salah
Contoh penalaran kontraris
Jika
pernyataan ‘semua karyawan tidak kerja’ dinyatakan benar, maka pernyataan
‘semua karyawan kerja berarti salah.
Jika
pernyataan ‘semua TNI membawa senjata’ dinyatakan salah, maka pernyataan ‘semua
TNI tidak membawa senjata’ bisa benar
dan bisa salah.
3) Perlawanan subkontraris
adalah perlawanan antara dua proposisi partikular yang berbeda kualitasnya,
yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara I dan O)
Ø Tidak mungkin kedua-duanya salah
Ø Bisa pula kedua-duanya benar
Contoh penalaran subkontraris:
Jika
pernyataan ‘sebagian warga Makassar adalah NU’ dinyatakan benar, maka pernyataan
‘sebagian warga Makassar bukan NU’ bisa benar dan juga bisa salah
Jika
‘sebagian Pegawai Kantor Gubernur adalah sarjana APDN’ dinyatakan salah, maka pernyataan
‘sebagian Pegawai Kantor Gubernur
adalah bukan sarjana APDN’ pasti benar
4) Perlawanan Subalternasi
adalah perlawanan antara dua premis yang berbeda kuantitasnya, yaitu yang satu
universal dan yang lainnya partikular (antara A dan I atau antara E dan O).
Ø Jika proposisi A benar, proposisi I pun
benar
Ø Jika proposisi I benar, belum tentu proposisi A
benar
Ø Bila proposisi E benar, proposisi O pun
benar
Ø Bila proposisi O benar, belum tentu proposisi E
benar
Contoh penalaran Subalternasi:
Jika
pernyataan sebagian pejabat adalah politikus dinyatakan benar, maka pernyataan
‘semua pejabat adalah politikus’ bisa benar dan juga bisa salah
Jika
‘semua pegawai tidak mendapat THR’ dinyatakan benar’ maka pernyataan ‘sebagian
pegawai tidak mendapat THR’ juga benar
c.
Validitas penyimpulan melalui perlawanan
Sumaryono (1999:81) memberi
uraian jika beberapa buah apel berwarna
merah benar, maka benar pula bila dikatakan Ada beberapa buah apel yang tidak berwarna
merah. Apakah kedua proposisi tersebut memang benar, hari ini masih perlu
kita ragukan terlebih dahulu. Perhatikan diagram berikut ini,
(?) A E (?)
![]() |
X
X
![Text Box: T](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image013.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image014.gif)
I
Diketahui I : Beberapa buah apel berwarna merah (Benar)
Maka A: Semua apel berwarna merah, (Tidak
diketahui/belum tentu)
E : Semua apel tidak ada yang
berwarna merah (Tidak diketahui)
O : Beberapa buah apel tidak berwarna merah (Benar)
Validitas : dari I ke A valid,
dari I ke E tidak valid
dari I ke O tidak valid
Keterangan:
Nilai
T menunjukkan bahwa penalaran dimulai dar titik ini, yaitu proposisi I (sebagai
proposisi yang dinyatakan benar). Kebenaran proposisi I ini mengandaikan
kebenaran pada proposisi O, namun nilai kebenaran A dan E tetap belum
diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa “Jika I benar, maka O juga benar”,
sementara A dan E tidak diketahui (?)
Jika dilihat dari sudut hukum-hukum penyimpulan oposisional,
sebetulnya telah terjadi penggunaan hukum subkontraris dan hukum
kontradiktorias secara paksa. Ini tampak pada dalil bahwa “jika I benar, maka O juga benar”. Namun,
hukum ini menyatakan kepada kita bahwa salah satu proposisi kontraris benar,
proposisi yang lainnya dapat juga benar (tetapi dalam status “belum tentu
benar”) Hukum tersebut tideak menyatakan bahwa kedua proposisi dalam kualitas
subkontraris sama-sama benar. Keduanya hanya dinyatakan “dapat kedua-duanya
benar”.
Selebihnya, proses penyimpulannya menunjukkan bahwa jika O benar, proposisi kontradiktorisnya (E) masih berstatus “meragukan”. Namun,
hukum kontradiktoris menunjukkan bahwa kedua proposisi yang kontradiktoris
tidak dapat sama-sama benar. Artinya, jika yang satu benar, maka yang lainnya
pasti salah. Oleh karenanya, dalam hukum ini terdapat ide yang ddipaksakan.
Sebagai akibatnya, penyimpulan dengan model ini dianggap tidak valid.
Meskipun demikian, penyimpulan yang dapat ditarik menyatakan bahwa
jika I benar, maka subalternant A bersifat “meragukan” (belum tentu). Jadi, hukum subaltern tidak perlu menentukan
kebenaran proposisi yang universal, dan penyimpulan dengan mempergunakan hukum
ini dinyatakan valid.
No comments:
Post a Comment