SESAT PIKIR
A.
Pengertian Sesat Pikir
Sumaryono (1999:9) memberikan pengertian sesat
pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis,
salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan
oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Surajiyo (2009:105) mengatakan kesesatan penalaran
dapat terjadi pada siapa saja, bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi
dari bentuk penarikan kesimpulan yang
sesat karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
Sesat pikir dapat terjadi ketika menyimpulkan
sesuatu lebih luas dari dasarnya.
Contoh:
Kucing
berkumis.
Ali
berkumis.
Jadi,
Ali Kucing.
Silogisme di atas, merupakan sesat pikir dalam
menyimpulkan, karena Ali dkatakan kucing. Konklusi ini menyesatkan dan bisa marah
yang bersangkutan kepada yang mengatakannya. Ali yang bersangkutan dikatakan
kucing yang bukan kucing melainkan orang atau manusia yang memiliki martabat,
bisa emosi dan memukul kepada yang menyampaikannya karena merasa diturunkan
martabatnya
Bentuk sesat pikir
berdasar pembagian, yaitu: musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi:
musim tanam, musim kemarau, musim menyiangi, musim hujan, dan musim panen.
Dalam pembagian ini ada yang sesat pikir, yaitu musim kemarau dan musim hujan
karena kedua musim itu bukan kegiatan.
Sesat pikir dalam bentuk lain, misalnya Natsir
mengatakan Bambang sangat mencintai istrinya, lalu disambung oleh Dahri dengan
kata “dan saya juga”. Ucapan Dahri mengatakan “dan saya juga” merupakan sesat
pikir, yaitu dapat diartikan bahwa Dahri juga mencintai istrinya Said. Pada hal
yang ia maksudkan adalah Dahri juga mencintai istrinya sendiri.
Dari pengertian dengan tiga contoh sesat pikir
yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan sesat pikir sebagai proses
penalaran atau argumentasi yang tidak ketemu, atau salah arah pada sasaran yang
dimaksudkan. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan, tetap juga hal
ini sering dilakukan. Atas dasar inilah maka dipandang perlu untuk mengetahui
lebih lanjut, sumber, jenis-jenis dan latar belakang terjadinya proses sesat
pikir tersebut.
B.
Fenomena Sesat Pikir
Sumaryono (1999:9) term “kepalsuan” dapat
dipergunakan dalam berbagai kemungkinan. Yang paling lazim, term tersebut
dipergunakan untuk menggambarkan gagasan yang keliru atau keyakinan yang salah.
Dalam logika, term tersebut dipergunakan dalam arti yang lebih sempit, yaitu
palsu berarti keliru dalam menalar atau dalam berargumen.
Motivasi pokok seseorang menyusun sebuah argumen
adalah untuk membuktikan bahwa kesimpulan yang ia peroleh dalam menalar adalah
benar. Sebuah argumen ada kemungkinan gagal dalam memanuhi tujuan tersebut. Ada
dua kemungkinan kegagalan argumen.
1. Kegagalan dapat terjaddi karena suatu
argumen memuat premis yang terbentuk dari proposisi yang keliru. Jika sebuah
argumen memuat satu premis yang keliru, maka argumen tersebut akan gagal dalam
menempatkan kebenaran konklusinya
Contoh:
Premis
1 : ABRI harus menjalankan dwifungsi
sipil-militer
Premis
2 : Tentara bayaran tidak memperhatikan
fungsi sipil
Konklusi : Jadi,
ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran
2.
Kegagalan
dapat terjadi karfena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak
berhubungan deengan konklusi yang akan dicari. Di sini logika berperanan
penting. Sebuah argumentasi yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan
kesimpulannya merupakan argumen yang “sesat” sekalipun semua premisnya itu
mungkin benar. Di dalam jenis kegagalan yang kedua inilah terdapat apa yang
disebut sesat pikir.
Contoh:
Premis
1 : Sifat
Tuhan adalah kekal abadi
Premis
2 : Pancasila
memuat nilai-nilai yang kekal abadi
Konklusi
: Tuhan dan Pancasila adalah identik
Selanjutnya dalam sumber yang sama, Sumaryono
mengemukakan ada banyak jenis kekeliruan yang dilakukan orang dalam
melaksanakan penalaran atau dalam berargumen. Setiap kekeliruan dalam menalar
itu merupakan argumen yang salah.
C.
Sumber-Sumber Kesesatan
Surajiyo (2009:107) mengemukakan sumber kesesatan
dapat terjadi di dalam logika deduktif, dan
logika induktif. Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh
kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim, yaitu kata yang
memiliki banyak arti yang didalam logika disebut kesalahan semantik atau
bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun untuk
menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan
langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi sejati. Memilih
kata-kata yang hanya arti tunggal,
menggunakan wilayah pengertian yang tepat, apakah konotasi subjektif yang
berlaku khusus atau objektif yang bersifat universal atau partikular. Dapat
juga dengan konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat
komprehensif.
Kesesatan di dalam logikan induktif dapat
dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkapatau kurang
teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena penggolongannya tidak
lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa
terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan dan
bertentangan dengan fakta. Kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah post hoc
propler hoc, anteseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak
cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu menjadikan-nya suatu
kecenderungan homogen, masihj pula terdapat kebersamaan yang sifatnya
kebetulan. Kesesatan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau
analogi yang keliru.
D.
Berbagai Jenis Sesat pikir
Rapart (1996:92) mengemukakan pada umumnya sesat
pikir di bagi ke dalam tiga jenis, yaitu sesat pikir karena semantik (bahasa),
sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Sesat Pikir Karena Bahasa
Sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena
kesalahan semantik (bahasa), sebagai berikut:
a. Menggunakan term ekuivokal
Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna
ganda, misalnya jarak dapat berarti ruang sela antara benda atau tempat, tetapi
dapat juga berarti pohon yang sering ditanam sedemikian rupa dan berfungsi sebagai
pagar. Sesat pikir yang disebabkan oleh penggunaan term ekuivokal disebut sesat
pikir ekuivokasi (fallacy of equivocation).
b. Menggunakan term metaforis
Term metaforis adalah kata atau sekelompok kata
yang digunakan bukan dalam arti yang sebenarnya. Misalnya: Pemuda adalah tulang punggung negara. Sesat pikir yang disebabkan oleh
penggunaan term metaforis disebut sesat pikir metaforisasi (fallacy
of metaphorization)
c. Menggunakan aksen yang membedakan arti
suatu kata
Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan
memiliki arti yang berbeda . Misalnya: apel: jika tekanan tgerletak pada huruf “a”
artinya ialah pohon/buah apel, tetapi
jika tekanan terletak pada suku kata “pel”, artinya ialah apel bendera, dan sebagainya. Sesat pikir yang
terjadi karena aksen disebut sesat pikir aksen (fallacy of accent)
d. Menggunakan kontruksi kalimat bermakna
ganda
Kalimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphyboly). Amfiboli terjadi apabila sebuah kalimat disusun
sedemikian rupa sehingga arti kalimat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-beda.
Contoh: Ali mencintai kekasihnya dan demikian pula saya! Kalimat itu bisa berarti :Ali mencintai
kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih ali. Atau bisa juga berarti: Ali
mencintai kekasihnya dan saya mencintai kekasih saya
2. Sesat Pikir Formal
Sesat pikir formal terjadi karena melanggar
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bentuk (form) penalaran yang sahih. Jenis-jenis
sesat pikir formal adalah sebagai berikut.
a. Sesat pikir empat term (fallacy of for terms)
Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme yang
hanya memiliki tiga term yang masing-masing disebut dua kali. Apabila dalam
sebuah silogisme terdapat empat term, benntuk silogisme itu tidak sahih. Hal
itu melanggar ketentuan pertama mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan
mengenai term-term silogisme)
b. Sesat pikir proses tak sah (fallacy of illicit process)
Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak
berdistribusi tetapi term konklusi berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan
keempat mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term
silogisme)
c. Sesat pikir term tengah tak berdistribusi
(fallacy of undistributed)
Sesat pikir yang terjadi karena term tengah tiedak
berdistribusi, padahal untuk memeperoleh konklusi yang benar term tengah sekurang-kurang
satu kali berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan ketiga mengenai term-term
silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)
d. Sesat pikir dua premis negatif (fallacy of two negative premises)
Sesat pikir ini terjadi karena menarik konklusi
dari dua buah premis negatif pada hal dari dua premis negatif tidak dapat
ditarik konklusi yang benar. Hal itu melanggar ketentuan kedua dari
ketentuan-ketentuan menganai premis-premis (lihat ketentuan premis)
3. Sesat Pikir Material
Sesat pikir material ialah sesat pikir
yang terjadi bukan karena bahasa atau bentuk penalaran yang tidak sahih,
melainkan yang terjadi pada materi atau isi penalaran itu sendiri. Surajiyo (2009:111)
menyebutnya sebagai kesesatan relevansi. Sesat pikir macam ini sering kali
disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun
sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering
dipergunakan untuk memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering
meyakinkan, tetapi faktanya justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang
dibahas. Jadi, kesesatan relevansi timbul kalau
orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya,
artinya secara logis kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi
dari premisnya. Jenis-jenis sesat pikir material
adalah sebagai berikut:
a. Argumen terhadap orangnya (Argumentum ad hominem)
Sesat pikir ini terjadi karena argumentasi yang
diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi terarah
kepada pribadi orang yang menjadi lawan bicara
b. Argumen untuk mempermalukan (Argumentum ad verecundiam)
Sesat pikir ini terjadi karena agumentasi yang
diberikan memang sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya,
tetapi dibuat sedemikian rupa untuk membangkitkan perasaan malu si lawan
bicara. Contoh: “Jika Anda benar-benar seorang pembeela kebenaran, Aanda pasti
akan membenarkan saya karena apa yang saya katakan selalu benar!” Hal itu
sering pula dilakukan oleh pemasang iklan Misalnya: “Orang yang benar-benar
bijaksana adalah orang yang selalu menggunakan prodduk kami!”
c. Argumen berdasarkan kewibawaan (Argumentum auctoritatis)
Dalam suatu diskusi, tiba-tiba seseorang
mengatakan demikian: “Saya yakin apa yang dikatakan beliau adalah baik dan
benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang beliau, seorang tokoh yang
sangat dihormati dan seorang doktor yang jenius!” Jelas terlihat bahwa argumen yang dikemukakan
oleh orang tersebut tidak berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, tetapi
didasarkan pada kewibawaan si pembicara terdahulu. Sesat pikir seperti itu yang
bperlu dihindari.
d. Argumen ancaman (Argumentum ad baculum)
Argumen ancaman mendesak orang untuk menerima
suatu konklusi tertentu dengan alasan bahwa jika menolak akan membawa akibat
yang tidak diinginkan.
e. Argumen belas kasihan (Argumentum ad misericordiam)
Sesat pikir ini sengaja terarah untuk
membangkitkan rasa belas kasihan si lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh
pengampunan
f. Argumen demi rakyat (Argumentum ad populum)
Argumen ini dibuat untuk menghasut massa, rakyat,
kelompok untuk membakar emosi mereka dengan alasan bahwa pemikiran yang
melatarbelakangi suatu usul atau program adalah demi kepentingan rakyat atau
kelompok itu sendiri. Argumen ini bertujuan untuk memperoleh dukungan aatau
membenarkan tindakan si pembicara.
g. Argumen ketidaktahuan (Argumentum ad ignorantiam)
Apabila kita memastikan bahwa sesuatu itu tidak
ada karena kita tidak mengetahu apa pun juga mengenai sesuatu itu, hal itu
adalah sesat pikir. Belum tentu bahwa apa yang tidak diketahui itu benar-benar
tidak ada. Sesat pikir yang demikian disebut argumentum ad ignorantiam
E.
Strategi Menghindari Sesat Pikir
Istilah strategi adalah suatu akal pikiran untuk mencapai
sesuatu yang dimaksud. Strategi di sini, diartikan sebagai suatu akal pikiran
untuk menghindari penalaran yang tidak logis atau salah arah, menjadi penalaran
untuk mencapai sesuatu yang dimaksud.
Salah satu strategi menghindari sesat pikir, yaitu
dengan menghindari sumber penyebabnya. Sumaryono (1999:21) dan Surajiyo
(2009:115) mendeskripsikan sesat pikir pada hakikatnya merupakan jebakan bagi
proses penalaran kita. Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas dipasang sebagai
peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan kecelakaan, maka
rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar kita jeli dan cermat
terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar, juga agar kita mampu
mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut sehingga mungkin
kita akan selamat dari penalaran palsu
Oleh Karena itu, untuk menghindari kesesatan
penalaran dengan berhati-hati terhadap sumber-sumber sesat pikir misalnya
dengan menghindari kesalahan semantik atau bahasa, senantiasa melakukan
penyimpulan sesuai ketentuan silogisme yang benar, dan bersikap kritis terhadap
setiap argumen. Dalam hal ini, peneliti terhadap peranan bahasa dan
penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi
keluwesan dan keanekaragaman penggunaan bahasa dapat dimanfaatkan untuk
memperoleh konklusi yang benar dari sebuah argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat
terjadi secara sangat “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah
tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda.
Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus mengupayakan agar
setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita
harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.
No comments:
Post a Comment