Powered By Blogger

September 3, 2013

SESAT PIKIR


SESAT PIKIR


A.    Pengertian Sesat Pikir

Sumaryono (1999:9) memberikan pengertian sesat pikir adalah proses penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya.
Surajiyo (2009:105) mengatakan kesesatan penalaran dapat terjadi pada siapa saja, bukan karena kesesatan dalam fakta-fakta, tetapi dari bentuk penarikan  kesimpulan yang sesat karena tidak dari premis-premis yang menjadi acuannya.
Sesat pikir dapat terjadi ketika menyimpulkan sesuatu lebih luas dari dasarnya.
Contoh:
Kucing berkumis.
Ali berkumis.
Jadi, Ali Kucing.
Silogisme di atas, merupakan sesat pikir dalam menyimpulkan, karena Ali dkatakan kucing. Konklusi ini menyesatkan dan bisa marah yang bersangkutan kepada yang mengatakannya. Ali yang bersangkutan dikatakan kucing yang bukan kucing melainkan orang atau manusia yang memiliki martabat, bisa emosi dan memukul kepada yang menyampaikannya karena merasa diturunkan martabatnya
            Bentuk sesat pikir berdasar pembagian, yaitu: musim menurut kegiatannya dapat dibagi menjadi: musim tanam, musim kemarau, musim menyiangi, musim hujan, dan musim panen. Dalam pembagian ini ada yang sesat pikir, yaitu musim kemarau dan musim hujan karena kedua musim itu bukan kegiatan.
Sesat pikir dalam bentuk lain, misalnya Natsir mengatakan Bambang sangat mencintai istrinya, lalu disambung oleh Dahri dengan kata “dan saya juga”. Ucapan Dahri mengatakan “dan saya juga” merupakan sesat pikir, yaitu dapat diartikan bahwa Dahri juga mencintai istrinya Said. Pada hal yang ia maksudkan adalah Dahri juga mencintai istrinya sendiri.
Dari pengertian dengan tiga contoh sesat pikir yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan sesat pikir sebagai proses penalaran atau argumentasi yang tidak ketemu, atau salah arah pada sasaran yang dimaksudkan. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan, tetap juga hal ini sering dilakukan. Atas dasar inilah maka dipandang perlu untuk mengetahui lebih lanjut, sumber, jenis-jenis dan latar belakang terjadinya proses sesat pikir tersebut.


B.     Fenomena Sesat Pikir

Sumaryono (1999:9) term “kepalsuan” dapat dipergunakan dalam berbagai kemungkinan. Yang paling lazim, term tersebut dipergunakan untuk menggambarkan gagasan yang keliru atau keyakinan yang salah. Dalam logika, term tersebut dipergunakan dalam arti yang lebih sempit, yaitu palsu berarti keliru dalam menalar atau dalam berargumen.
Motivasi pokok seseorang menyusun sebuah argumen adalah untuk membuktikan bahwa kesimpulan yang ia peroleh dalam menalar adalah benar. Sebuah argumen ada kemungkinan gagal dalam memanuhi tujuan tersebut. Ada dua kemungkinan kegagalan argumen.
1.      Kegagalan dapat terjaddi karena suatu argumen memuat premis yang terbentuk dari proposisi yang keliru. Jika sebuah argumen memuat satu premis yang keliru, maka argumen tersebut akan gagal dalam menempatkan kebenaran konklusinya
Contoh:
      Premis 1 : ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer
      Premis 2 : Tentara bayaran tidak memperhatikan fungsi sipil
      Konklusi : Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran

2.      Kegagalan dapat terjadi karfena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak berhubungan deengan konklusi yang akan dicari. Di sini logika berperanan penting. Sebuah argumentasi yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya merupakan argumen yang “sesat” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar. Di dalam jenis kegagalan yang kedua inilah terdapat apa yang disebut sesat pikir.
Contoh:
      Premis 1  : Sifat Tuhan adalah kekal abadi
      Premis 2  : Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi
      Konklusi : Tuhan dan Pancasila adalah identik

Selanjutnya dalam sumber yang sama, Sumaryono mengemukakan ada banyak jenis kekeliruan yang dilakukan orang dalam melaksanakan penalaran atau dalam berargumen. Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah.

C.    Sumber-Sumber Kesesatan


Surajiyo (2009:107) mengemukakan sumber kesesatan dapat terjadi di dalam  logika deduktif, dan logika induktif. Di dalam logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim, yaitu kata yang memiliki banyak arti yang didalam logika disebut kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi sejati. Memilih kata-kata  yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah pengertian yang tepat, apakah konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat universal atau partikular. Dapat juga dengan konotasi subjektif yang berlaku khusus atau objektif yang bersifat komprehensif.
Kesesatan di dalam logikan induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkapatau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan dan bertentangan dengan fakta. Kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah post hoc propler hoc, anteseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu menjadikan-nya suatu kecenderungan homogen, masihj pula terdapat kebersamaan yang sifatnya kebetulan. Kesesatan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru.


D.    Berbagai Jenis Sesat pikir

Rapart (1996:92) mengemukakan pada umumnya sesat pikir di bagi ke dalam tiga jenis, yaitu sesat pikir karena semantik (bahasa), sesat pikir formal, dan sesat pikir material. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1.      Sesat Pikir Karena Bahasa

Sesat pikir karena bahasa dapat terjadi karena kesalahan semantik (bahasa), sebagai berikut:

a.       Menggunakan term ekuivokal

Term ekuivokal adalah term yang memiliki makna ganda, misalnya jarak dapat berarti ruang sela antara benda atau tempat, tetapi dapat juga berarti pohon yang sering ditanam sedemikian rupa dan berfungsi sebagai pagar. Sesat pikir yang disebabkan oleh penggunaan term ekuivokal disebut sesat pikir ekuivokasi (fallacy of equivocation).

b.      Menggunakan term metaforis

Term metaforis adalah kata atau sekelompok kata yang digunakan bukan dalam arti yang sebenarnya. Misalnya: Pemuda adalah tulang punggung  negara. Sesat pikir yang disebabkan oleh penggunaan term metaforis disebut sesat pikir metaforisasi  (fallacy of metaphorization)

c.       Menggunakan aksen yang membedakan arti suatu kata

Ada kata-kata yang apabila aksennya diubah akan memiliki arti yang berbeda . Misalnya: apel: jika tekanan tgerletak pada huruf “a” artinya ialah pohon/buah  apel, tetapi jika tekanan terletak pada suku kata “pel”, artinya ialah apel  bendera, dan sebagainya. Sesat pikir yang terjadi karena aksen disebut sesat pikir aksen (fallacy of accent)

d.      Menggunakan kontruksi kalimat bermakna ganda

Kalimat yang bermakna ganda disebut amfiboli (amphyboly). Amfiboli  terjadi apabila sebuah kalimat disusun sedemikian rupa sehingga arti kalimat itu dapat ditafsirkan secara berbeda-beda. Contoh: Ali mencintai kekasihnya dan demikian pula  saya! Kalimat itu bisa berarti :Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih ali. Atau bisa juga berarti: Ali mencintai kekasihnya dan saya mencintai kekasih saya


2.      Sesat Pikir Formal

Sesat pikir formal terjadi karena melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi bentuk (form) penalaran yang sahih. Jenis-jenis sesat pikir formal adalah sebagai berikut.

a.       Sesat pikir empat term (fallacy of for terms)

Bentuk silogisme yang sahih ialah silogisme yang hanya memiliki tiga term yang masing-masing disebut dua kali. Apabila dalam sebuah silogisme terdapat empat term, benntuk silogisme itu tidak sahih. Hal itu melanggar ketentuan pertama mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)


b.      Sesat pikir proses tak sah (fallacy of illicit process)

Sesat pikir yang terjadi karena term premis tidak berdistribusi tetapi term konklusi berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan keempat mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)


c.       Sesat pikir term tengah tak berdistribusi (fallacy of undistributed)

Sesat pikir yang terjadi karena term tengah tiedak berdistribusi, padahal untuk memeperoleh konklusi yang benar term tengah sekurang-kurang satu kali berdistribusi. Hal ini melanggar ketentuan ketiga mengenai term-term silogisme (lihat ketentuan mengenai term-term silogisme)


d.      Sesat pikir dua premis negatif (fallacy of two negative premises)

Sesat pikir ini terjadi karena menarik konklusi dari dua buah premis negatif pada hal dari dua premis negatif tidak dapat ditarik konklusi yang benar. Hal itu melanggar ketentuan kedua dari ketentuan-ketentuan menganai premis-premis (lihat ketentuan premis)


3.      Sesat Pikir Material

Sesat pikir material ialah sesat pikir yang terjadi bukan karena bahasa atau bentuk penalaran yang tidak sahih, melainkan yang terjadi pada materi atau isi penalaran itu sendiri. Surajiyo (2009:111) menyebutnya sebagai kesesatan relevansi. Sesat pikir macam ini sering kali disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tetapi faktanya justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang dibahas. Jadi, kesesatan relevansi timbul kalau  orang menurunkan suatu kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya, artinya secara logis kesimpulan tidak terkandung atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.  Jenis-jenis sesat pikir material adalah sebagai berikut:

a.       Argumen terhadap orangnya (Argumentum ad hominem)

Sesat pikir ini terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi terarah kepada pribadi orang yang menjadi lawan bicara

b.      Argumen untuk mempermalukan (Argumentum ad verecundiam)

Sesat pikir ini terjadi karena agumentasi yang diberikan memang sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian rupa untuk membangkitkan perasaan malu si lawan bicara. Contoh: “Jika Anda benar-benar seorang pembeela kebenaran, Aanda pasti akan membenarkan saya karena apa yang saya katakan selalu benar!” Hal itu sering pula dilakukan oleh pemasang iklan Misalnya: “Orang yang benar-benar bijaksana adalah orang yang selalu menggunakan prodduk kami!”

c.       Argumen berdasarkan kewibawaan (Argumentum auctoritatis)

Dalam suatu diskusi, tiba-tiba seseorang mengatakan demikian: “Saya yakin apa yang dikatakan beliau adalah baik dan benar karena beliau adalah seorang pemimpin yang beliau, seorang tokoh yang sangat dihormati dan seorang doktor yang jenius!”  Jelas terlihat bahwa argumen yang dikemukakan oleh orang tersebut tidak berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, tetapi didasarkan pada kewibawaan si pembicara terdahulu. Sesat pikir seperti itu yang bperlu dihindari.

d.      Argumen ancaman (Argumentum ad baculum)

Argumen ancaman mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan bahwa jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.

e.       Argumen belas kasihan (Argumentum ad misericordiam)

Sesat pikir ini sengaja terarah untuk membangkitkan rasa belas kasihan si lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan

f.       Argumen demi rakyat (Argumentum ad populum)

Argumen ini dibuat untuk menghasut massa, rakyat, kelompok untuk membakar emosi mereka dengan alasan bahwa pemikiran yang melatarbelakangi suatu usul atau program adalah demi kepentingan rakyat atau kelompok itu sendiri. Argumen ini bertujuan untuk memperoleh dukungan aatau membenarkan tindakan si pembicara.

g.      Argumen ketidaktahuan (Argumentum ad ignorantiam)

Apabila kita memastikan bahwa sesuatu itu tidak ada karena kita tidak mengetahu apa pun juga mengenai sesuatu itu, hal itu adalah sesat pikir. Belum tentu bahwa apa yang tidak diketahui itu benar-benar tidak ada. Sesat pikir yang demikian disebut argumentum ad ignorantiam



E.     Strategi  Menghindari Sesat Pikir

Istilah strategi adalah suatu akal pikiran untuk mencapai sesuatu yang dimaksud. Strategi di sini, diartikan sebagai suatu akal pikiran untuk menghindari penalaran yang tidak logis atau salah arah, menjadi penalaran untuk mencapai sesuatu yang dimaksud.
Salah satu strategi menghindari sesat pikir, yaitu dengan menghindari sumber penyebabnya. Sumaryono (1999:21) dan Surajiyo (2009:115) mendeskripsikan sesat pikir pada hakikatnya merupakan jebakan bagi proses penalaran kita. Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas dipasang sebagai peringatan bagi para pemakai jalan di bagian-bagian yang rawan kecelakaan, maka rambu-rambu sesat pikir ditawarkan kepada kita agar kita jeli dan cermat terhadap kesalahan-kesalahan dalam menalar, juga agar kita mampu mengidentifikasi dan menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut sehingga mungkin kita akan selamat dari penalaran palsu
Oleh Karena itu, untuk menghindari kesesatan penalaran dengan berhati-hati terhadap sumber-sumber sesat pikir misalnya dengan menghindari kesalahan semantik atau bahasa, senantiasa melakukan penyimpulan sesuai ketentuan silogisme yang benar, dan bersikap kritis terhadap setiap argumen. Dalam hal ini, peneliti terhadap peranan bahasa dan penggunaannya merupakan hal yang sangat menolong dan penting. Realisasi keluwesan dan keanekaragaman penggunaan bahasa dapat dimanfaatkan untuk memperoleh konklusi yang benar dari sebuah argumen.
Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda. Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendefinisikan setiap kata atau term yang dipergunakan.

No comments:

Post a Comment