Powered By Blogger

October 2, 2013

KONSEPSI DASAR PEMBUATAN PUTUSAN



1.  
Pengertian
 Dalam literatur asing disebutkan dengan decision making yang kemudian masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan terjemahan pembuatan keputusan, ada pula yang menerjemahkan dengan pengambilan keputusan. Decision = keputusan, making = pembuatan - pengambilan .  
Pembuatan keputusan atau pengambilan keputusan, oleh M. M. Purbo-Hadiwidjojo dalam pelatihannya juli 1998 dianggapnya terjemahan yang tidak tepat kaidah hukumnya (hukum DM). Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) keputusan adalah perihal yang berkaitan dengan putusan atau segala putusan yang telah ditetapkan. Sedangkan pembuatan atau pengambilan berarti proses pembuatan atau proses pengambilan, cara membuat atau cara mengambil. Jadi antara pembuatan atau pengambilan dan keputusan tidak jelas yang diterangkan dan yang menerangkan. Karena itu, dalam tulisan ini decision making tidak diterjemahkan berdasarkan kata pembuatan keputusan atau pengambilan keputusan tetapi dengan “pem-buatan putusan”. Kata pembuatan keputusan dan pengambilan keputusan dari berbagai literatur, dalam tulisan ini dipakai dengan pembuatan putusan sehingga semua kutipan yang disebutkan dengan pembuatan keputusan atau pengambilan keputusan disalin dengan pembuatan putusan dengan rumusannya yang tetap itu juga.
Ricart M. Steers dalam Muhyadi (1989) merumuskan “decision making  is a  process of selection among available alternatives” (pembuatan putusan adalah proses pemilihan di antara berbagai alternatif yang tersedia).
Koontz dan Weihrich (1990) “decision making is defined as selection of a course of action from among alternatives” (pembuatan putusan didefinisikan sebagai penetapan pilihan langkah atau tindakan dari sejumlah alternatif)
Siagian {1985) mengartikan pembuatan putusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap sesuatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang sistematis itu menyangkut pengetahuan tentang hakekat dari masalah yang dihadapi itu, pengumpulan fakta dan data yang relevan dengan masalah yang dihadapi, analisis masalah dengan mempergunakan fakta dan data, mencari alternatif pemecahan, menganalisis setiap alternatif sehingga diketemukan alternatif yang paling rasional, dan penilaian dari hasil yang dicapai sebagai akibat dari pembuatan putusan.
Siswanto (1990) Pembuatan putusan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam usaha memecahkan problema yang sedang dihadapi, kemudian menetapkan berbagai alternatif yang dianggap paling rasional dan sesuai dengan iklim dan kondisi sistem. Jadi mengambil putusan berarti memilih dan menetapkan satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan dari beberapa alternatif yang dihadapi. Alternatif yang ditetapkan merupakan putusan. Kualitas dari putusan yang diambil tersebut  merupakan standard dari efektivitas mereka.
Suprihanto, dkk. (2003) pembuatan putusan merupakan aktivitas untuk memilih alternatif tindakan terbaik di antara berbagai alternatif pemecahan masalah yang tersedia. Alternatif tindakan terbaik berarti merupakan alternatif yang bila dilaksanakan akan membantu organisasi untuk mencapai tujuannya secara lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa pengertian seperti yang telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pembuatan putusan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam usaha pemecahan masalah atau problem yang sedang dihadapi kemudian ditetapkan berbagai macam alternatif untuk diadakan pemilihan atau seleksi satu diantara beberapa alternatif yang dianggap paling baik dan tepat untuk dilaksanakan Paling baik dan tepat, oleh Herbart A.Simon dikatakannya “dengan rasional”. Jadi pembuatan putusan berarti proses pemilihan dan penetapan satu alternatif yang dianggap paling baik dan tepat (rasional) dari beberapa alternatif yang dihadapi. Alternatif yang dipilih dan ditetapkan itulah yang selanjutnya disebut dengan putusan”. Segala putusan yang telah ditetapkan disebut “keputusan”. Orang atau pejabat yang berwewenang mengambil putusan disebut “dicision maker (pengambil putusan)”
Secara visualisasi seperti pada gambar  5.1

                                    Pemilihan       Alternatif
Beberapa Altenatif                  Alternatif        yang dikehendaki   
                                        Pemilihan
                                                              Putusan         Dilaksanakan
 


                                                                           Alternatif
                                                                           yang tidak                            dikehendaki               
                                    Diabaikan          
         

                
Gambar 5.1 Visualisasi Pembuatan Putusan


  1. Tingkat-tingkat Keputusan

Setiap pembuatan putusan melahirkan putusan yang mempunyai kadar kehebatan putusan yang berbeda-beda. Ada pembuatan putusan yang melahirkan putusan yang sangat sederhana, ada yang mempunyai makna global yang luar biasa dan serba kompleks. Brinckloe dalam Salusu (1996) menyebutkan ada empat tingkatan keputusan dari pembuatan putusan, tiap putusan akan tergolong dalam salah satu dari kategori itu, yaitu: (1) automatic decisions, (2) expected information decisions, (3) factor weighting decisions, dan (4) dual uncertaint decisions.
Keputusan Otomatis (automatic decisions). Keputusan ini dibuat dengan sangat sederhana. Meski ia sederhana, informasi tetap diperlukan. Hanya informasi yang ada itu sekaligus melahirkan satu putusan. Seorang pengemudi mobil yang memperoleh informasi di perempatan jalan berupa lampu merah, akan membuat putusan otomatis untuk berhenti. Informasi identik dengan putusan. Setiap pengemudi lain akan membuat putusan yang sama apabila dihadapkan dengan informasi serupa.
Keputusan  berdasar informasi yang diharapkan (expected information decisions). Tingkat informasi disini mulai sedikit kompleks artinya  informasi yang ada  sesudah memberi aba-aba untuk pembuatan putusan. Akan tetapi, putusan  belum segera dibuat, karena informasi itu masih perlu dipelajari. Setelah hasil studi diketahui, keputusan langsung dibuat, sama seperti keputusan otomatis.
Keputusan berdasar berbagai pertimbangan (factor weighting decisions). Keputusan jenis ini lebih kompleks lagi. Lebih banyak informasi yang diperlukan. Informasi-informasi itu harus dikumpulkan dan dianalisis. Faktor–faktor yang berperan dalam informasi itu dipertimbangkan dan diperhitungkan. Antara informasi yang satu dan yang lain dibandingkan, kemudian dicari yang paling banyak memberi keuntungan atau kesenangan. Seseorang yang hendak membeli arloji akan membandingkannya  diantara beberapa merek. Ia membandingkan harganya, kualitasnya, penampilannya atau modelnya, nilai arloji itu, yaitu sejauh mana arloji itu memiliki makna yang berarti baginya. Bahkan bukan hanya membandingkan arloji di satu toko, tetapi ia akan bolak balik diantara beberapa toko. Mungkin ia memerlukan beberapa jam bahkan beberapa hari sebelum menetapkan putusan membeli arloji yang diinginkan.
Keputusan ketidakpastian ganda (dual uncertainty decisions). Keputusan tingkat empat ini merupakan proses pembuatan putusan yang paling kompleks. Jumlah informasi yang diperlukan semakin bertambah banyak. Selain itu, dalam setiap informasi yang sudah ada atau informasi yang masih akan diharapkan, terdapat ketidakpastian. Itulah sebabnya dikatakan “dual uncertainty”, ketidakpastian ganda. Semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan, semakin banyak informasi yang dibutuhkan dan semakin tinggi ketidakpastian itu. Oleh karena itu, keputusan yang semacam itu sering mengandung risiko yang jauh lebih besar daripada keputusan tingkat dibawahnya.


  1. Berbagai kekuatan yang mempengaruhi pembuatan putusam


Seperti telah disebutkan terdahulu bahwa pembuatan putusan  pada hakekatnya adalah aktivitas pemilihan alternatif yang dianggap paling tepat dari beberapa alternatif yang dihadapi, untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Dalam proses pembuatan putusan tersebut, menurut Siagian (`1985) dan Effendy (1989), ada tiga kekuatan yang selalu mempengaruhinya, yaitu: (1) dinamika individu, (2) dinamika kelompok, dan (3) dinamika lingkungan.
Dinamika Individu. Organisasi merupakan wadah individu, yang masing-masing membawa sikapnya, perangainya dan waktunya sendiri. Setiap individu itu tidak statis, melainkan dinamis, sesuai dengan sifat alamiah manusia, lebih-lebih kalau manusia itu bergabung dalam suatu wadah yang bernama organisasi.
Dalam proses dinamikanya itu, individu dan organisasi saling mempengaruhi. Individu mempengaruhi organisasi, sebaliknya organisasi juga mempengaruhi individu.
Secara otogenetis dan filogenetis antara individu satu dengan individu yang lain akan berbeda dalam pembuatan putusan untuk kepentingan pribadinya. Setiap putusan oleh seseorang demi kepentingan organisasi akan dipengaruhi oleh kepentingan pribadinya. Sebagai contoh: seorang direktur perusahaan atau kepala jawatan yang dihadapkan pada pembuatan putusan mengenai wanita yang harus ditetapkan sebagai sekretaris dari sejumlah pelamar, maka di sini faktor pribadinya akan turut berbicara.
Tetapi faktor berpengaruh tidaknya individu pada organisasi secara timbal balik, tidak hanya mengenai manajer atau pemimpin, bisa juga mengenai pegawai setiap eselon. Seorang juru bayar umpamanya mengalami kesulitan keuangan dirumahnya ketika menghadapi uang puluhan juta rupiah dikantornya di kala seluruh pegawai sudah pada pulang, bisa dihadapkan alternatif untuk satu putusan. Untuk memecahkan masalah rumah tangganya itu, apakah mengambil sebagian uang kantor atau melakukan cara lain di luar urusan kantor. Pembuatan putusan mana yang dilakukan tergantung dari sifat dan watak individu juru bayar tersebut
Korupsi di sebuah jawatan yang dilakukan oleh seorang benda-harawan adalah suatu pembuatan putusan yang dilakukan olehnya dapat merugikan dirinya dalam bentuk pengajuan di pengadilan tetapi di samping itu juga merugikan kantor di mana ia bekerja. Jelas di sini bahwa pembuatan putusan yang dilakukan oleh seorang pegawai bisa berpengaruh besar kepada organisasi tempat ia bekerja. Jelas pula bahwa dinamika individu tidak selalu positif. Dalam hubungan ini, manajer perlu menaruh perhatian yang seksama dalam mendelegasikan wewenangnya atau mempercayakan tugasnya kepada para bawahannya. Ia harus mengenal betul bawahannya itu, mulai dari latar belakang hidupnya, riwayat hidupnya dan sikapnya sehari-hari. Dengan demikian ia dapat memperkirakan sampai di mana tugasnya itu dilakukan oleh orang yang dijadikan kepercayaannya itu.
Tugas utama manajer adalah mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien. Tujuan organisasi sudah jelas. Tujuan individu harus singkron dengan tujuan organisasi. Jika tujuan individu bertentangan dengan tujuan organisasi, maka pencapaian tujuan organisasi akan mengalami hambatan. Oleh karena itu individu yang terdapat di semua lini, baik dalam manajemen atas, manajemen tengah, manajemen bawah, maupun individu pelaksana harus mempunyai tujuan yang sama dengan tujuan organisasi. Ini perlu mendapat perhatian manajer, oleh karena individu selaku pelaksana pembuatan putusan cenderung akan mencapai tujuan pribadinya terlebih dahulu, kalau perlu, mengorbankan tujuan organisasi.
Dinamika kelompok. Kelompok adalah sejumlah individu yang saling berinteraksi secara teratur untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian ini, dalam kelompok yang dinamis terdapat sejumlah individu yang saling berinteraksi. Setiap individu tersebut punya norma tertentu, mungkin sama atau berbeda menurut kepentingannya sehingga perlu diikat oleh suatu norma kelompok agar perbedaan setiap individu tersebut dapat menyatu pada satu tujuan tertentu. Norma kelompok itu merupakan  sumber dasar hidup para anggota kelompok. Ketaatan mereka pada kelompoknya tergantung pada derajat ketaatannya pada norma kelompok tersebut. Semakin taat pada norma kelompoknya semakin mendalam rasa keterlibatannya  dan rasa cintanya pada kelompoknya.
Pengaruh norma kelompok ini besar sekali terhadap cara berpikir, menanggapi suatu gejala sosial dan bertingkah laku seseorang. Nilai-nilai hidup seseorang sebagian besar dipelajari dari kehidupan kelompoknya. Perubahan sikap, opini dan tingkah laku dalam menanggapi perangsang-perangsang sosial akan disesuaikan dengan norma kelompoknya.
Dalam hubungan dengan pembuatan putusan, adalah tanggung jawab seorang manajer untuk membuat putusan sedemikian rupa dengan memperhatikan norma bawaan setiap individu dapat diserasikan dengan norma kelompoknya. Jika hal ini berhasil dilaksanakan, penerimaan putusan akan lebih mudah, dan semakin mudah pula untuk menggerakkan bawahan itu menurut pola yang dikehendaki.
Dinamika lingkungan. Lingkungan adalah situasi, kondisi dan faktor yang mengelilingi dan mempengaruhi sesuatu putusan. Suatu putusan yang dibuat merupakan jawaban terhadap suatu tantangan. Tantangan itu timbul sebagai akibat  perubahan situasi dan kondisi. Apa bila putusan sudah dibuat, maka akan mengubah situasi dan kondisi serta berbagai faktor yang bersangkutan. Sejauh mana pengubahan situasi dan kondisi tersebut, tergantung pada derajat putusan yang dibuat. Derajat ini tergantung pula jenis organisasi dan luasnya ruang lingkup organisasi. Organisasi bisa berbentuk pemerintahan, perusahaan, lembaga, badan dan lain-lain. Ruang lingkup organisasi dapat seluas atau lebih luas daripada nasional, regional, atau lokal. Putusan lembaga negara, apakah itu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif, yang berbentuk ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah atau keputusan presiden, mempunyai kekuatan hukum seluas nasional, menyangkut seluruh rakyat. Pengaruhnya begitu luas, bahkan bisa melintasi batas tanah air, berpengaruh terhadap negara dan bangsa lain.
Bagaimanapun kecilnya derajat putusan, tetap menimbulkan penga-ruh pada lingkunganya. Hanya saja situasi, kondisi dan faktor-faktornya yang terkena, ukurannya kecil. Putusan yang dibuat oleh rukun tetangga hanya meliputi wilayah kecil, dan menyangkut penduduk yang jumlahnya sedikit saja. Meskipun demikian ini tidak berarti wilayah RT lain tidak terpengaruh. Mungkin saja terpengaruhi kalau umpamanya putusan tersebut mengenai saluran air yang menyangkut orang lain pula di luar RT tersebut, atau apabila putusan itu menyangkut keamanan yang meng-haruskan tamu yang menginap melebihi 24 jam melapor kepada Ketua RT.
Bahkan pembuatan putusan seorang ayah pun – yang tidak berkaitan dengan organisasi – belum tentu hanya  berpengaruh pada sang istri atau anak saja, mungkin pula menyangkut orang lain.
Bagi seorang manajer, memperhatikan dinamika lingkungan sangat penting, oleh karena akan memperoleh wawasan dalam membuat suatu putusan. Suatu putusan yang dibuatnya tidak akan berdiri sendiri, lebih-lebih putusan penting, akan merupakan sumber penjabaran yang akan berbentuk putusan  lain yang derajatnya lebih rendah yang akan dibuat oleh eselon-eselon yang lebih rendah. Sekali putusan dibuat, akan segera timbul perubahan dalam lingkungan putusan tersebut. Perubahan ini bisa menim-bulkan masalah yang memerlukan pemecahan. Pemecahan suatu masalah bisa menimbulkan masalah baru yang untuk pemecahannya diperlukan keputusan pula.
Dengan demikian pembuatan putusan dengan lingkungan itu saling pengaruh mempengaruhi . Lingkungan yang dinamis memaksa seorang manajer mengambil keputusan, lalu pada gilirannya, keputusan yang dibuat ini mengubah lingkungan. Begitulah seterusnya.
Demikianlah tiga kekuatan, yaitu dinamika individu, dinamika kelompok, dinamika lingkungan yang mempengaruhi pembuatan putusan. Apabila putusan itu dibuat, akan mempengaruhi  pula individu, kelompok dan lingkungan.

4.   Macam-macam  pembuatan putusan

Kamaluddin (1989), begitupun Wursanto (1983) membagi pembu-atan putusan berdasarkan atas berbagai sudut tinjauan, yaitu:
a.       Menurut sering tidaknya pembuatan putusan, dapat dibedakan atas: 1) pembuatan putusan rutin, dan 2) pembuatan putusan insidentil atau non rutin
Pembuatan putusan rutin, adalah pembuatan  putusan yang dilakukan setiap saat atau pembuatan putusan yang menyangkut masalah yang berulang kali terjadi. Pada umumnya pembuatan putusan rutin berdasarkan kepada suatu tata cara atau pola yang sudah ditetapkan.
Pembuatan putusan insidentil atau non rutin, adalah pembuatan putusan yang hanya kadang-kadang terjadi atau sekali waktu saja. Biasanya pembuatan putusan insidentil menyangkut problem atau masalah yang sangat kompleks. Demikian kompleksnya sehingga dalam membuat putusan tidak berdasarkan pada suatu tata cara atau pola seperti dalam pembuatan putusan rutin.
Oleh Mansoer (1989), Stoder dan Wankel (1993), juga Salusu (opcit), kedua macam pembuatan putusan tersebut, yang pertama disebut keputusan (dibaca pembuatan putusan) “terprogram dan yang kedua disebut “tidak terprogram”.
Jika kedua jenis pembuatan putusan itu dikaitkan dengan tingkat kedudukan manajer itu sendiri. Makin tinggi posisi organisasi yang disandangkan bagi seseorang semakin banyak putusan-putusan non rutin yang diambilnya dibandingkan dengan putusan-putusan non rutin. Sebaliknya makin rendah posisinya semakin banyak putusan-putusan rutin yang diambilnya dibandingkan dengan putusan-putusan non rutin. Untuk lebih jelasnya berikut ini disajikan dalam gambar 5.2
b.      Apabila ditinjau dari segi obyek atau masalah yang dihadapi. Pembuatan putusan dapat dibedakan menjadi:
1)      Pembuatan putusan yang menyangkut bidang keuangan (financial decision), misalnya:
-          investasi,
-          kapital,
-          akuntansi               
2)      Pebuatan putusan yang menyangkut bidang pemasaran (marketing decision), misalnya:
-          penelitian pasar  (market  research)
-          periklanan (advertising)
-          promosi (promotion)
-          penetapan harga (harga pokok, harga jual)
-          sistem pemasaran (kredit, kes/kontan)
-          sistem distribusi (melalui agen, distributor, langsung konsumen).
3)      Pembuatan putusan yang menyangkut masalah bidang kepegawaian (personnel decision), misalnya:
-          sistem pengembangan pegawai (personnel development)
-          sistem penggajian (wage and salary)
-          jaminan hari tua/pension
-          penarikan dan seleksi (recruiting and seletion)
4)      Pembuatan putusan yang menyangkut dalam bidang produksi (production decision)  antara lain menyangkut masalah:
-          kuantitas dan kualitas produksi
-          jenis dan motif produksi yang dihasilkan
-          jenis bahan baku, bahan pembantu
-          proses produksi
-          pemeliharaan
-          logistik
-          louting, scheduling, dispatching, follow up, bill of material order pabrik
5)      Pembuatan putusan yang menyangkut masalah bidang perkantoran (office management decision) antara lain menyangkut masalah:
-     penyimpangan warkat/arsip (filing)
-     tata ruang (tata warna, cahaya, ventilasi, tata suara)
-     sistem perkantoran (sentralisasi, desentralisasi)
c.       Menurut kepentingan dalam membuat putusan, dapat dibedakan:
1)      Pembuatan putusan yang bersifat individual atau perorangan dan untuk kepentingan pribadi
2)      Pembuatan putusan yang bersifat organisasional atau organisatoris, yaitu putusan yang dibuat untuk kepentingan organisasi. Wursanto (opcit) membaginya atas tiga klasifikasi, yaitu: a) pembuatan putusan administratif, b) pembuatan putusan eksekutif, dan c) pembuatan putusan operatif. Berbeda dengan Effendy (opcit) membaginya atas empat klasifikasi dengan adanya tambahan pembuatan putusan teknis.
Pembuatan putusan administratif adalah pembuatan putusan yang merupakan fungsi dari seorang administrator. Memuat tentang ketentuan pokok, atau kebijakan umum (policy planning, strategi organiasi, dan budget)
Pembuatan putusan eksekutif (executives decision), yaitu  pem-buatan putusan yang merupakan fungsi dari seorang manajer, pembuatan putusan eksekutif menurut program untuk melaksanakan putusan administratif
Pembuatan putusan operatif (operational decision), adalah pembuatan putusan yang dibuat oleh para manajer yang menangani langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan (operasional). Pembuatan putusan operatif merupakan pelaksanaan keputusan eksekutif.
Pembuatanan putusan teknis adalah pembuatan putusan yang paling rendah derajatnya yang dibuat oleh para pengawas  atau mandor. Sesuai dengan namanya, pembuatan putusan ini mengenai masalah teknis.
Dengan demikian pembuatan putusan administratif dilaksanakan dengan pembuatan putusan eksekutif, pembuatan putusan eksekutif dilaksanakan dengan pembuatan putusan operasional, lebih lanjut  pembuatan putusan operasional dilaksanakan dengan pembuatan putusan teknis. Pembuatan putusan administratif, eksekutif, operasional, dan pembuatan putusan teknis dapat juga disebut dengan pembuatan putusan menurut tingkat kewenangannya.
d.      Menurut bentuknya, dikenal pembuatan putusan:
1)      Pembuatan putusan dalam bentuk lisan, yaitu pembuatan putusan yang tidak dituangkan dalam bentuk formal atau tertulis.
2)      Pembuatan putusan dalam bentuk tertulis, dalam arti pembuatan putusan itu diberikan dengan tertulis. Pembuatan putusan dalam bentuk tertulis dapat diberikan dengan mempergunakan: surat perintah atau instruksi, dengan mempergunakan disposisi (lembar disposisi) dan dengan mempergunakan “surat keputusan”. Apabila pembuatan putusan itu dituangkan dalam bentuk surat keputusan, menurut Pratjihno ada tiga hal yang harus diperhatikan untuk menyusun surat keputusan, yaitu:
a)      dengan pertimbangan tertentu berdasarkan beberapa faktum, kenyataan, keadaan
b)      disesuaikan atas suatu atau beberapa peraturan (ketentuan)
c)      diberikan oleh yang berwenang untuk itu.
Selanjutnya tata susunan surat keputusan terdiri dari:
(1)   konsideran surat keputusan (menimbang, mengingat, membaca, dan memperhatikan)
(2)   diktum surat keputusan
(3)   bagian yang menyebutkan siapa yang diberikan salinan dan kutipan surat keputusan
(4)   lampiran surat keputusan.
e.       Apabila ditinjau dari fungsi atau tugas pokok manajer  dikenal pembuatan putusan:
1)      planning decision
2)      organization decision
3)      motivation decision
4)      control decision
f.       Pembuatan putusan menurut daya lakunya, klasifikasinya sebagai berikut:
1)      Pembuatan putusan yang bersifat sementara ialah pembuatan putusan yang belum ditetapkan secara definitif. Pada umumnya pembuatan putusan yang bersifat sementara merupakan pembuatan putusan yang  masih menunggu perkembangan lebih lanjut sambil menunggu kejelasan dari keadaan atau situasi
2)      Pembuatan putusan yang bersifat  darurat ialah suatu pembuatan putusan yang dibuat karena dalam keadaan darurat, sampai keadaan tersebut menjadi normal kembali
3)      Pembuatan putusan yang bersifat definitif ialah pembuatan putusan yang tidak bersifat sementara atas atau pembuatan putusan yang tidak bersifat darurat. Jadi merupakan suatu pembuatan putusan yang sudah bersifat finish atau final, sudah ditetapkan secara mutlak.
g.      Pembuatan putusan menurut urgensi atau kepentingannya, klasifi-kasinya sebagai berikut:
1)      Pembuatan putusan non esensial ialah pembuatan putusan yang tidak memerlukan suatu proses pengolahan yang panjang tidak lama dan tidak ruwet (sederhana) serta tidak mempunyai hubungan dengan masalah-masalah yang penting. Apabila  pendapat Wursanto (opcit) ini dihubungkan dengan pendapat Effendy (ibid), nampaknya pembuatan putusan non esensial ada dua tingkatan yaitu:
a)      Pembuatan putusan biasa, yaitu pembuatan putusan yang tidak begitu mendesak, yang kalau perlu dapat ditunda untuk sementara  waktu.
b)      Pembuatan putusan formalitas, yaitu pembuatan putusan yang hanya formalitas saja, kalau pun tidak dilaksanakan, tidak menimbulkan akibat apa-apa            
2)      Pembuatanan putusan yang bersifat penting, ialah suatu pembuatan putusan yang mempunyai arti untuk menentukan suatu policy atau kebijaksanaan tetapi tidak banyak hubungannya dengan masalah yang akan dating.
3)      Pembuatan putusan yang bersifat vital, ialah pembuatan putusan yang mepunyai hubungan dengan masalah yang akan datang, serta menentukan gagal atau berhasilnya (suksesnya) suatu organisasi (strategi organisasi, budget, program organisasi, policy umum, peraturan-peraturan umum).
h.      Pembuatan putusan ditinjau dari segi nilainya suatu putusan, dapat dibagi menjadi:
1)      Pembuatan putusan yang mempunyai nilai politik, yaitu pembuatan putusan yang mempunyai nilai politis dalam rangka untuk memenangkan suatu program politik, mempertahankan kekuasaan dan kewibawaannya (struggle power)
2)      Pembuatan putusan yang mempunyai nilai yuridis, adalah pembuatan putusan yang bersifat yuridis.
3)      Pembuatan putusan yang mempunyai nilai ekonomi, yaitu pembuatan putusan bersifat ekonomis guna mengakhiri dan memperbaiki masalah ekonomi.
i.        Menurut formal tidaknya suatu pembuatan putusan, dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1)      Pembuatan putusan formal (pembuatan putusan formalitas) ialah pembuatan putusan yang sebenarnya tidak perlu, tetapi pembuatan putusan itu perlu diadakan sekedar untuk melengkapi atau memenuhi formalitasnya saja. Jadi pembuatan putusan itu ada bukti hitam di atas putihnya.
2)      Pembuatan putusan non formal, ialah pembuatan putusan yang tidak ada bukti hitam di atas putihnya, sehingga kekuatan yuridisnya tidak kuat.
Selain klasifikasi pembuatan putusan yang disebutkan di atas Mangkusubroto dan Trisnadi dalam Salusu (opcit) memberi klasifikasi pembuatan putusan berdasar statusnya pembuatan putusan, yaitu: 1) pembuatan putusan stratejik, 2) pembuatan putusan taktis, dan 3) pembuatan putusan operasional.

No comments:

Post a Comment