1. Pengertian
Pembuatan keputusan atau
pengambilan keputusan, oleh M. M. Purbo-Hadiwidjojo dalam pelatihannya juli
1998 dianggapnya terjemahan yang tidak tepat kaidah hukumnya (hukum DM). Dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) keputusan adalah perihal yang berkaitan
dengan putusan atau segala putusan yang telah ditetapkan. Sedangkan pembuatan
atau pengambilan berarti proses pembuatan atau proses pengambilan, cara membuat
atau cara mengambil. Jadi antara pembuatan atau pengambilan dan keputusan
tidak jelas yang diterangkan dan yang menerangkan. Karena itu, dalam tulisan
ini decision making tidak
diterjemahkan berdasarkan kata pembuatan keputusan atau pengambilan keputusan tetapi
dengan “pem-buatan putusan”. Kata pembuatan keputusan dan pengambilan keputusan
dari berbagai literatur, dalam tulisan ini dipakai dengan pembuatan putusan sehingga semua kutipan yang disebutkan dengan pembuatan
keputusan atau pengambilan keputusan disalin dengan pembuatan putusan dengan
rumusannya yang tetap itu juga.
Ricart M. Steers dalam Muhyadi (1989) merumuskan “decision making is a process of selection among available
alternatives” (pembuatan putusan adalah proses pemilihan di antara berbagai
alternatif yang tersedia).
Koontz dan Weihrich (1990)
“decision making is defined as selection
of a course of action from among alternatives” (pembuatan putusan
didefinisikan sebagai penetapan pilihan langkah atau tindakan dari sejumlah
alternatif)
Siagian {1985)
mengartikan pembuatan putusan adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap
sesuatu masalah yang dihadapi. Pendekatan yang sistematis itu menyangkut
pengetahuan tentang hakekat dari masalah yang dihadapi itu, pengumpulan fakta
dan data yang relevan dengan masalah yang dihadapi, analisis masalah dengan
mempergunakan fakta dan data, mencari alternatif pemecahan, menganalisis setiap
alternatif sehingga diketemukan alternatif yang paling rasional, dan penilaian
dari hasil yang dicapai sebagai akibat dari pembuatan putusan.
Siswanto (1990) Pembuatan
putusan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dalam usaha
memecahkan problema yang sedang dihadapi, kemudian menetapkan berbagai
alternatif yang dianggap paling rasional dan sesuai dengan iklim dan kondisi
sistem. Jadi mengambil putusan berarti memilih dan menetapkan satu alternatif
yang dianggap paling menguntungkan dari beberapa alternatif yang dihadapi.
Alternatif yang ditetapkan merupakan putusan. Kualitas dari putusan yang
diambil tersebut merupakan standard dari
efektivitas mereka.
Suprihanto, dkk. (2003)
pembuatan putusan merupakan aktivitas untuk memilih alternatif tindakan terbaik
di antara berbagai alternatif pemecahan masalah yang tersedia. Alternatif
tindakan terbaik berarti merupakan alternatif yang bila dilaksanakan akan
membantu organisasi untuk mencapai tujuannya secara lebih efektif dan efisien.
Berdasarkan beberapa
pengertian seperti yang telah diutarakan di atas, dapat disimpulkan bahwa
Pembuatan putusan adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam
usaha pemecahan masalah atau problem yang sedang dihadapi kemudian ditetapkan
berbagai macam alternatif untuk diadakan pemilihan atau seleksi satu diantara
beberapa alternatif yang dianggap paling baik dan tepat untuk dilaksanakan
Paling baik dan tepat, oleh Herbart A.Simon dikatakannya “dengan rasional”. Jadi pembuatan putusan berarti proses
pemilihan dan penetapan satu alternatif yang dianggap paling baik dan tepat
(rasional) dari beberapa alternatif yang dihadapi. Alternatif yang dipilih dan
ditetapkan itulah yang selanjutnya disebut dengan “putusan”. Segala putusan yang telah ditetapkan disebut
“keputusan”. Orang atau pejabat yang berwewenang mengambil putusan disebut “dicision maker (pengambil putusan)”
Secara visualisasi seperti pada gambar
5.1
Pemilihan Alternatif
Beberapa Altenatif Alternatif yang dikehendaki
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif)
![]() |
|||||||
![]() |
![]() |
||||||
![]() |
|||||||
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image005.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image006.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image004.gif)
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image003.gif)
![]() |
![]() |
||||
![]() |
|||||
Alternatif
![](file:///C:/Users/FIRMAN/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image010.gif)
Diabaikan
Gambar 5.1 Visualisasi Pembuatan Putusan
- Tingkat-tingkat Keputusan
Setiap pembuatan putusan melahirkan
putusan yang mempunyai kadar kehebatan putusan yang berbeda-beda. Ada pembuatan putusan yang
melahirkan putusan yang sangat sederhana, ada yang mempunyai makna global yang
luar biasa dan serba kompleks. Brinckloe dalam Salusu (1996) menyebutkan ada
empat tingkatan keputusan dari pembuatan putusan, tiap putusan akan tergolong
dalam salah satu dari kategori itu, yaitu: (1) automatic decisions, (2) expected
information decisions, (3) factor
weighting decisions, dan (4) dual
uncertaint decisions.
Keputusan
Otomatis (automatic decisions). Keputusan
ini dibuat dengan sangat sederhana. Meski ia sederhana, informasi tetap
diperlukan. Hanya informasi yang ada itu sekaligus melahirkan satu putusan.
Seorang pengemudi mobil yang memperoleh informasi di perempatan jalan berupa lampu
merah, akan membuat putusan otomatis untuk berhenti. Informasi identik dengan
putusan. Setiap pengemudi lain akan membuat putusan yang sama apabila dihadapkan
dengan informasi serupa.
Keputusan berdasar informasi yang diharapkan (expected information decisions). Tingkat
informasi disini mulai sedikit kompleks artinya
informasi yang ada sesudah
memberi aba-aba untuk pembuatan putusan. Akan tetapi, putusan belum segera dibuat, karena informasi itu
masih perlu dipelajari. Setelah
hasil studi diketahui, keputusan langsung dibuat, sama seperti keputusan
otomatis.
Keputusan berdasar
berbagai pertimbangan (factor weighting
decisions). Keputusan jenis ini lebih kompleks lagi. Lebih banyak
informasi yang diperlukan. Informasi-informasi itu harus dikumpulkan dan
dianalisis. Faktor–faktor yang berperan dalam informasi itu dipertimbangkan dan
diperhitungkan. Antara informasi yang satu dan yang lain dibandingkan, kemudian
dicari yang paling banyak memberi keuntungan atau kesenangan. Seseorang yang
hendak membeli arloji akan membandingkannya
diantara beberapa merek. Ia membandingkan harganya, kualitasnya,
penampilannya atau modelnya, nilai arloji itu, yaitu sejauh mana arloji itu
memiliki makna yang berarti baginya. Bahkan bukan hanya membandingkan arloji di
satu toko, tetapi ia akan bolak balik diantara beberapa toko. Mungkin ia
memerlukan beberapa jam bahkan beberapa hari sebelum menetapkan putusan membeli
arloji yang diinginkan.
Keputusan
ketidakpastian ganda (dual uncertainty
decisions). Keputusan tingkat empat ini merupakan proses pembuatan
putusan yang paling kompleks. Jumlah informasi yang diperlukan semakin
bertambah banyak. Selain itu, dalam setiap informasi yang sudah ada atau
informasi yang masih akan diharapkan, terdapat ketidakpastian. Itulah sebabnya
dikatakan “dual uncertainty”, ketidakpastian
ganda. Semakin luas ruang lingkup dan semakin jauh dampak dari suatu keputusan,
semakin banyak informasi yang dibutuhkan dan semakin tinggi ketidakpastian itu.
Oleh karena itu, keputusan yang semacam itu sering mengandung risiko yang jauh
lebih besar daripada keputusan tingkat dibawahnya.
- Berbagai kekuatan yang mempengaruhi pembuatan
putusam
Seperti telah disebutkan terdahulu
bahwa pembuatan putusan pada hakekatnya
adalah aktivitas pemilihan alternatif yang dianggap paling tepat dari beberapa
alternatif yang dihadapi, untuk dilaksanakan dalam rangka pencapaian tujuan
yang telah ditentukan.
Dalam proses pembuatan putusan
tersebut, menurut Siagian (`1985) dan Effendy (1989), ada tiga kekuatan yang
selalu mempengaruhinya, yaitu: (1) dinamika individu, (2) dinamika kelompok,
dan (3) dinamika lingkungan.
Dinamika
Individu. Organisasi merupakan wadah individu, yang masing-masing
membawa sikapnya, perangainya dan waktunya sendiri. Setiap individu itu tidak
statis, melainkan dinamis, sesuai dengan sifat alamiah manusia, lebih-lebih
kalau manusia itu bergabung dalam suatu wadah yang bernama organisasi.
Dalam proses dinamikanya itu,
individu dan organisasi saling mempengaruhi. Individu mempengaruhi organisasi,
sebaliknya organisasi juga mempengaruhi individu.
Secara otogenetis dan filogenetis
antara individu satu dengan individu yang lain akan berbeda dalam pembuatan
putusan untuk kepentingan pribadinya. Setiap putusan oleh seseorang demi
kepentingan organisasi akan dipengaruhi oleh kepentingan pribadinya. Sebagai
contoh: seorang direktur perusahaan atau kepala jawatan yang dihadapkan pada
pembuatan putusan mengenai wanita yang harus ditetapkan sebagai sekretaris dari
sejumlah pelamar, maka di sini faktor pribadinya akan turut berbicara.
Tetapi faktor berpengaruh tidaknya
individu pada organisasi secara timbal balik, tidak hanya mengenai manajer atau
pemimpin, bisa juga mengenai pegawai setiap eselon. Seorang juru bayar
umpamanya mengalami kesulitan keuangan dirumahnya ketika menghadapi uang
puluhan juta rupiah dikantornya di kala seluruh pegawai sudah pada pulang, bisa
dihadapkan alternatif untuk satu putusan. Untuk memecahkan masalah rumah
tangganya itu, apakah mengambil sebagian uang kantor atau melakukan cara lain
di luar urusan kantor. Pembuatan putusan mana yang dilakukan tergantung dari
sifat dan watak individu juru bayar tersebut
Korupsi di sebuah jawatan yang
dilakukan oleh seorang benda-harawan adalah suatu pembuatan putusan yang
dilakukan olehnya dapat merugikan dirinya dalam bentuk pengajuan di pengadilan
tetapi di samping itu juga merugikan kantor di mana ia bekerja. Jelas di sini
bahwa pembuatan putusan yang dilakukan oleh seorang pegawai bisa berpengaruh
besar kepada organisasi tempat ia bekerja. Jelas pula bahwa dinamika individu
tidak selalu positif. Dalam hubungan ini, manajer perlu menaruh perhatian yang
seksama dalam mendelegasikan wewenangnya atau mempercayakan tugasnya kepada
para bawahannya. Ia harus mengenal betul bawahannya itu, mulai dari latar
belakang hidupnya, riwayat hidupnya dan sikapnya sehari-hari. Dengan demikian
ia dapat memperkirakan sampai di mana tugasnya itu dilakukan oleh orang yang
dijadikan kepercayaannya itu.
Tugas utama manajer adalah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien. Tujuan organisasi sudah jelas. Tujuan individu harus singkron dengan tujuan
organisasi. Jika tujuan individu bertentangan dengan tujuan organisasi, maka
pencapaian tujuan organisasi akan mengalami hambatan. Oleh karena itu individu
yang terdapat di semua lini, baik dalam manajemen atas, manajemen tengah,
manajemen bawah, maupun individu pelaksana harus mempunyai tujuan yang sama
dengan tujuan organisasi. Ini perlu mendapat perhatian manajer, oleh karena individu
selaku pelaksana pembuatan putusan cenderung akan mencapai tujuan pribadinya
terlebih dahulu, kalau perlu, mengorbankan tujuan organisasi.
Dinamika kelompok. Kelompok adalah sejumlah individu yang saling berinteraksi secara teratur
untuk mencapai tujuan tertentu. Berdasarkan pengertian ini, dalam kelompok yang
dinamis terdapat sejumlah individu yang saling berinteraksi. Setiap individu
tersebut punya norma tertentu, mungkin sama atau berbeda menurut kepentingannya
sehingga perlu diikat oleh suatu norma kelompok agar perbedaan setiap individu
tersebut dapat menyatu pada satu tujuan tertentu. Norma kelompok itu
merupakan sumber dasar hidup para
anggota kelompok. Ketaatan mereka pada kelompoknya tergantung pada derajat ketaatannya
pada norma kelompok tersebut. Semakin taat pada norma kelompoknya semakin
mendalam rasa keterlibatannya dan rasa
cintanya pada kelompoknya.
Pengaruh norma
kelompok ini besar sekali terhadap cara berpikir, menanggapi suatu gejala
sosial dan bertingkah laku seseorang. Nilai-nilai hidup seseorang sebagian
besar dipelajari dari kehidupan kelompoknya. Perubahan sikap, opini dan tingkah
laku dalam menanggapi perangsang-perangsang sosial akan disesuaikan dengan
norma kelompoknya.
Dalam hubungan dengan pembuatan putusan, adalah tanggung jawab seorang
manajer untuk membuat putusan sedemikian rupa dengan memperhatikan norma bawaan
setiap individu dapat diserasikan dengan norma kelompoknya. Jika hal ini
berhasil dilaksanakan, penerimaan putusan akan lebih mudah, dan semakin mudah
pula untuk menggerakkan bawahan itu menurut pola yang dikehendaki.
Dinamika lingkungan. Lingkungan adalah situasi, kondisi dan faktor yang mengelilingi dan
mempengaruhi sesuatu putusan. Suatu putusan yang dibuat merupakan jawaban
terhadap suatu tantangan. Tantangan itu timbul sebagai akibat perubahan situasi dan kondisi. Apa bila
putusan sudah dibuat, maka akan mengubah situasi dan kondisi serta berbagai
faktor yang bersangkutan. Sejauh mana pengubahan situasi dan kondisi tersebut,
tergantung pada derajat putusan yang dibuat. Derajat ini tergantung pula jenis
organisasi dan luasnya ruang lingkup organisasi. Organisasi bisa berbentuk
pemerintahan, perusahaan, lembaga, badan dan lain-lain. Ruang lingkup
organisasi dapat seluas atau lebih luas daripada nasional, regional, atau lokal.
Putusan lembaga negara, apakah itu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif,
yang berbentuk ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah atau
keputusan presiden, mempunyai kekuatan hukum seluas nasional, menyangkut
seluruh rakyat. Pengaruhnya begitu luas, bahkan bisa melintasi batas tanah air,
berpengaruh terhadap negara dan bangsa lain.
Bagaimanapun kecilnya derajat putusan,
tetap menimbulkan penga-ruh pada lingkunganya. Hanya saja situasi, kondisi dan faktor-faktornya yang terkena, ukurannya
kecil. Putusan yang dibuat oleh rukun tetangga hanya meliputi wilayah kecil,
dan menyangkut penduduk yang jumlahnya sedikit saja. Meskipun demikian ini tidak
berarti wilayah RT lain tidak terpengaruh. Mungkin saja terpengaruhi kalau
umpamanya putusan tersebut mengenai saluran air yang menyangkut orang lain pula
di luar RT tersebut, atau apabila putusan itu menyangkut keamanan yang meng-haruskan
tamu yang menginap melebihi 24 jam melapor kepada Ketua RT.
Bahkan pembuatan putusan seorang ayah pun – yang tidak berkaitan dengan
organisasi – belum tentu hanya
berpengaruh pada sang istri atau anak saja, mungkin pula menyangkut
orang lain.
Bagi seorang manajer, memperhatikan dinamika lingkungan sangat penting,
oleh karena akan memperoleh wawasan dalam membuat suatu putusan. Suatu putusan
yang dibuatnya tidak akan berdiri sendiri, lebih-lebih putusan penting, akan
merupakan sumber penjabaran yang akan berbentuk putusan lain yang derajatnya lebih rendah yang akan
dibuat oleh eselon-eselon yang lebih rendah. Sekali putusan dibuat, akan segera
timbul perubahan dalam lingkungan putusan tersebut. Perubahan ini bisa menim-bulkan
masalah yang memerlukan pemecahan. Pemecahan suatu masalah bisa menimbulkan
masalah baru yang untuk pemecahannya diperlukan keputusan pula.
Dengan demikian pembuatan putusan dengan lingkungan itu saling pengaruh
mempengaruhi . Lingkungan yang dinamis memaksa seorang manajer mengambil keputusan,
lalu pada gilirannya, keputusan yang dibuat ini mengubah lingkungan. Begitulah
seterusnya.
Demikianlah tiga kekuatan, yaitu dinamika individu, dinamika kelompok,
dinamika lingkungan yang mempengaruhi pembuatan putusan. Apabila putusan itu
dibuat, akan mempengaruhi pula individu,
kelompok dan lingkungan.
4. Macam-macam pembuatan putusan
Kamaluddin (1989), begitupun Wursanto
(1983) membagi pembu-atan putusan berdasarkan atas berbagai sudut tinjauan,
yaitu:
a.
Menurut sering tidaknya pembuatan putusan, dapat
dibedakan atas: 1) pembuatan putusan rutin, dan 2) pembuatan putusan insidentil
atau non rutin
Pembuatan
putusan rutin, adalah pembuatan putusan yang dilakukan setiap saat atau
pembuatan putusan yang menyangkut masalah yang berulang kali terjadi. Pada
umumnya pembuatan putusan rutin berdasarkan kepada suatu tata cara atau pola
yang sudah ditetapkan.
Pembuatan
putusan insidentil atau non rutin, adalah pembuatan putusan yang hanya
kadang-kadang terjadi atau sekali waktu saja. Biasanya pembuatan putusan
insidentil menyangkut problem atau masalah yang sangat kompleks. Demikian kompleksnya
sehingga dalam membuat putusan tidak berdasarkan pada suatu tata cara atau pola
seperti dalam pembuatan putusan rutin.
Oleh Mansoer (1989), Stoder dan
Wankel (1993), juga Salusu (opcit), kedua macam pembuatan putusan tersebut,
yang pertama disebut keputusan (dibaca pembuatan putusan) “terprogram” dan yang kedua
disebut “tidak terprogram”.
Jika kedua jenis pembuatan putusan
itu dikaitkan dengan tingkat kedudukan manajer itu sendiri. Makin tinggi posisi
organisasi yang disandangkan bagi seseorang semakin banyak putusan-putusan non
rutin yang diambilnya dibandingkan dengan putusan-putusan non rutin. Sebaliknya
makin rendah posisinya semakin banyak putusan-putusan rutin yang diambilnya
dibandingkan dengan putusan-putusan non rutin. Untuk lebih jelasnya berikut ini
disajikan dalam gambar 5.2
b.
Apabila ditinjau dari segi obyek atau masalah yang
dihadapi. Pembuatan putusan dapat dibedakan
menjadi:
1)
Pembuatan
putusan yang menyangkut bidang keuangan (financial
decision), misalnya:
-
investasi,
-
kapital,
-
akuntansi
2)
Pebuatan
putusan yang menyangkut bidang pemasaran (marketing
decision), misalnya:
-
penelitian pasar
(market research)
-
periklanan (advertising)
-
promosi (promotion)
-
penetapan harga (harga pokok, harga jual)
-
sistem pemasaran (kredit, kes/kontan)
-
sistem distribusi (melalui agen, distributor, langsung
konsumen).
3)
Pembuatan putusan yang menyangkut masalah bidang
kepegawaian (personnel decision),
misalnya:
-
sistem pengembangan pegawai (personnel development)
-
sistem penggajian (wage
and salary)
-
jaminan hari tua/pension
-
penarikan dan seleksi (recruiting and seletion)
4)
Pembuatan putusan yang menyangkut dalam bidang
produksi (production decision) antara lain menyangkut masalah:
-
kuantitas dan kualitas produksi
-
jenis dan motif produksi yang dihasilkan
-
jenis bahan baku ,
bahan pembantu
-
proses produksi
-
pemeliharaan
-
logistik
-
louting,
scheduling, dispatching, follow up, bill of material order pabrik
5)
Pembuatan putusan yang menyangkut masalah bidang
perkantoran (office management decision)
antara lain menyangkut masalah:
- penyimpangan
warkat/arsip (filing)
- tata
ruang (tata warna, cahaya, ventilasi, tata suara)
- sistem
perkantoran (sentralisasi, desentralisasi)
c.
Menurut kepentingan dalam membuat putusan, dapat
dibedakan:
1)
Pembuatan putusan yang bersifat individual atau
perorangan dan untuk kepentingan pribadi
2)
Pembuatan putusan yang bersifat organisasional atau
organisatoris, yaitu putusan yang dibuat untuk kepentingan organisasi. Wursanto
(opcit) membaginya atas tiga klasifikasi, yaitu: a) pembuatan putusan
administratif, b) pembuatan putusan eksekutif, dan c) pembuatan putusan
operatif. Berbeda dengan Effendy (opcit) membaginya atas empat klasifikasi
dengan adanya tambahan pembuatan putusan teknis.
Pembuatan putusan
administratif adalah pembuatan putusan yang merupakan fungsi dari seorang
administrator. Memuat tentang ketentuan pokok, atau kebijakan umum (policy planning, strategi organiasi, dan
budget)
Pembuatan
putusan eksekutif (executives decision),
yaitu pem-buatan putusan yang
merupakan fungsi dari seorang manajer, pembuatan putusan eksekutif menurut
program untuk melaksanakan putusan administratif
Pembuatan
putusan operatif (operational decision),
adalah pembuatan putusan yang dibuat oleh para manajer yang menangani
langsung terhadap pelaksanaan pekerjaan (operasional). Pembuatan putusan
operatif merupakan pelaksanaan keputusan eksekutif.
Pembuatanan
putusan teknis adalah pembuatan putusan yang paling rendah derajatnya
yang dibuat oleh para pengawas atau
mandor. Sesuai dengan namanya, pembuatan putusan ini mengenai masalah teknis.
Dengan demikian pembuatan putusan
administratif dilaksanakan dengan pembuatan putusan eksekutif, pembuatan
putusan eksekutif dilaksanakan dengan pembuatan putusan operasional, lebih
lanjut pembuatan putusan operasional
dilaksanakan dengan pembuatan putusan teknis. Pembuatan putusan administratif, eksekutif,
operasional, dan pembuatan putusan teknis dapat juga disebut dengan pembuatan
putusan menurut tingkat kewenangannya.
d.
Menurut
bentuknya, dikenal pembuatan putusan:
1)
Pembuatan
putusan dalam bentuk lisan, yaitu pembuatan putusan yang tidak dituangkan dalam
bentuk formal atau tertulis.
2)
Pembuatan putusan dalam bentuk tertulis, dalam arti
pembuatan putusan itu diberikan dengan tertulis. Pembuatan putusan dalam bentuk
tertulis dapat diberikan dengan mempergunakan: surat
perintah atau instruksi, dengan mempergunakan disposisi (lembar disposisi) dan
dengan mempergunakan “surat
keputusan”. Apabila pembuatan putusan itu dituangkan dalam bentuk surat keputusan, menurut Pratjihno ada tiga hal yang harus
diperhatikan untuk menyusun surat
keputusan, yaitu:
a)
dengan pertimbangan tertentu berdasarkan beberapa
faktum, kenyataan, keadaan
b)
disesuaikan atas suatu atau beberapa peraturan
(ketentuan)
c)
diberikan oleh
yang berwenang untuk itu.
Selanjutnya
tata susunan surat keputusan terdiri dari:
(1)
konsideran surat
keputusan (menimbang, mengingat, membaca, dan memperhatikan)
(2)
diktum surat
keputusan
(3)
bagian yang menyebutkan siapa yang diberikan salinan
dan kutipan surat
keputusan
(4)
lampiran surat
keputusan.
e.
Apabila ditinjau dari fungsi atau tugas pokok manajer dikenal pembuatan putusan:
1) planning decision
2)
organization
decision
3)
motivation
decision
4)
control
decision
f.
Pembuatan putusan menurut daya lakunya, klasifikasinya
sebagai berikut:
1)
Pembuatan putusan yang bersifat sementara ialah
pembuatan putusan yang belum ditetapkan secara definitif. Pada umumnya pembuatan
putusan yang bersifat sementara merupakan pembuatan putusan yang masih menunggu perkembangan lebih lanjut
sambil menunggu kejelasan dari keadaan atau situasi
2)
Pembuatan putusan yang bersifat darurat ialah suatu pembuatan putusan yang
dibuat karena dalam keadaan darurat, sampai keadaan tersebut menjadi normal
kembali
3)
Pembuatan putusan yang bersifat definitif ialah
pembuatan putusan yang tidak bersifat sementara atas atau pembuatan putusan
yang tidak bersifat darurat. Jadi merupakan suatu pembuatan putusan yang sudah
bersifat finish atau final, sudah ditetapkan secara mutlak.
g.
Pembuatan putusan menurut urgensi atau kepentingannya,
klasifi-kasinya sebagai berikut:
1)
Pembuatan putusan non esensial ialah pembuatan putusan
yang tidak memerlukan suatu proses pengolahan yang panjang tidak lama dan tidak
ruwet (sederhana) serta tidak mempunyai hubungan dengan masalah-masalah yang
penting. Apabila pendapat Wursanto
(opcit) ini dihubungkan dengan pendapat Effendy (ibid), nampaknya pembuatan
putusan non esensial ada dua tingkatan yaitu:
a)
Pembuatan putusan biasa, yaitu pembuatan putusan yang
tidak begitu mendesak, yang kalau perlu dapat ditunda untuk sementara waktu.
b)
Pembuatan putusan formalitas, yaitu pembuatan putusan
yang hanya formalitas saja, kalau pun tidak dilaksanakan, tidak menimbulkan
akibat apa-apa
2)
Pembuatanan putusan yang bersifat penting, ialah suatu
pembuatan putusan yang mempunyai arti untuk menentukan suatu policy atau
kebijaksanaan tetapi tidak banyak hubungannya dengan masalah yang akan dating.
3)
Pembuatan putusan yang bersifat vital, ialah pembuatan
putusan yang mepunyai hubungan dengan masalah yang akan datang, serta
menentukan gagal atau berhasilnya (suksesnya) suatu organisasi (strategi
organisasi, budget, program organisasi, policy umum, peraturan-peraturan umum).
h.
Pembuatan putusan ditinjau dari segi nilainya suatu
putusan, dapat dibagi menjadi:
1)
Pembuatan putusan yang mempunyai nilai politik, yaitu
pembuatan putusan yang mempunyai nilai politis dalam rangka untuk memenangkan
suatu program politik, mempertahankan kekuasaan dan kewibawaannya (struggle power)
2)
Pembuatan putusan yang mempunyai nilai yuridis, adalah
pembuatan putusan yang bersifat yuridis.
3)
Pembuatan putusan yang mempunyai nilai ekonomi, yaitu
pembuatan putusan bersifat ekonomis guna mengakhiri dan memperbaiki masalah
ekonomi.
i.
Menurut formal tidaknya suatu pembuatan putusan,
dibedakan menjadi dua macam yaitu:
1)
Pembuatan putusan formal (pembuatan putusan
formalitas) ialah pembuatan putusan yang sebenarnya tidak perlu, tetapi pembuatan
putusan itu perlu diadakan sekedar untuk melengkapi atau memenuhi formalitasnya
saja. Jadi pembuatan putusan itu ada bukti hitam di atas putihnya.
2)
Pembuatan putusan non formal, ialah pembuatan putusan
yang tidak ada bukti hitam di atas putihnya, sehingga kekuatan yuridisnya tidak
kuat.
Selain klasifikasi pembuatan
putusan yang disebutkan di atas Mangkusubroto dan Trisnadi dalam Salusu (opcit)
memberi klasifikasi pembuatan putusan berdasar statusnya pembuatan putusan, yaitu:
1) pembuatan putusan stratejik, 2) pembuatan putusan taktis, dan 3) pembuatan
putusan operasional.
No comments:
Post a Comment