Powered By Blogger

October 2, 2013

PROSES PEMBUATAN PUTUSAN



Proses ialah tahap-tahap atau rangkaian kegiatan yang harus dilalui dalam usaha mendapatkan putusan yang tepat, cepat dan lengkap. Seperti telah ditunjukkan pada definisi terdahulu, Pembuatan putusan pada dasarnya adalah pemilihan salah satu di antara berbagai alternatif yang tersedia untuk dilaksanakan. Untuk dapat menentukan pilihan terbaik, perlu dilakukan penilaian terhadap berbagai alternatif tersebut dan setelah itu diikuti dengan tindakan yang merupakan pelaksanaan dari putusan yang telah dibuat. Banyak model pembuatan putusan rasional yang dikemukakan oleh para pakar, ada proses yang lebih singkat dengan empat langkah, yaitu identifikasi masalah, pengembangan alternatif solusi, pemilihan solusi, serta implementasi dan evaluasi solusi. Dan ada yang lebih rinci sampai pada enam langkah, seperti yang diuraikan dalam tulisan ini. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak ada satu pun model yang dapat menjamin bahwa manajer akan selalu membuat putusan yang benar. Meskipun demikian, para manajer yang menggunakan suatu model yang rasional, intelektual, dan sistematik akan lebih berhasil dibandingkan para manajer yang menggunakan pendekatan yang bersifat informal. Dalam tulisan ini, dipilih model yang sedikit lebih rinci mengenai tahap-tahap pembuatan putusan yaitu dari Muhyadi (opcit) sebagai berikut:
1.       Identifikasi masalah atau penentuan tujuan yang hendak dicapai lewat keputusan yang akan diambil - dibuat
2.       Pengembangan atau pencarian berbagai alternatif yang mungkin dapat dibuat
3.       Penilaian terhadap berbagai alternatif yang sudah dikembangkan
4.       Menentukan pilihan yang terbaik
5.       Melaksanakan pilihan yang sudah ditentukan
6.       Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan keputusan

Identifikasi Masalah atau Tujuan

Pembuatan putusan diawali dengan dirasakannya masalah atau problema tertentu yang menghendaki pemecahan. Masalah yang dihadapi dapat berupa masalah besar dan dapat juga masalah kecil yang hampir setiap harinya dihadapi. Adapun jenis dan bobot masalah yang dihadapi, terlebih dahulu harus dikenali masalah apa yang sebenarnya dirasakan sehingga pemecahannya dapat dilakukan dengan tepat. Tidak jarang, apa yang langsung dirasakan sebenarnya bukan merupakan masalah pokok melainkan sekedar gejala atau mungkin akibat yang timbul dari masalah pokok yang sesungguhnya. Apabila pengenalan masalahnya keliru, maka putusan yang diambil tidak akan efektif sebab tidak memecahkan inti masalahnya. Dalam bidang organisasi, kemampuan untuk dapat mengenal masalah dengan benar ini sangat penting sebab masalah-masalah yang sesungguhnya dihadapi sangat kompleks. Kecuali menyangkut segi proses yang memang lebih sering menimbulkan masalah, organisasi menghadapi juga faktor manusia yang sukar diprediksi.
Huber dalam Ashar Kasim (1994:p.8-9) mengatakan ada tiga kecenderungan yang dapat mengganggu penjajakan masalah:
a.       Kecenderungan untuk merumuskan masalah menurut penyelesaian yang ingin diusulkan. Dengan memfokuskan permasalahan kepada satu kemungkinan penyelesaian dan mengurangi kesempatan untuk mencari alternative-alternatif penyelesaian yang lain. Misalny dengan mengatakan masalahnya sebagai kelemahan dalam pelaksanaan program pembinaan staf, pada hal msalah yang sebenarnya belum dijelaskan. Akibatnya hal ini akan menjurus kepada pembhuatan putusan yang salah sebab yang ingin dipecahkan adalah sesuatu yang bukan merupakan masalah sehingga tidak ada usaha pencarian alternative penyelesaian yang lain yang lebih relevan.
b.      Kecenderungan untuk merumuskan masalah secara sempit dan menurut tujuan-tujuan yang lebih rendah. Hal ini bisa menyebabkan masalah yang dirumuskan lebih sempit  daripada yang seharusnya sehingga tidak menunjang usaha organisasi secara keseluruhan. Perumusan masalah yang terlalu sempit juga menghalangi usaha-usaha pengembangan dan bertahannya (survival) dari organisasi tersebut. Seorang manajer yang berpandangan luas menganggap tujuan-tujuan yang lebih rendah sebagai alat untuk mencapai tujuan yang lebihtinggi (strategis) dan tidak beranggapan bahwa tujuan-tujuan yang lebih rendah (operasional) tersebut sebagai tujuan-tujuan akhir.
c.       Kecenderungan untuk melakukan diagnosis masalah berdasarkan gejala-gejala yang terlihat (symptoms). Umumnya para manajer cenderung untuk hanya menyelidiki  suatu masalah dalam batas-batas gejala yang terlihat atau diketahui, mereka terlalu sering menghabisskan waktunya menghadapi “symptoms” yang sama yang timbul lagi berulang-ulang. Salah satu factor yang mempengaruhi adanya kecenderungan untuk hanya melakukan  diagnosis masalah berdasarkan gejala-gejala yang terlihat saja adalah karena pembhuat putusan tersebut kurang pengetahuan atau tidak mempunyi konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.

Pengembangan Alternatif

Yang dimaksud dengan alternatif dalam hal ini ialah berbagai kemungkinan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah yang dirasakan. Terhadap suatu masalah yang timbul pada umumnya dapat dilakukan berbagai cara pemecahan. Setiap pemecahan mengandung kelebihan dan kelemahan tertentu. Untuk dapat membuat putusan yang paling mengun-tungkan (rasional) perlu dikembangkan semua alternatif yang melekat pada masalah pembuatan putusan. Semua alternatif tersebut masing-masing diidentifikasi keuntungan dan kerugian dalam hal ini mencakup berbagai aspek yang diperkirakan akan mempengaruhi efektifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam hubungan dengan ini, Simon (1984) mengemukakan bahwa perilaku pembuatan putusan yang sesunguhnya tak memenuhi syarat rasionalitas obyektif paling tidak dalam tiga hal, yaitu: 1) ketidak-lengkapan pengetahuan, 2) kesulitan-kesulitan membuat dugaan, dan 3) hanya sedikit sekali dari kemungkinan-kemungkinan alternatif yang terpikirkan Jadi batas-batas kemungkinan-kemungkinan untuk pengem-bangan alternatif adalah kelengkapan pengetahuan dan kemampuan berpikir membuat dugaan dan memperoleh sebanyak alternatif yang relevan dengan suatu keputusan meliputi segi-segi ekonomi, moral, lingkungan, dan beberapa segi lain yang relevan.




Penilaian terhadap Alternatif

Sebelum menentukan pilihan alternatif mana yang akan dibuat, terlebih dahulu dilakukan penilaian terhadap berbagai alternatif yang tersedia. Pertimbangan yang digunakan untuk melakuka penilaia terutama menyangkut segi-segi konsekuensi yang akan lebih menguntungkan dan yang paling kecil kerugiannya dari masing-masing alternatif. Stonner dan Wankel (1993) mengemukakan bahwa untuk menilai efektivitas dari alternatif dapat diukur dengan dua kriteria: seberapa realistis alternatif itu dipandang dari sudut tujuan dan sumber daya organisasi, dan seberapa baik ia membantu pemecahan masalah.
Setiap alternatif harus dinilai berdasarkan tujuan dan sumber daya organisasi. Suatu alternatif mungkin terlihat logis, tetapi jika tidak dilaksanakan, ia tidak bermanfaat sama sekali. Misalnya, jika angka penjualan meningkat tetapi keuntungan menurun, kita mungkin akan mengurangi biaya umum. Namun demikian, jika biaya umum telah sangat dikurangi, atau jika pengurangan selanjutnya akan menurunkan mutu produksi, maka alternatif ini tidak masuk akal untuk dilaksanakan.
Di samping itu, setiap alternatif harus dinilai apakah yang akan timbul jika suatu cara tindakan diikuti? Manajer harus menentukan seberapa jauh kegairahan pegawai dalam melaksanakan suatu keputusan dan apa yang akan terjadi jika keputusan itu tidak dilaksanakan sepenuhnya. Masalah praktis mungkin terlibat dalam pelaksanaan keputusan, seperti perlunya mendapatkan dana tambahan. Bagian-bagian lain dalam organisasi yang akan terpengaruh oleh suatu keputusan harus diajak berunding. Pesaing mungkin terpengaruh oleh keputusan itu sehingga reaksinya harus diperhitungkan.
Setiap alternatif juga harus dievaluasi dalam hubungannya dengan seberapa baik alternatif itu akan mencapai yang “harus” dan yang “sebaiknya” dari suatu masalah. Dalam beberapa hal, manajer mungkin dapat melakukan eksperimen dengan cara pemecahan yang tersedia dengan cara mencoba satu atau lebih alternatif pada bagian-bagian yang berbeda dalam organisasinya untuk melihat alternatif mana yang paling efketif. Dalam hal lain, manajer dapat menggunakan teknik simulasi untuk menyelidiki kemungkinan hasil dari pemecahan alternatif. Tetapi, biasanya ia hanya akan menggunakan pengetahuan, pertimbangan, dan pengalaman-nya untuk memutuskan alternatif yang dianggap paling menarik

Pemilihan Alternatif

Bentuk pengambilan putusan yang sebenarnya ialah pemilihan alternatif yang dinilai paling tepat dan paling baik di antara berbagai alternatif yang tersedia. Pemilihan alternatif merupakan tindak lanjut dari penilaian setelah mempertimbangkan berbagai keuntungan dan kerugian. Karena setiap alternatif mengandung keuntungan dan kerugian, maka pilihan yang ditetapkan adalah pilihan yang optimal, yaitu pilihan yang masih memberikan keuntungan (meskipun tidak maksimal) tetapi tidak menimbulkan kerugian yang berarti. Dari pendapat Simon (ibid) diperoleh pemahaman bahwa rasionalitas keputusan dapat dipandang dari dua segi, yaitu 1) rasionalitas dari segi pandangan si individu, dan 2) rasionalitas dari segi pandangan kelompok. Suatu keputusan itu rasional dari segi pandangan si individu (rasional secara subyektif) jika keputusan itu sejalan dengan nilai-nilai, alternatif-alternatif, serta informasi yang ditimbangnya dalam mencapai keputusan tersebut. Sebuah keputusan itu rasional dari segi pandangan kelompok (rasional dari segi obyektif) jika ia sejalan dengan nilai-nilai yang menguasi kelompok itu, serta informasi-informasi yang dimiliki kelompok itu yang relevan dengan keputusan tersebut. Oleh karena itu pemilihan alternatif dalam pembuatan putusan haruslah optimal yang dapat diterima oleh individu juga oleh kelompok

Pelaksanaan Pilihan

Alternatif yang telah dipilih baru memiliki nilai keputusan setelah diimplementasikan. Sekalipun pemilihan alternatif sudah jelas, akan tetapi seringkali keputusan yang baik pun mengalami kegagalan karena tidak diterapkan dengan benar. Kesalahan yang sering dilakukan manajer adalah menganggap bahwa, jika ia telah membuat putusan, maka tindakan atas keputusan itu menyusul dengan sendirinya. Jika keputusan itu baik, tetapi bawahan tidak bersedia atau tidak dapat melaksanakannya, maka keputusan itu tidak akan efektif. Keberhasilan penerapan keputusan yang dibuat oleh manajer organisasi, bukan semata-mata tanggungjawab dari manajer organisasi akan tetapi komitmen dari bawahan untuk melaksanakannya juga memegang peranan penting.
Dalam mengevaluasi dan memilih alternatif suatu keputusan seha-rusnya juga mempertimbangkan kemungkinan penerapan dari keputusan tersebut. Betapapun baiknya suatu keputusan apabila keputusan tersebut sulit diterapkan maka keputusan tersebut juga tidak ada artinya. Pembuatan putusan di beberapa organisasi mereka tidak terlibat dengan operasional harian, mereka membuat putusan berkaitan dengan tujuan yang ideal dan hanya sedikit mempertimbangkan penerapan operasionalnya.

Pemantauan terhadap Pelaksanaan

Agar keputusan yang telah dibuat dan kemudian dilaksanakan mencapai sasaran yang telah ditentukan, pelaksanaannya perlu dipantau (dimonitor). Dari kegiatan pemantauan itu diperoleh umpan balik yang berguna dalam menyempurnakan kegiatan selanjutnya sehingga pembuatan putusan  tersebut memberikan hasil yang diharapkan dan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, tak ada putus-putusnya

No comments:

Post a Comment