Pembuatan putusan atau manajer yang
bergaya kepemimpinan demokratis, lebih banyak putusannya merupakan pembuatan
putusan bersama. Karena mereka yang melaksanakan pembuatan putusan nanti, turut
memutuskan, ikut menyumbangkan pikiran. Dengan demikian mereka
bertanggung jawab secara bersama-sama.
Sehubungan dengan itu, Effendy
(opcit) menyebutkan ada dua sarana pembuatan putusan bagi manajer dalam rangka
membawa serta orang lain dalam mengambil putusan, yaitu: melakukan rapat (meeting) dan curah saran (brainstorming). Dan sebagian sarjana (Salusu, opcit) yang menam-bahkan dengan teknik
Delphi.
1.
Rapat (meeting)
Rapat, dalam kamus mempunyai
beberapa pengertian, tetapi dalam hal ini diartikan sebagai sidang, majelis
atau pertemuan untuk membi-carakan sesuatu yang melahirkan keputusan.
Dalam organisasi, rapat bisa
bertaraf rapat manajer/direksi (board
meeting) atau rapat pegawai (committees
meetings of workmen). Rapat mana yang akan diselenggarakan tergantung pada
besar kecilnya masalah yang akan dipecahkan. Sudah tentu masalah yang di bawa
ke rapat manajer adalah masalah yang sifatnya manajerial yang menyangkut
kebijaksanaan manajer.
Bukan tidak mungkin, keputusan yang
telah dihasilkan di bawa ke rapat pegawai untuk memutuskan pelaksanaan
keputusan yang dihasilkan rapat manajer tadi. Jadi rapat adalah salah satu sarana
terpenting dalam membuat putusan, dapat pula dikatakan bahwa ada
keuntungan-keuntungan tertentu yang dapat dipetik dalam dan melalui rapat
tersebut:
Keuntungan yang dapat diperoleh
dari rapat itu, yakni:
a.
Masalah yang akan dipecahkan akan menjadi lebih jelas,
karena dikupas dalam forum terbuka
b.
Pertukaran pengetahuan dan pengalaman di antara para
peserta rapat akan dapat menghasilkan cara pemecahan masalah yang lebih mantap.
c.
Akan timbul lebih banya alternative, sehingga dapat
dipilih salah satu yang paling kecil risikonya.
d.
Akan dapat ditanamkan rasa keterlibatan (sense of belonging) di antara para
pegawai, sehingga akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang lebih besar.
e.
Akan dapat dikembangkan jiwa demokrasi, karena para
peserta rapat terlatih untuk menerima pendapat orang lain seraya harus bersedia
melaksanakannya, lepas dari setuju atau tidak setuju.
Meskipun rapat banyak manfaatnya,
namun seringkali tidak me-muaskan, disebabkan:
a.
Penyelengaraan rapat tidak dipersiapkan, sehingga
kelangsungannya tidak lancar dan hasilnya tidak sebagaimana yang diharapkan.
b.
Rapat diadakan terlalu mendadak, sehingga orang-orang
yang diharap-kan hadir, terlalu banyak yang tidak datang.
c.
Suasana rapat diliputi emosi dan menonjolkan pribadi
sehingga tujuan pribadi diboncengkan pada tujuan organisasi.
Berdasarkan hal tersebut di atas,
rapat perlu diorganisasi dengan matang dengan pentahapan sebagai berikut:
Pertama. Persiapan,
meliputi kegiatan sebagai berikut:
a.
merumuskan masalah yang akan di bawa ke rapat
b.
menentukan orang-orang yang akan diminta menjadi
peserta rapat
c.
menetapkan tempat dan waktu pelaksanaan
d.
menyusun agenda (kalau perlu kertas kerja)
e.
membuat surat
undangan
f.
membuat daftar hadir
g.
menyediakan “alat pandang dengar (audio visual aids), kalau diperlukan seperti: papan tulis, bagan, overhead projector, slide projector, film
projector, sound system, dan sebagainya.
h.
menunjuk notulis.
Kedua. Pelaksanaan,
meliputi kegiatan seperti berikut:
a.
Mempersiapkan para peserta rapat mengisi daftar hadir
b.
Membuka rapat,
diteruskan dengan pemberitahuan siapa-siapa yang tidak hadir, dan pembacaan
agenda rapat.
c.
Mamanfatkan tujuan rapat
d.
Mempersilahkan peserta rapat memberikan tanggapan
e.
Memelihara berlangsungnya pembahasan masalah, sehingga
teratur dan tertib.
f.
Membacakan
simpulan, dilanjutkan dengan penutupan rapat.
Ketiga. Penilaian,
antara lain:
a.
Menginstruksikan kepada notulis untk menyusun secara
sistematis dan memperbanyak hasil kerjanya
b.
Mengkaji hasil pengetikan notulis
c.
Mentranspormasikan kesimpulan rapat ke dalam bentuk surat keputusan atau instruksi, surat edaran, atau bentuk-bentuk lainnya
sesuai dengan isi, urgensi, situasi, dan kondisi.
d.
Memasukkan semua hasil rapat dalam map atau ordner
untuk diarsipkan.
Siagian (1977) mengemukakan bahwa rapat dapat diadakan apabila:
a.
Para peserta
sebagai suatu kelompok memiliki pengetahuan dan pengalaman, melalui hubungan
mereka dengan situasi yang sama di masa lalu, untuk memecahkan sesuatu masalah,
pengetahuan dan pengalaman mana tidak mungkin dimanfaatkan melalui saluran
adminis-trasi yang biasa;
b.
Bahan pembicaraan rapat adalah sedemikian rupa
sifatnya sehingga bahan tersebut memerlukan sumbangan fikiran dari para peserta secara simultan
agar supaya sumbangan itu dapat dihubungkan dan digunakan untuk memcahkan
masalah yang dihadapi. Atau, jika pengetahuan teknis para peserta itu sebagai
keseluruhan diperlukan untuk memecahkan masalah;
c.
Rapat diadakan jika tidak terdapat cukup waktu untuk
memcahkan masalah yang dihadapi melalui saluran administrasi yang biasa;
d.
Rapat diadakan apabila benar-benar dirasakan perlu
untuk menjelaskan sesuatu kepada para peserta rapat (echelon manajer) agar supaya mereka mengetahui dengan tepat peranan
apa yang diharapkan untuk mereka mainkan, bilamana peranan itu akan dimainkan
dan bagaimana cara peranan itu akan dimainkan sehinga cocok dengan pola
kegiatan di dalam seluruh organisasi;
e.
Materi yang akan dibicarakan bersifat rahasia yang
tidak tepat jika disalurkan melalui saluran administrasi biasa yang bersifat
terbuka; dengan perkataan lain, rapat dapat diadakan jika yang terlibat
terbatas pada kelompok manajer.
Kelima hal yang dikemukakan oleh Siagian menunjukkan
bahwa dalam suatu organiasi rapat memang mutlak diadakan. Hanya saja cara,
waktu, dan prosedur meng-adakannya memerlukan pemikiran yang matang dari
manajer organisasi.
Dalam hubungan ini dapat ditambahkan bahwa rapat dapat dilaksanakan dengan
berbagai bentuk, seperti: rapat paripurna, yaitu suatu rapat yang dihadiri oleh
semua unsur manajer dalam organisasi; dewan, yaitu suatu bentuk badan di dalam
organisasi yang bersifat tetap (permanent)
yang dibentuk karena kebutuhan yang kontinu terhadap badan yang demikian itu
terasa ada; panitia, yaitu suatu badan
yang terdiri dari beberapa orang yang keanggotaannya di dalam panitia
didasarkan kepada jabatan fungsional, dus bersifat ex officio, atau oleh karena keahlian,
pengetahuan khusus dan pengalaman yang diperlukan oleh panitia; badan ad hoc dan/atau “task force” yaitu suatu bentuk badan sementara yang dibentuk untuk
memecahkan masalah masalah khusus yang pada umumnya bersifat mendesak.
Perlu pula ditambahkan bahwa ada
petunjuk yang umum dipandang sebagai pedoman yang baik, yaitu bahwa organisasi
yang ditata dengan baik akan memerlukan sedikit dewan, panitia dan team ad hoc yang mesti dibentuk, berarti manajer
organisasi kurang mempunyai kemampuan untuk menggerakkan echelon bawahan untuk melaksanakan tugas pokok masing-masing.
Dengan perkataan lain, fungsionalisasi kurang berjalan di dalam organisasi.
Selanjutnya, rapat apapun juga
dalam suatu organisasi harus ada yang memimpin dengan kewenangan si pemimpin
yang berpartisipasi sesuai dengan formal atau tidak formalnya rapat. Sejauh
mana kewenangannya itu tergantung pada tujuan yang akan dicapai. Yang penting
ialah bahwa kalau ia menginginkan gagasan-gagasan, ia harus menciptakan suasana
permisif (permissive atmosphere),
yaitu suasana yang memberikan keleluasaan kepada para pegawai eselon rendahan
untuk berbicara secara bebas.
Siagian (ibid) mengemukakan bahwa
seorang pemimpin rapat yang baik adalah yang memiliki keterampilan berikut:
a.
Ia harus
seorang yang aktif, mampu memberikan bimbingan dan tegas. Sikap seperti itu
sangat diperlukan untuk mencegah pembicaraan dalam rapat yang menyimpang dari
agenda dan waktu yang telah ditentukan. Perlu disadari bahwa untuk melakukan
tindakan pencegahan seperti ini bukanlah merupakan hal yang mudah karena
pencegahan itu harus dilakukan tanpa menyakiti perasaan orang/fihak yang
mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari agenda yang telah ditentukan.
b.
Ia harus diterima oleh para peserta rapat sebagai
pemimpin, baik karena kemampuannya dan pengetahuannya tentang tugas pokok
organisasi, maupun karena kemampuannya memelihara hubungan yang baik dengan
orang lain.
c.
Jika dia menjadi anggota peserta rapat, dus berbicara
bukan karena pemimpin rapat, jika berbicara maka bicaralah dengan jelas dan “to the point”. Artinya seorang pemimpin
rapat jika berbicara harus pula “to the
point” dan tidak boleh mendominasi pembicaraan. Jika sampai pemimpin rapat
mendominasi pembicaraan dalam rapat, yang terjadi bukan lagi rapat, melainkan
sauatu “monopologne”
d.
Ia harus mempunyai integritas. Artinya, di samping
kemauan dan kerelaan untuk membicarakan sebanyak mungkin kesempatan berbicara
kepada orang lain, pemimpin rapat perlu mempunyai pendirian yang tetap,
konsekuen dalam setiap apa yang dikatakannya dan tidak mudah terombang-ambing
oleh suasana sekelilingnya.
e.
Ia mempunyai keterampilan yang tinggi serta sistematis
dalam memecahkan masalah dan memimpin diskusi.
2.
Sumban Saran (brainstorming
Curah saran atau brainstorming adalah suatu cara untuk
mendapat-kan banyak gagasan dari sekelompok orang dalam waktu yang sangat
singkat. Golberg & Larso dalam Effendy (ibid) mengemukakan a
procedure for encouraging creativity in discussion groups by eliminating or
reducing those factors that in hibit the
formulation an expression of new and creative ideas (curah saran merupakan
tata cara untuk menggalakkan atau mengu-rangi faktor-faktor yang merintangi
pengekspresian gagasan-gagasan yang baru dan kreatif)
Lebih tegas lagi apa yang dikatakan
oleh Freeley dalam Effendy (ibid) bahwa curah saran adalah untuk menciptakan
suatu situasi yang menggalakkan jalan pintas dalam proses logis dan untuk
memproduksikan sejumlah besar gagasan dalam waktu singkat.
Dari pengertian tersebut jelas
bahwa curah saran juga merupakan pertemuan untuk mendapatkan input dalam membuatl putusan, tetapi
bukan rapat pemimpin/manajer atau rapat pegawai seperti biasa dijumpai dalam
suatu organisasi, melainkan lebih tepat dikatakan diskusi kelompok, sebab di
situ para peserta bukan saja diberikan kebebasan, melainkan digalakkan untuk
mengemukakan gagasannya. Dari gagasan-gagasan yang diusahakan
sebanyak-banyaknya itu, diambil satu yang terbaik, dalam arti kata mengan-dung
kelayakan untuk dilaksanakan seraya risikonya paling kecil guna memecahkan
suatu masalah yang diketengahkan dalam pertemuan itu.
a.
Para peserta
duduk mengelilingi meja dengan jumlah tidak lebih dari 15 orang. Jika lebih
banyak orang yang dapat diikut-sertakan, sebaiknya dibagi menjadi kelompok
kecil.
b.
Suasana
diciptakan sedemikian rupa sehingga tidak formal para peserta dalam keadaan
tidak kaku serta mempunyai kebebasan untuk mengemu-kakan pendapat.
c.
Karena tujuan
curah saran adalah untuk menampung gagasan-gagasan sebanyak-banyaknya dalam
waktu sesingkat-singkatnya untuk meme-cahkan suatu masalah, maka waktu yang
ditetapkan tidak lebih dari satu jam.
d.
Pemrakarsa curah saran mengumumkan kepada para peserta
masalah yang akan dipecahkan begitu pertemuan dimulai atau beberapa waktu
sebelumnya.
e.
Curah saran akan berhasil apabila peserta hampir sama
derajatnya (rank) dan fungsinya.
Percampuran orang-orang yang sangat berbeda fungsinya akan menyebabkan tidak
tercapainya tujuan yang diharapkan.
f.
Diskusi dalam
curah saran sengaja tidak menggunakan pola tertentu: karena itu sifatnya tidak
resmi. Dalam diskusi dilakukan teknik “efek picu senapan” (trigger effect), artinya sekali sebuah gagasan diketengah-kan – apakah
gagasan itu buruk atau tidak relevan – akan memotivasikan munculnya gagasa yang
lebih baik.
g.
Para peserta
digalakkan untuk berpartisipasi: dalam hal ini suasana akrab dan tidak resmi
banyak membantu. Para peserta bukan saja dapat memberikan gagasan asli. Juga
dapat merubah atau mengembangkan gagasan orang lain.
h.
Selama diskusi, penilaian atau kritik apapun tidak
dibenarkan, sebab kritik akan mematikan semangat berpartisipasi. Sipemrakarsa
curah saran harus menekan setiap kritik seraya berusaha agar setiap peserta
bebas menyumbangkan gagasannya.
i.
Semua gagasan, termasuk yang sekilas tampak tidak
bernilai, dituangkan dalam bentuk tulisan. Berbagai cara dapat ditempuh, antara
lain menun-juk dua atau tiga orang untuk menuliskan setiap gagasan pada papan
tulis begitu gagasan dilontarkan: menggunakan juru steno; membuat “pohon
gagasan” (ide tree), yaitu semacam
sebongkah kayu yang ditaro diatas meja
tempat para peserta melekatkan kertas yang bertulisan gagasannya dengan
perekat; atau meletakkan sebuah keranjang di atas meja untuk menampung lembaran
kertas berisikan gagasan para peserta; peranti rekaman kaset, dan lain-lain.
j.
Begitu curah saran selesai dan semua gagasan dihimpun
dalam bentuk yang mudah diperiksa, maka kegiatan meningkat pada tahap penilaian
secara menyeluruh. Himpunan gagasan tersebut lalu diserahkan kepada sekelompok
penyusun kebijaksanaan (policy makers)
atau perorangan yang bertanggung jawab atas pembuatan putusan (decision making).
3.
Teknik Delphi (Delphi
Technique)
Teknik Delphi (Delphi technique) adalah teknik Pengambilan
putusan dengan peran serta anggota kelompok, tidak dalam bentuk tatap muka,
tetapi dalam memperoleh ide masukan dengan menggunakan kuesio-ner, ide tertulis.
Teknik Delphi sering kali dipakai pada tingkat manajemen puncak yang biasanya
tidak mempunyai cukup waktu untuk bertemu satu dengan yang lain. Dan sangat
tepat dalam pengambilan putusan pada situasi konflik karena tidak berdebat
langsung antara yang komplik. Untuk dapat melaksanakan teknik ini dengan
sukses, perlu menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Para pembuat putusan memulai proses Delphi
dengan mengiden-tifikasikan isu dan masalah pokok yang hendak diselesaikan.
b.
Kemudian kuesioner dibuat dan para peserta teknik Delphi , para ahli, mulai dipilih.
c.
Kuesioner yang telah dibuat dikirim kepada para ahli,
baik di dalam organisasi maupun luar organisasi, yang dianggap mengetahui dan
menguasai dengan baik permasalahan yang dihadapi
d.
Para ahli
diminta untuk mengisi kuesioner yang dikirim, menghasilkan ide dan alternatif
solusi penyelesaian masalah, serta mengirimkan kembali kuesioner kepada manajer
kelompok, para pembuat putusan akhir
e.
Sebuah tim khusus dibentuk untuk merangkum seluruh
respon yang muncul dan mengirimkan kembali hasil rangkuman kepada partisipan
teknik ini
f.
Pada tahap ini, partisipan diminta untuk: menelaah
ulang hasil rang-kuman, menetapkan skala prioritas atau memeringkat alternatif
solusi yang dianggap terbaik dan mengembalikan seluruh hasil rangkuman beserta
masukkan terakhir dalam periode waktu tertentu
g.
Proses ini kembali diulang sampai para pembuat putusan
telah mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna mencapai kesepakatan untuk
menentukan satu alternatif solusi atau tindakan terbaik
Demikian beberapa cara pembuatan
putusan yang dapat dipergu-nakan oleh seorang manajer manakala harus membuat
putusan yang penting. Putusan penting akan merupakan informasi penting bagi
manajemen, baik untuk tahap perencanaan penggiatan atau pun pengawasan.
Penyampaian atau penyebaran informasi kepada khalayak, baik khalayak intern
maupun khalayak ekstern, yang dilaksanakan dengan sistem yang mapan dan mantap,
akan merupakan bentuk yang besar bagi lancarnya manajemen
No comments:
Post a Comment